TUJUH PULUH LIMA

155K 15.6K 1.4K
                                    

Enam minggu kemudian...

"Kamu yakin ini keputusan yang benar?" tanya Rachel dengan sedikit perasaan kecewa ketika ia mendengar keputusan anaknya.

"Aku tidak yakin ada keputusan lagi selain ini Ma," jawab Warren dengan datar dan dingin. Baru saja Warren memberitahu kepada ibunya keputusannya mengenai hubungannya dengan Catherine dan sepertinya ibunya sama sekali tidak menerima keputusan itu dengan baik.

"Warren..." ibunya mendesah dan tidak bisa lagi menjelaskan situasi ini kepada anaknya yang begitu keras kepala dengan perasaannya sendiri, "Apa kamu benar – benar tidak tahu apa kamu pura – pura tidak mengerti?"

"Mengenai apa? Aku kira Mama menyukai Catherine," jelas Warren kepada Rachel ibunya yang sekarang terlihat kesal dan marah.

"Warren, Jacqueline hamil."

"Ma, Jacqueline keguguran," jawab Warren dengan nada pahit yang ia sembunyikan. Ia tidak ingin membahas wanita itu namun ibunya terus memaksanya untuk kembali kepada percakapan yang sama.

"Warren Oetama Tjahrir!"

"Itu bukan anakku Ma," jawab Warren kepada ibunya. Ia tidak ingin memikirkan wanita itu lagi dan ia hanya berharap hidupnya akan segera dimulai tanpa Jacqueline yang sepertinya terus berusaha untuk masuk kembali.

"Kamu benar – benar bodoh ya Warren? Kamu satu – satunya pria yang Jacqueline tiduri dan kamu masih bisa bilang kalau Jacqueline tidak mengandung anak kamu?"

Warren lalu menjawab dengan berkata, "Sudah tidak ada Ma, jadi sekarang, bukan masalah bukan?"

Sienna Tjahrir, adik Warren yang duduk berhadapan dengan kakaknya akhirnya berbicara dengan nada sarkastik, "Sepertinya Kak, kamu sudah kehilangan akal sehatmu."

"Sienna, tinggalkan Mama dengan kakak kamu sebentar bisa?" tanya Rachel kepada anak bungsunya.

Sienna mengelak dan menggeleng – gelengkan kepalanya, "No way, ini sangat seru melihat kebodohan kakakku yang satu ini. Sudah cukup aku melihat kakak – kakakku yang lain jatuh cinta. Tidak denganmu ya kan Kak?" tanya Sienna kepada Warren, "Hanya seorang Warren Tjahrir yang tidak akan jatuh cinta sampai dunia ini jatuh dari angkasa."

"Sienna," tegur Rachel dengan nada halus.

"Ma, please, Sienna tidak mau bertemu dengan Efra, jadi sekarang Sienna mau mendengarkan kata – kata bodoh kakakku dulu, okay?" kata Sienna kepada ibunya.

Rachel hanya dapat mendesah dan menjawab, "Efra suami kamu Sienna, kalau Efra mencari kamu dan mendapati kamu di rumah Mama..."

"Kalau Mama usir Sienna dan Mama telepon Efra dimana aku sekarang, ya pasti Efra kesini Ma," gumam Sienna, "Kembali ke topik utama kita, kebodohan Warren Tjahrir, kakakku tercinta."

Warren sama sekali tidak tersinggung mendengar adikknya mengatakan kata – kata itu, sebaliknya ia hanya berdiam di tempat duduknya mendengarkan kata – kata Sienna dengan santai. "Kak, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Sienna kepadanya.

"Kata Kak Alle, Kakak cemburu banget waktu liat Kak Alle sama Jacqueline, kalau orang cemburu bukannya berarti Kakak sayang sama Jacqueline?" tanya Sienna kepada Warren tanpa menunggu kakaknya untuk menjawab pertanyaan pertamanya.

"..."

"Warren tidak tahu caranya membedakan perasaan marahnya dengan perasaannya yang sebenarnya Sienna," timpal Rachel kepada Sienna sebagai jawaban.

"Too bad, Jacqueline bukan tipe wanita yang akan membiarkan dirinya dulu yang mengatakan..."

"Jacqueline mengatakannya."

Sienna terkejut ketika Warren akhirnya bersuara dan menjawab pertanyaannya. "Mengatakannya?"

"She told me, tiga kata yang aku benci," kata Warren kepada Sienna dan ibunya.

Rachel menurunkan kacamatanya dan menatap Warren, "Dan, apa jawaban kamu? Jangan bilang kamu tidak mengatakan apa – apa? Jangan bilang karena Jacqueline mengatakan hal ini kamu tidak jadi menceraikannya?"

Warren tidak mengangguk ataupun menunjukkan sedikitpun emosi di wajahnya ketika ia berkata, "Sudah tidak penting sekarang."

"Penting kalau Jacqueline telah mengatakannya Kak!" ujar Sienna yang sekarang hampir setengah berteriak kepada kakaknya yang benar – benar bodoh.

"Penting untuk siapa?" tanya Warren.

"Untuk Kakak! Untuk mempertahankannya, bukan begitu?"

"Ironis bukan kamu mengatakan ini ketika kamu sendiri tidak mau memberitahu Efra kalau kamu mencintainya?" tanya Warren membalas Sienna.

Sienna yang tidak mau kalah dengan Warren berkata, "Lebih ironis Kakak yang sama sekali tidak mengerti apa itu cinta dan bagaimana untuk mempertahankannya."

"Children!" Rachel menegur Warren dan Sienna secara bersamaan, "Kalian semua sudah besar dan dewasa bukan? Berhenti mengatakan kata – kata yang tidak masuk akal."

"Sekarang Warren, kembali kepada pertanyaan Mama, apa kamu yakin?" tanya Rachel kepadanya

"Sangat yakin."

"Warren, kamu tidak pernah mencintai Jacqueline?"

Warren menjawab dengan cepat, "Hanya Catherine."

"Apa Catherine tahu kamu masih menikah dengan Jacqueline hanya untuk menyelesaikan masalah – masalah wanita itu?" tanya Rachel ingin memastikan.

Warren menaruh gelas air putihnya yang baru saja ia minum dan dengan datar berkata, "Tahu. Catherine mengerti."

"Kamu sudah bahagia? Mendapatkan Catherine kembali, kamu sudah bahagia?" tanya Rachel sekali lagi, berharap di setiap kata yang ia ucapkan anaknya akan berubah pikiran.

"Sangat."

"Jacqueline, bagaimana dengan dia?"

"Aku tidak pernah memikirkannya lagi."

Rachel hanya dapat menatap Warren dengan tidak percaya dan pada akhirnya ia berkata, "Warren, kamu tahu bukan ketika kamu menikah dengan Catherine pada akhirnya, dan Catherine kembali meninggalkan kamu di altar, kali ini, tidak ada lagi Jacqueline yang akan menyelamatkan kamu?" 

EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang