ENAM PULUH

174K 14.2K 1.3K
                                    

"Jackie," Max memanggil namanya ketika mereka sedang makan pagi bersama. Jacqueline sudah mengganti pakaiannya dari kemeja Warren menjadi kaus dan celana jins, lalu ketika ia turun kebawah Max sudah menunggunya untuk makan pagi. Baginya, makan pagi bersama Max dan apa yang biasanya mereka bicarakan pada waktu itu sudah menjadi sebuah kebiasaan setidaknya bagi dirinya.

"Ya?" Jackie menjawab Max yang duduk disampingnya.

"Apa mungkin Mommy merindukan aku?" tanya Max dengan polos. Belum pernah ia mendengar Max menyebutkan atau membicarakan Catherine kembali sampai hari ini dan hal itu membuatnya sedikit takut karenanya.

"Hmm? Pasti Max, Mommy pasti merindukan kamu," jawab Jacqueline dengan berhati – hati.

"Jadi, Daddy dan Mommy, hmm... akan selamanya seperti ini?"

"Seperti ini?" tanya Jacqueline mengerutkan dahinya.

"Away from each other Jackie," jelas Max kepadanya.

Sepertinya tidak Max, hati kecilnya ingin menjawab seperti itu, namun ia tidak bisa mengatakannya. Karena entah kenapa... ia tidak menginginkannya.

"Max mau Daddy sama Mommy berpisah?" tanya Jacqueline kepada Max, memutarbalikkan kata – kata Max sendiri.

"Tidak Jackie, aku ingin mereka bersama lagi. Tapi..."

"Ya, tapi?" Jacqueline berusaha untuk mengerti kata – kata Max.

"Tapi Jackie, kamu dan Daddy, sama – sama saling menyukai ya?"

Hampir saja Jacqueline tersedak jus jeruk yang ia minum karena kata – kata Max kepadanya dan dengan cepat ia menjawab, "Aku tidak menyukai Daddy-mu Max, aku hanya bekerja untuknya."

Bukan Max yang menjawab pertanyaannya, namun Warren yang baru saja memasuki ruangan yang mendengar kata – kata Jacqueline membalasnya dengan sinis, "Oh ya Jack? Tidak menyukaiku?"

Jacqueline tidak mengacuhkan Warren yang sudah terlihat rapih dengan kemeja biru muda yang pas ditubuhnya dan celana hitam yang melekat dipahanya yang sempurna. Jacqueline kembali berbicara kepada Max dan dua laki – laki yang berada diruang makan pagi itu mendengarkannya dengan serius, "Kalau Max besar nanti, pasti Max mengerti."

"Mengerti kenapa kamu tidak menyukai aku?" tanya Warren dengan tatapan sinisnya.

"Dan Max, kamu juga pasti mengerti kalau Daddy kamu orang yang keras kepala dan hanya memikirkan dirinya sendiri," Jacqueline terus berbicara kepada Max dan mengacuhkan Warren yang terus bertanya kepada dirinya.

"Tapi Jackie, kalau kamu tidak menyukai Daddy, kenapa kalian sekarang jadi sering berciuman?" tanya Max dengan begitu polosnya.

Kali ini Warren yang tersedak makanannya dan pria itu terbatuk karenanya, "Kapan aku pernah mencium Jacqueline, Max?" tanya Warren ingin memastikan.

"Setiap Daddy pulang kerja, setiap Daddy selesai membacakan aku cerita, setiap Daddy selesai makan, hmm..."

"Jangan diteruskan! Max, makan makanan kamu," Warren meminta Max untuk kembali memakan makanannya dan tidak meneruskan kata – katanya yang tidak masuk akal.

"Kalian sering bertengkar, tapi sering juga berciuman," gumam Max.

Jacqueline yang kembali tersedak akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan makanannya, "Max, kalau sudah selesai kita bisa mandi sekarang."

"Aku sudah selesai," Max membersihkan mulutnya dan berkata lagi, "Aku akan mandi dengan Rara saja, Jackie dan Daddy bisa kembali bertengkar dan hmmm... berciuman. Aku tidak akan menganggu kalian."

Warren dan Jacqueline menatap kepergian Max yang masih memakai jubah dan baju tidurnya, dan ketika Max sudah benar – benar pergi dan tidak lagi berada di dalam jarak pandang mereka, Warren dengan canggung bertanya kepada Jacqueline, "Malam ini..."

"Apa? Di meja lagi?" tanya Jacqueline mengasumsikan kalau apa yang Warren inginkan adalah bercinta lagi dan Jacqueline menyadari kalau mereka sering melakukannya di meja untuk alasan yang tidak ia ketahui.

"Jacqueline, tidak! Tidak setiap kata – kata aku adalah ajakan untuk bercinta Jack."

"Oh..." jawab Jacqueline dengan datar.

"Malam ini, ada beberapa client yang ingin bertemu, kamu... mau ikut?"

"Huh?"

"Aku tahu kalau kamu sedang menulis tesis mengenai bisnis ini Jack, terserah kamu apa kamu ingin ikut atau tidak."

"Okay."

"Jam tujuh, kamu bisa langsung Mulia dan bertemu dengan aku, atau kamu ingin Rahmat mengantar kamu ke kantor?"

"Aku bisa sendiri ke Mulia."

Lalu Warren dengan tegas dan dengan nada memerintah berkata, "Pakai Rahmat, aku tidak mau kamu ke Mulia sendiri."

"Okay."

Warren selesai memakan sarapannya dan ia beranjak berdiri bersamaan dengan Jacqueline, "Come here."

Jacqueline berjalan mendekati Warren, lalu ketika ia sudah berada dihadapan pria itu, ia bertanya, "Apa?"

"Aku heran kenapa kamu suka sekali bertengkar dengan aku. Kita tidak pernah bertengkar di ranjang."

"..."

Warren lalu menarik tubuh Jacqueline mendekat, dan sekarang tangannya berpindah ke pinggang Jacqueline, "Jacqueline, jangan pakai gaun merah sialan itu lagi malam ini okay."

"Kalau warnanya hitam kali ini?" tantang Jacqueline.

"Kita bisa melakukannya di atas meja makan dengan ratusan mata memandanginya kalau kamu sampai berani melakukannya," tantang Warren kembali.

Warren menunduk dan Jacqueline berjinjit untuk menyamai tinggi mereka, "Sepertinya Max benar, kita terlalu banyak berciuman." Warren mencium Jacqueline dan Jacqueline membalas ciuman Warren.

"Eat, me..." bisik Jacqueline di bibir Warren. Kata – kata itu benar – benar merangsang Warren dan pria itu menatap Jacqueline dengan tatapan memangsa dan mendamba, namun Warren kali ini menahan dirinya. Sementara itu, Jacqueline yang terkejut akan dirinya sendiri, ia tidak percaya apa yang baru saja ia minta kepada Warren dan apa maksud kata – katanya.

Apa? Apa yang baru saja ia katakan kepada Warren?

Oh Tuhan, Jacqueline, ada apa dengan dirimu sebenarnya?

"With pleasure, malam ini Ms. Langham," Warren menggigit bibir bawah Jacqueline dan kembali mencium bibir wanita itu. "Sebaiknya kita jangan sering – sering bertengkar Ms. Langham, aku terlalu menyukai permainan ini."

Aku tidak, bisik hatinya. 

EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang