EMPAT PULUH DUA

148K 13.5K 632
                                    

"Aww," Jacqueline membuka matanya dan merasakan sesuatu yang sangat dingin yang menempel di bibirnya.

"Apa Adian yang melakukannya?" tanya suara yang sudah sangat ia kenal – Warren. Bosnya.

"Aww," kembali Jacqueline meringis karena ia bisa merasakan rasa sakit di bibirnya karena Warren mengompresnya dengan es batu di dalam handuk kecil.

"Apa pria brengsek itu yang melakukannya?"

"Anda tidak lebih brengsek daripada Adian," gumam Jacqueline yang sekarang menyingkirkan tangan Warren dan mencoba menebak dimana dirinya berada.

"Dimana saya?" tanya Jacqueline kembali kepada Warren.

"Jawab pertanyaan saya Jack," Warren terlihat kesal dan Jacqueline tetap tidak menatap pria itu sama sekali. Jacqueline menyadari kalau bajunya telah terganti dan ia berada di suatu kamar yang tidak pernah ia kenali sebelumnya, kamar itu terlihat begitu indah dan besar, namun ada kesan elegan dan sederhana di dalamnya.

Warren yang duduk di samping ranjang Jacqueline menatap Jacqueline kembali dan bertanya, "Apa pria itu masih memukul kamu setelah saya memberikan uang tiga puluh dua miliar kepadanya?"

"Menjadi urusan anda Pak Warren kalau saya seperti ini?"

"Tentu saja."

"Sejak kapan?"

Warren menaruh handuk berisi es batu yang ia minta kepada salah satu pelayan rumah ibunya dan dengan usaha terakhirnya untuk bersikap tenang ia bertanya, "Jack, siapa Adian?"

"Kata siapa Adian yang melakukan ini? Aku terjatuh Pak Warren, bukan Adian yang melakukannya," ya, terus saja berbohong Jacqueliene, Warren pasti lama – lama akan bosan.

"Jack, berhenti menghindar dari pertanyaan saya."

Jacqueline berusaha berdiri namun kepalanya terasa sakit dan ia kembali duduk di sisi ranjang, membuat jarak diantara dirinya dan Warren menjadi terlalu dekat sekarang. Sial.

"Tidak ada yang perlu saya jawab masalahnya Pak Warren."

"Saya menemukan kamu tidur diluar rumah ibu saya dengan keadaan kamu seperti ini. Menurut kamu saya tidak..." namun Warren tidak menyelesaikan kata – katanya seolah – olah kata terakhir itu tidak bisa diucapkan karena dirinya sendiri tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatakannya. Khawatir.

"Um... apa anda sudah berbaikan dengan Ibu Catherine, Pak?" tanya Jacqueline sekali lagi menghindar dan bertanya kepada Warren mengalihkan perhatian pria itu dari dirinya.

"Persetan dengan masalah saya Jack, perlu saya telepon pengacara saya untuk memastikan Adian menerima uang tiga puluh dua miliar itu?"

Jacqueline terperanjat dan dengan cepat membalas Warren dengan suara panik, "Ti-Tidak... Jangan..."

Warren mengerutkan dahinya dan mengetahui ada sesuatu yang salah dari kata – kata Jacqueline kepadanya, "Apa lagi yang kamu sembunyikan?"

"Tidak ada," Jacqueline menghembuskan napasnya dan berharap kepada Warren tidak menangkap suaranya yang tegang.

"Jack, kamu pikir saya bodoh?" tanya Warren kepadanya, kali ini suara pria itu membuat dirinya terintimidasi dan aura dominasi pria itu terlihat jelas terpancar.

"Pak Warren, bukannya satu – satunya hal yang Bapak inginkan dari saya adalah membuat Ibu Catherine kembali kepada anda?" tanya Jacqueline – sekali lagi, memutar balikkan pembicaraan.

"Bukan itu yang saya ingin bicarakan sekarang," jawab Warren.

Jacqueline meringis kesakitan karena kepalanya terasa berdenyut tak karuan sekali lagi dan Warren mengerutkan dahinya menatap Jacqueline, "Sekujur tubuh kamu Jack penuh dengan luka lebam. Apa yang Adian lakukan kepada kamu?"

Jacqueline menunduk dan sekarang menyadari kenapa bajunya telah terganti dan wajah Jacqueline memerah karena menyadari bahwa Warren-lah yang membuka bajunya dan menggantikannya dengan kaus putih kebesaran.

"Se-Sejak kapan Bapak bisa membuka baju saya dengan seenaknya?"

"Setengah baju kamu basah karena kamu berdiri terlalu dekat dengan hujan tadi, kamu tidak menyadarinya?"

Oh ya, aku main dengan hujan karena bosan menunggu.

"Hmm..." gumam Jacqueline.

"Jack, berhenti memainkan permainan ini bisa? Karena saya lelah menebak – nebak apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang kamu lakukan dengan pria brengsek seperti Adian."

Lalu Warren meneruskan kata – katanya, "Jawab pertanyaan saya, satu, apa Adian menerima uangnya? Dan kalau ya, apa yang pria itu lakukan dengan membuat wajah kamu seperti ini?"

"Sejak kapan Bapak peduli?"

"Saya tidak peduli Jack," jawab Warren dengan dingin.

"Fine, kenapa Bapak ingin tahu? Apa hubungan ini semua, pertanyaan – pertanyaan Bapak, dengan mendapatkan Ibu Catherine kembali?"

Warren lalu mengejutkannya dengan berkata, "Bukannya saya mempunyai hak untuk bertanya Jack?"

"Hmm?" tantang Jack kembali.

"Hak saya untuk bertanya karena saya suami kamu sekarang? Bukannya hak itu adalah hak prerogatif saya?"

"Orang bodoh juga tahu kita tidak menikah beneran Pak Warren, hak Bapak sebagai suami saya tidak ada sama sekali."

"Kalau saya membuatnya sekarang, dan saya menginginkan hak itu untuk menjadi ada sekarang, semua hak saya sebagai suami kamu, apa kamu akan menjawab pertanyaan saya?"

Jacqueline tidak tahu apa yang harus ia katakan. Sejak kapan Warren ingin menjadi suaminya dan mendapatkan haknya? Untuk sesaat Jacqueline tidak menjawab pertanyaan Warren dan hanya menatap pria itu dengan bingung.

"Hanya karena Bapak membayar seluruh hutang saya dan mengatakan kalau saya adalah wanita murahan karena menerimanya, bukan berarti Bapak bisa seenaknya membuat hak suami di depan saya. Mungkin wanita lain menyukainya dan berbunga – bunga ketika Pak Warren mengatakannya, tapi bukan saya dan tidak akan pernah saya terkesan sedetik pun." 

EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang