[MOIS IX] - Knight in Shining Armour

3.7K 449 18
                                    

Wanita itu menyeringai di atasku, "Hallo, Nicole. Lama tidak bertemu." ia menelusuri wajahku dengan kukunya. "Tampaknya, kau semakin cantik, anakku."

"Ja-- Jane?"

"Kenapa kau gemetar? Apa kau.. takut padaku?" bisiknya.

Ia tersenyum, "Kau tidak perlu takut. Karena aku tidak ingin kau mati dengan rasa ketakutanmu itu." desisnya.

"Apa.. apa maksudmu Jane? Kau kenapa?" tanyaku ketakutan. "Ayo kita kembali Jane, dunia ini bukan dunia yang tepat untuk kita."

"Dunia mana maksudmu, Princess? Dunia inilah tempat kita. Apa kau tidak sadar? Berapa keras kau mencoba untuk kembali, itu akan berujung sia sia. Apa kau tahu? Berapa lama waktu yang ku habiskan untuk hari ini?" ia tertawa. "Sangat lama."

"Dan kau tahu? Jika aku harus menunggu selama itu untuk membunuhmu, aku rasa aku tidak akan keberatan." ia menepuk pelan pipiku dengan tangannya, "Kau tahu kenapa? Karena kau dan kematianmu akan membunuh mereka semua. Ku rasa, hal itu akan mempermudah semuanya."

"Jane... apa yang kau katakan? Apa seseorang menyuntikmu dengan sesuatu.. atau--"

"Tidak." tandasnya. "Kau memang harus mati, Lilith. Kau dan kecantikanmu."

Air mataku menggenang di pelupuk mataku, "Kau pasti bercanda. Iya kan?"

Tiba tiba saja ia menamparku, "Jangan anggap ucapanku ini hanya main main, Princess."

"Lalu... lalu kenapa... kenapa Jane?"

"Aku tidak harus menjawabnya. Tapi karena kau akan mati di sini dan tidak akan ada yang menemukanmu, maka aku akan memberitahumu." ia tersenyum iblis.

"Kau adalah penerus tahta. Dan kau dapat menjalankan dunia ini. Sebenarnya akan baik untukku jika aku dapat menguasaimu tapi aku tahu kau ini pemberontak." bisiknya. "Karena itulah, sebaiknya aku membunuhmu. Karena aku bisa menjalankan dunia ini dengan caraku dan aku tidak membutuhkanmu serta para mahluk naif itu."

"Apa maksudmu Jane? Aku bahkan bukan siapa siapa di sini. Ayolah Jane, jangan--"

Ia mencengkram rahangku, "Aku tidak bercanda, Lilith. Kau akan mati beserta pengikutmu dan aku akan menciptakan Dixie Mirror yang baru. Tanpa orang orang bodoh seperti kalian yang hanya mementingkan hati dari pada pikiran."

Aku menangis sekarang, "Jika itu benar.. lalu untuk apa?" aku menatapnya. "Untuk apa kau hidup hanya dengan pikiranmu yang licik? Untuk apa, Jane?!"

"Jangan berteriak padaku!" dan ia melemparku begitu saja menabrak pilar.

Aku terbatuk batuk.

Jane mendekatiku dan menarikku, "Kau dan keberuntunganmu ini menjadi sebuah hal yang akan kau sesali. Mengapa kau hidup dengan begitu banyak keberuntungan?" ia menyeringai.

Mata Jane tertuju pada kalungku. Lalu ia menariknya begitu saja, "Wah, aku hampir melupakan benda berharga ini."

"Jangan!" aku menggeleng, "Jangan Jane! Aku mohon.. aku tahu kau adalah ibu yang baik. Lantas mengapa kau melakukan ini padaku? Pada anakmu?"

Ia yang tadinya tampak sangat tertarik pada kalung itu menatapku, "Anakmu?" ia mendengus. "Kau tahu apa? Kau itu bukanlah anakku. Kau itu terlalu mudah di bodohi. Selama ini, aku mengambil tugas sebagai ibumu karena aku ingin kau terlepas dari Clarence."

"Lalu, kau mau tahu hal lainnya?" ia mencekik leherku. Aku tidak mampu bernafas. "Kau juga sangat mudah di bodohi oleh Nephilim Nephilim itu."

Ia berdiri dan membuatku terpaksa berdiri karena ia mencekik leherku dengan kuat. "Sa.. sakit." ringisku.

"Sakit?" ia menyeringai.

Tiba tiba saja ia menabrakkan tubuhku dengan kuat menabrak dinding. "Apa ini lebih sakit rasanya?" bisiknya.

Cekikkannya masih terasa kuat, punggungku terasa sangat sakit. Aku tidak sanggup, mataku seolah akan tertutup.

"To.. long. To--"

"Tidak ada yang akan menolongmu, Lilith. Orang orangku berjaga di luar, Pangeran kuda putihmu ataupun Ksatria baja hitammu tidak akan mampu menolongmu." ia menyeringai.

"Kalau begitu, mari kita akhiri semua ini." ia menampakkan taringnya dan menancapkannya pada leherku.

Aku menjerit hingga pita suaraku nyaris putus. Rasanya sakit.. panas.. semuanya.. buram.

Bugh!

Seseorang memukul Jane, kalungku terlempar jauh dan hal terakhir yang mampu ku lihat dengan samar adalah, sang Ksatria baja hitam.

"Lu... Lucien.."

Lalu semuanya menggelap.

•••

Aku terbangun ketika cahaya matahari menggangguku. Seluruh tubuhku tidak terasa sakit. Hampir membuatku berpikir bahwa kejadian semalam mungkin hanya mimpi.

Karena aku berada di kamarku dan karena hal itu mustahil terjadi.

Tapi semuanya bukan mimpi ketika aku menyadari kalungku berada di genggaman tanganku dengan kondisi retak parah.

Bahkan aku tidak yakin apakah aku mampu menyelamatkannya. Mungkin ini karena lemparan terlalu keras kemarin.

Aku berdiri menghadap kaca untuk meyakinkan diriku atas apa yang terjadi semalam.

Dan benar, aku menemukkan bekas gigitan itu di leherku, yang entah mengapa, sedikit memudar. Aneh.

Setelah aku mandi, aku berniat menemui Azriel tapi kami bertemu terlalu cepat di ruang makan.

Tapi entah kenapa kerajaan ini sangat berisik hari ini. Semua orang berlarian di koridor dan tampak sibuk.

Ia tersenyum, "Selamat pagi, Cara."

"Selamat pagi, Pangeran."

Ia menaikkan sebelah alisnya, "Ada apa? Kau terlihat kurang sehat."

"Benarkah?" tanyaku. "Ah, tidak. Aku baik baik saja Pangeran."

Azriel mengangguk, "Lalu, mengapa hari ini kau tidak menggunakan kalungmu?"

"Soal itu.. aku meninggalkannya di kamar."

Azriel tampak mengamatiku, "Baiklah. Aku berencana mengajakmu melihat pelatihan prajuritku hari ini. Tapi ku rasa, setelah kau mengambilnya nanti."

Aku menatapnya, tidak tahu harus menjawab apa. "Ya." kata itu yang akhirnya aku ucapkan. Aku tidak ingin ia mencurigaiku.

Selesai makan, aku memintanya untuk menungguku sementara aku mengambil keperluanku.

Aku mengambil kalungku dan berjalan menuju pintu. Namun rupanya Azriel menyadari sesuatu.

Ia membuka pintu tersebut lebih dulu dan melihat kearahku.

"Aku.. bukankah aku bilang kau bisa menungguku?" tanyaku.

"Tapi aku khawatir dengan sikapmu yang aneh." ia mendekat dan aku berjalan mundur. "Berhenti berjalan seolah aku akan membunuhmu, Cara."

Bodoh. Ia akan semakin curiga dengan tingkahku.

"Aku baik baik saja. Ayo kita pergi."

"Tunggu!" ia menahanku lalu mengambil kalung dari genggamanku, "Apa yang terjadi?"

Aku mendesah, bagaimana aku harus menjawabnya?

"Kemarin, kalungku terjatuh cukup keras hingga akhirnya jadi seperti itu. Aku memang sangat ceroboh. Maafkan aku." aku berusaha tampak biasa.

Azriel mendekat, "Benarkah?" ia menaikkan sebelah alisnya. "Kau tahu Cara? Kalung ini tidak akan retak atau bahkan hancur sekalipun jika sang pemiliknya tidak merasakan hal yang sama."

Aku tercekat.

"Dan itu artinya, kalung ini tidak akan hancur jika kau..." ia menatapku tajam. "Tidak hancur."

•••

Chapter eight has been posted.
100616

an: start from now, i will update three times per week.

MIRROR: The Cracked MirrorWhere stories live. Discover now