[SOLEIL XXIX] - Mate Symbol

3.7K 407 56
                                    

Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak semalam. Aku merasa tubuhku seolah di tusuk tusuk oleh sesuatu yang bahkan tak ada.

Sesekali aku tertidur dan di lain kali aku terbangun.

Benar benar membuatku lelah. Aku masih mengantuk. Tapi aku merindukan ibuku. Dan hari ini kami akan menghabiskan waktu bersama.

"Apa tidurmu nyenyak?"

Aku meletakkan sisir dengan kasar di meja riasku, "Kenapa kau selalu menanyakan hal itu di setiap pagiku, Pangeran?"

Lucien mengangkat bahunya, "Hanya bertanya."

"Kalau begitu berhentilah bertanya karena jawabannya sudah jelas tidak!"

Lucien merenyitkan dahinya, "Kenapa kau marah?"

"Karena aku tak suka pertanyaanmu. Keluar dari kamarku, Lucien. Sekarang!"

Lucien tertawa, "Aku akan menanyakannya lagi besok. Melihatmu kesal membuatku senang."

"Aku tidak sedang kesal! Aku marah! Jadi pergilah!"

Lucien pun pergi dengan tawanya. Astaga, orang macam apa yang senang jika orang lain kesal hingga marah sepertiku???

Mungkin hanya Lucien satu satunya karena aku tak bisa bayangkan jika ada orang lain lagi yang seperti dirinya.

"Selamat pagi, sayang." ibuku masuk ke kamarku yang pintunya terbuka karena ulah Pangeran Lucien tadi. "Ada apa?"

"Tidak ada." jawabku.

"Tapi ku dengar sepertinya kau sedang marah pada Lucien." Lady Clarence mengangkat bahunya. "Aku tak berhak ikut campur tapi aku ingin tahu apa yang membuat putriku marah."

"Ia menyebalkan."

"Lalu apa yang membuatnya jadi menyebalkan, putriku?" Lady Clarence menaikkan sebelah alisnya.

"Banyak hal. Jika saja ibu tahu, mungkin ibu akan merutukkinya sepanjang hari. TAPI, merutuk bukanlah pekerjaan seorang Putri." aku menambahkan kalimat terakhir saat melihat Lady Clarence membuka mulutnya.

"Baiklah, kita akhiri saja pembicaraan tentang ini. Sebaiknya kau bersiap siap dan turun ke ruang makan. Yang lain telah menunggumu."

Aku mengangguk dan kemudian Ratu Clarence keluar dari kamarku. Aku pun menyusulnya setelah menyisir rambutku yang telah kembali panjang.

Di sana telah ada Lucien yang menyeringai lebar melihatku masuk ke dalam ruang makan, lalu ada Ratu Tatiana, Lady Clarence dan Pangeran Julian.

"Pangeran? Kau datang?" tanyaku seraya duduk di kursiku.

Julian melambaikan tangannya padaku, "Hai, Lady Cara. Bagaimana pagimu?"

Aku melirik Lucien, "Buruk." jawabku datar.

Julian tertawa sementara Lucien menaikkan sebelah alisnya, "Aku lagi?"

"Memang kau."

"Cara." tegur Lady Clarence. "Seorang Putri tidak berbicara dengan nada seperti itu."

Aku memutar bola mataku, "Baiklah, aku tidak akan jadi Putri. Aku akan jadi Pangeran saja. Apa seorang Pangeran tak punya tata krama bu? Lihat saja dirinya, begitu menyebalkan."

Lucien tetap dengan seringaiannya mendengar keluhanku pada ibuku.

Sementara Lady Clarence telah menatap tajam padaku.

"Biarkan saja anak anak bercanda seperti itu, Clarence. Jangan terlalu ketat pada kebijakan dan tata krama kerajaan." Ratu Tatiana bersuara.

Thanks for Queen Tatiana.

MIRROR: The Cracked MirrorTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon