[SOLEIL XXIV] - Healing

3.1K 397 54
                                    

"Thylane?" panggilku ketika aku membuka kedua mataku.

Luka di kakiku telah sembuh dan itu pasti karena sihirnya. Semua rasa sakit yang ku rasakan tidaklah terasa sakit lagi. Namun aku merasa bahwa tubuhku mati rasa.

"Jangan bergerak. Aku sedang membius saraf sarafmu agar kau tidak lagi merasakan sakit dari racun pedang milik Basilk."

Apa? Racun?

Seniat itukah ia membunuhku??

"Jika kau sudah lebih baik, aku akan membawamu kembali pada mereka. Karena aku hanya dapat membuatmu bertahan sementara dan jika aku tidak lagi membiusmu, kau akan sadar bahwa kau masih sekarat hingga detik ini." jelasnya. "Aku tidak mampu menghentikan kematianmu, kau harusnya sudah mati kemarin dan jika kau ingin hidup, bertahanlah hingga kau bertemu Pangeran Lucien."

Ia mengganti daun dan obat obatan yang baru di kakiku yang mungkin menyisakan luka dalam.

"Lucien?" aku merenyit. "Tapi... tapi ia juga terluka sepertiku bukan?"

"Tentu saja. Ia pasti sedang terluka parah. Tapi aku tahu bahwa ia akan rela bangun dari kuburannya sekalipun jika itu untuk keselamatanmu." sindirnya.

"Apa... apa saat itu Lucien baik baik saja? Ia ada di rumah sakit itu. Ia mungkin di serang oleh Ba--"

"Tidak." potongnya. "Lucien tidak pernah ada di sana sejak awal. Ia ada di tempat rahasia karena kesehatannya membutuhkan keamanan ekstra agar tak ada satupun musuh yang dapat membunuhnya saat ia tidak sadarkan diri."

Aku terdiam, setidaknya ia berada di tempat yang aman.

"Lalu bagaimana dengan Pangeran Aldric?"

"Seseorang pasti sudah membawanya. Tenang saja, Pangeranmu tidak akan mati."

Seseorang? Zavent kah itu?

"Siapa?"

"Bagaimana aku bisa tahu?" ketusnya kesal.

Harusnya ia pasti tahu itu Zavent. Tapi mengapa ia tidak mengatakannya? Apa ia tidak ingin aku berpikir bahwa Zavent telah berkhianat dan membuat semuanya jadi terpecah belah?

"Sudahlah, kau tidur saja. Aku akan pastikan bahwa Lucien telah kembali setelah mendengar kabar bahwa kau dan Aldric di serang. Lalu aku akan mengembalikanmu padanya."

"Kau mau ke--"

BAM!

Dan pintu sudah di banting sebelum aku menanyakan kemana ia akan pergi.

•••

Malam ini Thylane datang kembali. Ia melepas semua daun yang ia letakkan di beberapa titik di tubuhku.

"Kita akan pergi sekarang. Biusku akan hilang dengan cepat karena ini sudah nyaris 24 jam, jadi ku harap kita dapat sampai tepat waktu."

"Apa Lucien telah kembali?" tanyaku.

Ia berhenti dengan aktifitasnya dan menatapku jengkel, "Tentu saja. Jika tidak kau mau aku kemanakan??"

"Diamlah dan jangan banyak bertanya. Kau bisa tanya apapun padanya nanti jika kau bertemu dengannya tapi tidak denganku!"

Ia mengangkat tubuhku dan membawaku pergi dari rumahnya. Aku tidak tahu kami berada dimana, tapi sepertinya ini akan memakan waktu cukup lama.

"Thylane..."

"Apa?!"

"Tidak. Aku hanya ingin mengatakan bahwa lupakan saja dendammu. Siapapun itu, entah Violence Witches atau saudaramu, tidaklah bermaksud menyakitimu. Witches mencarimu selama ini tapi ia tidak menemukanmu." kataku. "Ku harap kau mau berdamai dengan keluargamu. Kau tahu, Katya itu adalah gadis yang manis. Ia adalah tipe adik penurut. Jadi kau tidak akan stress menghadapinya nanti."

"Terserah dan diamlah karena kau tidak akan bisa bersuara lagi jika biusku telah hilang."

Aku diam dan mulai merasakan dingin kembali menjalari tubuhku dari telapak kakiku. Dinginnya seolah ingin meremukkan tulangku.

Untuk nafaspun juga mulai terasa sulit. Rasanya tenggorokanku kering sekali. Aku kehausan. Aku merasa jantungku berdegup lebih cepat seperti ia akan meledak.

Ia tidak melemah. Belum saja.

"Itu dia. Bertahanlah." bisik Thylane.

Kami turun di depan kastil kerajaan Corona Australis. Ada Lucien di sana. Ia masih belum tampak membaik.

"Ku serahkan ia padamu. Lakukan apa yang aku katakan padamu dan jangan terlambat atau ia akan mati di tanganmu."

Pangeran Lucien mengangguk.

Thylane menyerahkanku pada Lucien dan ia segera berbalik pergi.

"Lily, kau bisa dengar aku?"

Aku mengangguk pelan.

"Baiklah, ini mungkin akan terasa sakit, tapi ku harap kau bisa menahannya." Lucien menurunkan aku. "Genggamlah tanganku seerat mungkin, jangan lepaskan meski itu menyakitkan."

Perkataannya sedikit menakutiku.

Aku mengangguk lemah dan menautkan jemariku dan jemarinya. Ku rasakan jantungku mulai melemah dan aku takut tidak lagi merasakan detaknya.

"Tutuplah matamu."

Ku ikuti saja dia. Aku yakin ia dan Thylane tidak sedang berkonspirasi untuk melenyapkanku.

Ia meletakkan tangan kanannya di pipiku. Lalu ku rasakan taringnya menusuk leherku.

Aku tersentak akan rasa sakitnya yang seolah mengoyak leherku. Ku eratkan genggaman tangan kami untuk melampiaskan rasa sakitnya yang tidak terkira. Sedangkan tanganku yang lain ku gunakan untuk mencengkram pakaiannya.

Rasa panas menjalari tubuhku melawan dingin yang ku rasakan. Aku mencoba untuk tidak menjerit. Ini sangatlah menyakitkan.

Namun aku tidak sanggup menahan jeritanku lebih lama. Aku menjerit seperti seluruh tulangku telah di patahkan serentak.

Mendengar jeritanku, orang orang datang untuk melihat apa yang terjadi. Termasuk Ratu Tatiana. Aku tidak bisa melihat siapa saja yang datang namun aku mendengar suara pekikkannya.

"Lilith?!"

Lucien melepaskan taringnya dari leherku dan saat itulah aku kehilangan kesadaranku dan terjatuh dalam pelukkannya.

•••

Chapter twentythree has been posted.
150716

#sejakkapanLucienbisamati?

MIRROR: The Cracked MirrorWhere stories live. Discover now