1. Lillah

28.5K 1.2K 20
                                    

***

"Aa ...."

Ayash yang tengah membenahi barang-barang di kamarnya langsung menoleh dan mendapati Anna tengah berdiri di ambang pintu. Ayash tersenyum lalu menyuruhnya masuk.

Suasana kamar bercat abu-abu ini memang lumayan luas dan ... sedikit berantakan.

Ada rak buku lumayan besar yang diletakkan bersebelahan dengan meja kerja. Ranjang king size itu terlihat berantakan dengan beberapa barang yang akan Ayash bereskan.

"Mau Anna bantu?" pintanya, Anna berpikir Ayash akan kelelahan kalau membereskan barang-barang ini seorang diri.

"Nggak usah, bukannya kamu harus ngantar Biyan sekolah?" tanya Ayash tanpa menoleh, ia sibuk dengan tumpukkan buku tebal di tangannya.

Abiyan, putra Anna yang berusia lima tahun. Ayash sangat menyayangi keponakan gantengnya itu. Mereka memang sering melakukan video call ketika masih berjauhan. Saat berdekatan bocah itu justru malu-malu, bahkan bersembunyi di balik tubuh sang ayah ketika Ayash mendekatinya.

Anna ikut membereskan tumpukan buku yang berserakan di karpet tebal. Sebagian buku itu berdebu karena sudah terlalu lama ditinggal pemiliknya. Selama lima tahun ini, tidak ada yang menempati kamar Ayash. Umi nenjaga agar barang-barangnya tetap aman. Abiyan saja tidak diperkenankan masuk meski untuk sekadar melihat kamar pamannya.

"Abiyan ngga sekolah hari ini. Mungkin dia senang Aa pulang."

"Anakmu itu mewarisi sifat ibunya. Malu-malu kucing."

Anna terkekeh menanggapi ucapan Ayash. Anna bahagia sekali hari ini, mengobrol bersama Ayash itu menyenangkan. Semalam dirinya tak sempat bicara banyak hal dengan sang abang karena Ayash sudah tidur lebih awal.

Makanya pagi-pagi sekali Anna sudah berkunjung ke kamar Ayash. Ada banyak hal yang ingin Anna ceritakan pada kakaknya itu. Ayash tersenyum menanggapinya.

"Di London nggak ada akhwat yang deket sama Aa, tuh?"

"Banyak, kan rekan kerja Aa semua atuh."

"Emang gak ada satu perempuan pun yang suka sama Aa gitu? Aa kan ganteng, soleh, baik. Ah, tapi Aa juga sifatnya dingin kayak beruang kutub, mana bisa peka."

Tak ada yang salah dengan ucapan Anna, Ayash memang sedingin itu pada setiap perempuan yang mendekatinya. Kalau saja Ayash tidak ingat apa tujuannya ke London, mungkin dia sudah punya istri cantik dari sana sekarang. Sayangnya, ia hanya ingin punya istri dari Indonesia saja, biar hantarannya tidak jauh-jauh nanti.

"Banyak godaannya di sana, ada beberapa yang Aa kenal, tapi nggak deket banget."

"Siapa tahu jadi cinta, A." Anna tertawa geli.

Ayash tersenyum di sela-sela kegiatannya. "Apa bisa disebut cinta jika saling mencipta dosa? Cinta itu mulia, bukan cuma gombalan semata. Cinta itu menjaganya dalam doa. Memuliakan dia dengan menemui walinya."

Mendengar kalimat itu Anna terkekeh pelan tangannya beralih membereskan buku-buku yang tebalnya melebihi alis sang Abang, yang barusan itu Anna hanya bercanda.

Anna juga mengerti, cinta takkan rela jika yang dicintai terjerumus pada jalan hina yang membuat Allah murka.

"Mencintai artinya berjuang. Berjuang menahan segalanya hingga Allah halalkan. Mencintai artinya berkorban. Berkorban Apapun tanpa melanggar yang Allah Syari'atkan." Ayash tersenyum lagi, teringat sesuatu dalam benaknya. Namun, segera ia tepis.

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon