27. Kemenangan terakhir

11.6K 920 38
                                    

ﺇﺫﺍ ﺻﺪﻕ ﺍﻟﻌﺰﻡ ﻭﺿﺢ ﺍﻟﺴﺒﻴﻞ

Jika ada kemauan yang sungguh-sungguh, pasti terbukalah jalannya.
***

Dedaunan kering itu jatuh di atas tanah yang tertutupi rerumputan hijau ketika embusan angin meniup pelan daun itu, membuatnya melayang jatuh dari pohon tempat dimana ia menghabiskan masa hidupnya di bawah terik matahari. Sang daun tak membenci angin sekalipun angin itu meniupnya kencang, daun itu ikhlas berguguran berbaur menjadi satu media dengan beberapa ranting serta bunga yang berjatuhan di atas tanah.

Ayash memperhatikan sekitarnya. Tidak ada yang mewah di ruangan ini. Kursi dan mejanya terbuat dari anyaman rotan. Temboknya dicat putih yang terlihat agak sedikit kusam karena sudah terlalu lama. Beberapa pot dengan tanaman berdaun lebar diletakkan di sudut-sudut ruangan. Sebuah jam dinding ditempatkan di atas pigura yang bertuliskan ayat-ayat suci Al Quran. Semua berkesan sangat sederhana. Sedikit demi sedikit kegelisahan yang tadi merasukinya berganti rasa nyaman.

"Dulu aku bukan lelaki yang baik. Kau tahu? Aku juga berproses dari masa-masa jahiliyah hingga seperti sekarang." Husein menatap Ayash teduh.

"Lalu apa yang terjadi, om?"

"Semuanya berproses. Aku di jodohkan dengan seorang gadis yang begitu shalihah. Aku dulu tak mencintainya tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya Allah mengijinkan keshalihannya menjadi pembuka pintu hidayah untukku. Ia mengajariku banyak hal. Dan pada saat aku benar-benar jatuh cinta padanya, Allah mengambilnya kembali."

Sosok lelaki setengah baya di depan Ayash mulai menampakkan titik rapuhnya. Ayash bisa merasakan bagaimana perasaan Afifah hidup tanpa kasih sayang seorang ibu yang begitu menyayanginya.

"Dan sekarang berat sekali amanat yang Afi berikan padaku, aku takut salah memilih seorang pendamping hidup untuknya. Bagaimanapun aku ingin selalu melihat putriku bahagia," Husein menatap pekarangan rumahnya yang nampak lenggang dengan dedaunan kering yang berjatuhan. Lelaki paruh baya itu sama sekali tak menoleh ke arah lelaki yang duduk di sampingnya, meja bundar yang menjadi pemisah dua lelaki berbeda usia tersebut.

"Ada banyak hal yang tak bisa ku paksakan. Termasuk memaksa Afi untuk mengakui siapa lelaki yang dia cintai. Aku bahkan sama sekali tak peka dengan perasaan putriku sendiri, dia hanya bisa menjawab bahwa seorang ayah adalah cinta pertamanya."

Ayash mengangguk samar mendengar curhatan Husein, ada setitik rasa perih yang entah sejak kapan menoreh hatinya. Ia hanya mampu terdiam menyimak perkataan Husein dalam diam tanpa selaan sama sekali.

"Aku bahkan tak tahu. Bisa saja lelaki yang kupilih tidak mampu membahagiakannya. Afi adalah amanah bagiku, Aku sudah memberikan hati dan separuh hidupku untuk dapat memiliki putri sepertinya. Dan suatu saat nanti aku dan dia akan di pertanyakan oleh Allah soal perlindungannya."

Helaan napas Husein terdengar seiring kalimat itu terlontar. Ayash masih terdiam, ia menyikapi dengan perasaan aneh yang entah sejak kapan bermukim di hatinya. Sebahagia itukah Husein memiliki Afifah? Beruntunglah lelaki yang akan menjadi suami untuknya.

"Ayash.." tanya Husein, Ayash menoleh lalu menatap tatapan teduh lelaki itu, meski sedikit berkabut, "kau sudah memilih wanita yang kau inginkan itu?"

Ada perasaan aneh yang menyergap Ayash, haruskah ia jujur pada Husein mengenai semua ini? Bagaimana mungkin ia berani mengatakan bahwa Afifah pernah mencuri hatinya?
Bagaimana mengatakannya? Bukankah Husein sudah menentukan siapa kandidat yang pantas mendampingi putrinya. Dan Ayash bukan lelaki yang masuk dalam daftar tersebut. Ah, bukankah Ayash sudah memilih untuk menjauh, ya.

"Inshaa Allah, om. Kalau saya boleh jujur, dia adalah satu-satunya wanita yang membuat saya semakin mencintai Allah. Jika saja di dunia ini ada sesuatu yang sempurna setelah tuhan. Saya ingin mencalonkannya sebagai orang sempurna yang sanggup membuat saya jatuh cinta karena-Nya."

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang