31. hanya khawatir

13.6K 880 10
                                    

***

Bakda ashar Afifah selesai menghadiri rapat bulanan di rumah kepala sekolah. Ia melirik arloji di tangannya yang sudah menunjukan pukul lima sore, ia pun mengambil ponsel di kantung abaya yang ia kenakan lalu mengetik sebuah pesan WahtsApp.

[A, aku udah selesai nih.]

[Yaudah.. hati-hati ya di jalan.]

[Gamau jemput?]

Satu pesan masuk lagi di sana.
[Maaf Fa. Aa sibuk. Kapan2 ya]

Afifah mendengus kesal membaca pesan balasan dari Ayash. Suaminya itu lebih mementingkan pekerjaannya sendiri ketimbang menjemput istrinya pulang. Belum lagi jarak rumah Afifah dari rumah kepala sekolah lumaya jauh, lantas, ia harus pulang dengan siapa? Nafisa? Dia sudah pulang beberapa jam yang lalu.

Afifah berusaha menahan diri agar tidak kesal, ia harus paham bahwa suaminya itu tengah sibuk dengan beberapa tugas kantornya yang menumpuk karena cuti menikah beberapa hari, Afifah harusnya mengerti dengan kesibukan suaminya bukan mengikuti egonya.

"Afifah? Mau kemana?"

Sebuah suara familier terdengar olehnya begitu ia hendak menyebrang jalanan menuju sebuah halte bus terdekat.
Afifah menoleh ke arah belakang, seorang lelaki berpeci hitam tengah tersenyum manis di dalam mobil.

"Mau pulang," jawab Afifah kikuk sembari menghentikan langkah dan berdiri di samping mobilnya.

Ada yang ingat Azhar? Dia lelaki yang kesekian kalinya pernah berniat memperistri Afifah sebelum Ayash, namun Husein sudah lebih dulu memilih Ayash untuknya.

"Ayash kemana?" tanya Azhar, agak canggung, entah kenapa ia masih merasa kecewa karena wanita ini yang pernah menolak lamarannya.

"Dia masih kerja."

Azhar tersenyum, ia keluar dari dalam mobil lalu mendekati gadis itu yang masih saja mematung di samping mobilnya. "Mau kuantar?"

Kelopak mata Afifah melebar. Rumahnya memang lumayan jauh dari sini, tawaran Azhar memang wajar adanya. Tapi mengingat situasi....

"Tidak apa-apa, aku pulang naik bus saja," tolak Afifah halus.

Sebenarnya ia tak enak untuk menolak lelaki itu terus menerus. Bukanya Afifah tak menyukainya, namun Ayash bisa marah besar kalau tahu ia pulang dengan lelaki lain selain Alif.

"Tidak apa-apa, ini sudah mau hujan, Fi," kata Azhar lagi, Afifah juga berpikir demikian, apakah Ayash akan marah padanya atau tidak.

"Baiklah, ayo." Afifah akhirnya menerimanya, dia berjanji akan menceritakan semua tentang ini nanti setelah Ayash pulang.

Azhar tersenyum mendengarnya, ia membuka pintu mobil lalu mempersilahkan gadis itu masuk.

Mulai drama ._.

***

Malamnya, Ayash baru saja pulang sekitar jam sepuluh malam. Lelaki itu masuk ke dalam kamar sembari melepas dasi dan kaos kaki dengan tidak bersemangat seolah ada beban sangat berat yang di timpakan ke pundaknya.

Afifah antusias ketika melihat suaminya pulang dan duduk di sisi ranjang melepas dasinya.

"Kang mas, pulang!" serunya, ia mendekat lalu mencium tangan suaminya seperti biasa. "Aku buat makanan kesukaan kamu, lho. Setelah mandi nanti makan, ya."

Ayash tidak merubah raut wajahnya sama sekali, ia beranjak dari ranjang mengabaikan kalimat istrinya. Pergi ke kamar mandi.

Afifah tertegun dengan perlakuan Ayash barusan, tidak biasanya Ayash seletih itu sepulang kerja. Meskipun ia lembur, tapi ... ah terlalu banyak tanda tanya yang menumpuk dalam kepala Afifah, ia lebih memilih untuk keluar menghangatkan masakannya untuk Ayash makan nanti.

Ayash selesai mandi beberapa menit yang lalu, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur, mencoba mengenyahkan rasa letih serta rasa kesalnya yang sejak siang cukup menguras energi dan emosinya. Afifah tidak ada di kamar, Ayash bahkan tidak terlalu menggubrisnya ia hanya ingin tidur.

Afifah membuka pintu kamarnya, ia melihat sebuah gundukan selimut di atas kasur, suaminya itu sudah tidur? Padahal ia belum makan. Afifah heran dengan sikap suaminya, tak biasanya Ayash bersikap seperti ini padanya.

"Mas, bangun, Mas!" Afifah menggoncangkan lengan Ayash pelan.

Ayash tidak menggubrisnya, ia hanya mengubah posisi tidurnya menjadi berbalik memunggungi gadis itu. Ayash lelah dan tak ingin di ganggu, ia ingin istrinya sadar apa kesalahannya. Namun sayangnya Afifah bukanlah gadis yang mudah peka dengan semua kode diamnya.

"Mas, kamu kenapa?" Afifah bersuara parau, diamnya Ayash jauh lebih menyakitkan ketimbang marahnya.

Ayash tidak tahan dengan suara istrinya yang seperti ingin menangis. Dan lagi, sepertinya Afifah tidak menyadari apa kesalahannya saat ini jika tidak Ayash beritahu. Akhirnya dengan menahan rasa sakit yang menjetak kepala, Ayash berbalik duduk menghadap istrinya.

"Kamu nanya aku kenapa?" Ayash bersuara ketus, Afifah tertegun dengan nada suara suaminya yang terdengar tidak biasa, "tadi sore pulang sama siapa?"

Kini Afifah mengerti apa yang membuat Ayash menjadi dingin dan ketus padanya, tapi Ayash tahu Afifah di antar pulang oleh Azhar dari mana? Ayash memang tahu Azhar adalah lelaki yang pernah melamar Afifah, tapi....

Sebenarnya setelah Afifah di antar pulang oleh lelaki itu, Ayash datang menjemput dengan motornya, namun sosok istrinya tak ada di sana sama sekali, ponsel Ayash juga mati karena baterainya kosong. Ia cemas luar biasa memikirkan keadaan istrinya. Sampai akhirnya seorang satpam memberitahu bahwa istrinya sudah pulang di antar seorang lelaki dengan mobil.

Dan Ayash tak sanggup lagi menahan amarahnya. Hatinya terbakar luar biasa.

"Kamu cemburu?" tanya Afifah pelan.

"Jangan sangkut pautkan dengan cemburu! Jawab aku!" Ayash menekan kalimatnya dengan nada dingin.

Sebenarnya Afifah tidak menyangka dengan semua ini, ia pikir Ayash akan mengerti kenapa ia pulang dengan Azhar saat itu juga.

"Ta-tapi tadi sore mau hujan, dan langit sudah mulai gelap, kamu sendiri sibuk." Afifah membela diri. Ia takut melihat wajah Ayash yang tegas. Sama seperti pertama kali mereka bertemu.

"Kalau aku jadi kamu, mending aku hujan-hujanan saja daripada pergi dengan laki-laki lain!"

Ini bukan soal cemburu atau tidaknya, Ayash khawatir pada istrinya, ia memang percaya bahwa Azhar adalah pemuda yang baik, namun tetap saja. Setan kan mainnya halus.

"Kamu lupa status kamu apa? Kamu istri aku, Fa! Kamu sudah menikah, kalau kamu tahu statusmu sendiri kenapa kamu pulang bareng dia?" pertanyaan Ayash itu biasa saja. Namun menohok hati Afifah, Afi menangis, air matanya mengalir deras.

"Afwan atuh, Mas," ujarnya terisak.

"Kamu tahu, Fa. Azhar pernah niat buat memperistri kamu. Mungkin aja masih ada sisa perasaan yang entah gimana di hatinya dia, terus kalian pulang bareng. Astagfirullah ... jadi fitnah kamu, Fa!"

Ayash marah pada istrinya, ia bukan hanya cemburu tapi khawatir. Seharusnya Ayash juga menyalahkan dirinya sendiri karena lalai mengajari istrinya tentang apa yang tidak ia ketahui. Dan kini ia hanya bisa mendengus kasar melihat istrinya menangis.

Wanita dalam islam bisa memilih antara dua takdir. Menjadi seindah-indahnya perhiasan, atau menjadi sebesar-besarnya fitnah.

"Aku salah, maaf ...." Afifah masih menangis. Ia meraih tangan Ayash namun Ayash menepisnya. Ia masih marah padanya.

"Aku kecewa, Fa. Aku mau tidur, kau pikirkan saja kesalahanmu sendiri."

Ayash kembali menarik selimutnya dan berbalik mengabaikan Afifah yang masih saja menangis karena mengingat kesalahannya. Meskipun sebenarnya Ayash tak tega, namun dia melakukan semua ini agar Afifah sadar dengan semua sikapnya.

***

Horeee berantem😂
#diguyur

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Where stories live. Discover now