3. Pemilik sepi.

20.9K 1K 8
                                    


Mencari jodoh tak seindah di drama yang tabrakan langsung jatuh cinta. Kadang kita harus berjuang juga, agar dipertemukan dengan seseorang yang ditakdirkan-Nya menjadi jodoh kita.

***


Di sebuah rumah sederhana bercat hijau, seorang gadis berjilbab biru tengah duduk membaca buku tebal yang ada di depannya. Kacamata baca yang bertengger manis di hidung mancungnya melorot beberapa senti dari sana, sesekali ia menanggapi isi buku itu dengan senyum tipis.

"Kakak, waktunya makan oii..!!"

Teriakan seorang pemuda di ambang pintu kamar memecahkan konsentrasinya, gadis itu melirik malas kearah sang empunya suara. Merasa rutinitas membacanya sedikit terganggu.

"Nanti dulu," gadis itu kembali sibuk pada bukunya. Si pemuda berdecak sebal.

"Aku habiskan saja tumis kangkungnya, sudah habis nanti jangan nangis," pancingnya, kemudian ngibrit keluar dari kamar sebelum di amuk sang kakak karena terpancing oleh kalimatnya barusan.

Lelaki setengah baya itu geleng-geleng kepala melihat keributan yang terjadi di ruang makan mereka, kedua kakak beradik itu memang jarang akur.

"Sudah jangan ribut. Waktunya makan."

Kalimat sang ayah mampu membuat kedua orang itu menurut lantas menarik kursi dan mendudukinya, mulai menyendokan nasi ke dalam piring masing-masing. Menu yang terhidang sungguh sederhana hanya ada telur ceplok, tumis kangkung, serta tempe goreng yang menjadi menu makan malam keluarga kecil tersebut.

"Afifah."

Gadis yang barusan dipanggil oleh Ayahnya itu mendongak.

"Iya Ayah."

Husein berdehem sesaat sebelum melanjutkan, "bagaimana hari pertamamu mengajar di PAUD itu?"

Afifah mengunyah makanannya pelan, sebenarnya ia ingin bilang bahwa saat itu adalah hari yang buruk, benar-benar buruk. Belum lagi ia tak sengaja menumpahkan kopi pada baju seorang pria yang ia tabrak di kafe siang tadi. Benar-benar hari yang menakjubkan.

"Seru ayah.. Seru banget," jawabnya dengan senyum yang di paksakan.

"Kak Afi punya pacar, ya?" Alif nyeletuk ditengah obrolan mereka, kalimatnya barusan membuat semua yang ada di tempat itu menoleh kearahnya dengan ekspresi kaget.

"Pacar apaan, Lif? Ngaco kamu!" Afifah menatap sebal ke arah adiknya.

Alif mencibir, "yeee.. Tadi di depan kafe kakak sama abang-abang itu ngobrol, bercanda lagi. Siapa coba?"

Alif membuatnya kembali teringat dengan sosok lelaki berbadan tinggi yang ia tabrak tadi siang, ah. Rasanya malu sekali terlebih dengan ekspresi dingin lelaki itu di tambah dengan lelaki satunya lagi yang mulutnya lumayan ember, bikin kesel aja.

"Pacar apa?" Husein ikut menimpali, pasalnya Ayahnya itu sudah mewanti-wanti kedua anaknya agar menjauhi perbuatan yang dibenci Allah. Pacaran misalnya.

"Ngga ayah. Alif ngaco aja dia," Afifah sebal, ia kembali melanjutkan acara makannya dengan ekspresi datar.

"Dasar tukang ngadu. Tapi lumayan jika dia jodoh sama kak Afi." cibir Alif.

Husein mengambil gelas lalu meminumnya, perdebatan di ruang makan ini memang sudah biasa.
"Kalau kalian mau cari jodoh yang sesuai keinginan, silakan lakukan. Turuti semua keinginan nafsu dan hati, tapi jika ingin yang terbaik sesuai kehendak Allah, maka lakukanlah apa yang di sukai Allah."

Meja makan itu hening seketika, hanya suara sendok yang beradu dengan piring, makanan yang tersisa di sana masih banyak dan belum ada tanda-tanda dari kedua anak itu untuk menghabiskannya.

"Kewajiban kita adalah merapikan niat, memaksimalkan ikhtiyar, memanjangkan doa, dan menata ulang hati agar hanya Allah-lah tempat menampung harap. Dengan begitu, percayalah, dengan kun-fayakun-Nya Allah akan mempertemukan kau dengan jodoh terbaik, di tempat terbaik, dan... di waktu yang paling baik."

Yang terbaik tidak datang secara cepat. Melainkan datang di waktu yang tepat.

"Jangan bahas cinta-cintaan mulu, ayah. Aku geli dengernya." Alif nyeletuk. Dia paling bosen mendengar kalimat soal Cinta, baginya itu hanya sebuah fatamorgana.

Husein tersenyum lalu melanjutkan acara makannya yang tertunda. "Afi, apapun pekerjaan yang tengah kamu lakukan nanti jangan dikeluhkan, Allah sudah mengatur semuanya, yang perlu di perbanyak hanya rasa syukurnya."

Afi mengacungkan jempol ke arah sang ayah. Dia tidak boleh banyak mengeluh, dia punya Allah untuk di percayai.

***

Dua orang lelaki tengah berjalan di atas undakan teras masjid, usai melaksanakan shalat maghrib di masjid terdekat keduanya berencana untuk makan nasi padang, mengingat keduanya belum makan usai melakukan pengecekan di rumah sakit siang tadi.

"Lu bae aja, Yash?" Rafiq menegur, pasalnya ia melihat ekspresi wajah sahabatnya terlihat berbeda, Ayash memang dingin namun ia tidak pernah sejudes itu pada sahabatnya.

Ayash tersadar ia menoleh kemudian nyengir ganteng, "gak apa-apa, capek doang."

"Muka lo asem bener, abis di tolak apa gimana?"

Keduanya masih berjalan santai menuju rumah makan terdekat, Ayash sedang banyak pikiran namun ia sendiri tidak tahu apa yang membuatnya seperti itu.

"Wah, suasana malam ini cerah banget, banyak bintang-bintang," Ayash mendongak menatap langit malam kelam yang ditaburi ratusan Bintang, ah, apakah ada mata bidadari juga di sana yang menatapnya dengan penuh cinta.

"Gak konsisten yah lu, gak berpendirian mudah beralih," kata Rafiq karena pertanyaannya tadi tidak Ayash hiraukan.

"Apaan sih, emang gue lagi bahas bintang."

Rafiq tahu Ayash sedang menyembunyikan sesuatu, namun dia tak mau menanyakan lebih lanjut, Ayash kan orangnya tertutup meskipun Rafiq sahabatnya tetap saja ia merasa sungkan.

"Bintang kecil di langit yang biru~" Rafiq nyanyi, namun nyanyian itu seketika berubah karena tawa Ayash yang tiba-tiba saja pecah.

Rafiq menatap datar sahabatnya yang masih tertawa-tawa tanpa sebab. "Suaraku lucu yah?"

"Iya, imut." Ayash masih setia dengan tawanya, Rafiq jadi ngeri sendiri mendengar kejujuran Ayash barusan.

"Iya kecil, jangan di bahas. Gue belum tumbuh jakun, masih anak-anak muda."

"Hahahaha.. Astagfirullah." Ayash ngakak,

Rafiq yang dongkol lebih memilih berjalan lebih dulu meninggalkan Ayash yang stress, mood pria itu mudah berubah-ubah seperti bunglon. Rafiq hanya berharap semoga kegajean sahabatnya itu tidak menular padanya. Rafiq ngeri jika harus mengikuti ajaran sesat sahabatnya.

Dasar.

***

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Where stories live. Discover now