5. Rasa yang Hadir

16K 1K 5
                                    

***

Di luar sana hujan sudah berhenti, rinai hujan yang menari-nari itu telah pergi menyisakan cahaya senja dengan pelangi.

Setelah kejadian menegangkan di tengah guyuran hujan tadi, kini gadis itu tengah terbaring lemah. Wajahnya pucat dengan bibir yang sama pucatnya terlelap dengan damai selama beberapa jam, hingga akhirnya mata gadis itu terbuka perlahan, berusaha menyesuaikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam matanya.

"A-aku dimana..." ucapnya lirih, sembari menahan rasa sakit yang menjetak kepala begitu ia berusaha bangun.

Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan. Kamar yang cukup luas dengan banyak buku menyambutnya. Kamar yang sangat elegan dan terasa asing dimata gadis itu.

"Alhamdulilaah, udah sadar, Ummi." Anna tersenyum ketika melihat gadis itu membuka matanya dan menatap heran ke arah mereka.

Afifah pingsan di jalanan tadi begitu Ayash menyelamatkannya. Rasa takut yang luar biasa telah membuat separuh kesadaranya hilang, Ayash yang memeriksa gadis itu tadi ia bilang gadis itu demam, bahkan mungkin trauma dengan yang baru saja di alaminya tadi.

"Sa-saya dimana?" Afifah masih bertanya-tanya ketika kesadarannya mulai sedikit terkumpul.

Anna dan Umminya hanya bisa tersenyum. Aisyah lantas menggenggam jari jemari Afifah. Gadis itu tersentak karena takut.

"Jangan takut, kamu tadi pingsan di jalanan. Beruntung anak-anak ummi menolong, kamu istirahat saja ya, Nak"

Aisyah meraih gelas berisi air minum di atas nakas lalu perlahan dia mendekatkan gelas itu pada Afifah.

"Minum dulu."

Dan Afifah hanya menurut. Perlakuan keluarga Ayash sangat hangat sekali padanya, sampai-sampai ia merasa canggung sendiri.

Afifah menatap pergelangan tangannya yang di perban. Bekas cengkraman preman itu meninggalkan luka di pergelangan tanganya. Penjahat zaman sekarang memang tak pandang bulu, jangankan yang mengumbar aurat, yang berpenampilan Syar'i dan tertutup saja tidak lepas dari tindak kejahatan.

Afifah mendongak menatap sekelebat sosok lelaki yang berdiri di sebelah wanita paruh baya yang di panggil Ummi, pemuda itu terlihat melipat tangan di dada. Menampilkan ekspresi datar yang susah di baca.

"Kata Ayash kamu sakit, jangan pulang dulu."

"Tap ummi" Afifah berkata lembut. Ia hanya tak ingin merepotkan keluarga Ayash saja, memangnya ia siapa, pikirnya.

"Lagian ini sudah mau gelap, kalo kejadian lagi gimana?" itu suara Anna, gadis itu menyahut melihat Afifah yang meringis pelan.

"Tidak apa-apa."

Ayash menghela napas melihat drama para wanita yang ada didepannya.
"Jangan sok tegar, Neng. Tinggal bilang iya aja kok keras kepala gitu."

"Ayash!" Ummi Aisyah menepuk lengan Ayash keras. Bisa-bisanya putranya berkata tak sopan pada gadis di rumahnya itu.

Afifah tersenyum getir. Padahal baru beberapa hari ia bertemu Ayash, namun kini ia sudah dekat dengan keluarganya. Afifah tertunduk malu, ia bahkan tidur di atas springbed milik Ayash, berbalut selimut Ayash juga.

"Khayran insha Allah, Ummi" lirih Afifah.

***

Rintik-rintik air dari langit kembali turun dengan perlahan membasahi separuh jalanan di sekitar perumahan yang lenggang. Rintik-rintik itu berubah menjadi hujan lebat yang entah kapan akan berhenti mengguyur bumi padahal sore tadi hujan baru saja berhenti, ternyata dia masih belum puas untuk membasahi daratan bumi Allah ini.

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang