16. Harapan yang menutup.

13K 784 8
                                    


"Lu masih galau, bro?"

"Ganggu aja!" Ayash melengos ketika melihat Rafiq masuk kedalam kamarnya sembari menenteng sebuah buku.

"Ciee yang lagi galau karena targetnya di khitbah ikhwan lain. Udah jangan terlalu sedih mblo, dia harusnya yang lebih sedih karena kehilangan ikhwan sebaik kamu, lekas cari yang lain, dunia gak sesempit piring soto, kok."

"Sejak kapan soto pake piring?"

"Ceileh, cuma perumpamaan doang," jawab Rafiq datar.

Rafiq memang berada di rumah Ayash semenjak pulang dari RS, hujan masih belum berhenti juga sejak sore tadi, hujan lebat dengan petir bergemuruh di langit seakan langit turut menggambarkan perasaan Ayash, gerimis.

"Seterah!" timpal Ayash tiduran di ranjang empuknya sembari mengecek notif di ponsel tanpa memperdulikan sahabatnya.

"Ehem, gue lupa. Gara-gara ngomongin mantan setitik, rusak move on sebelanga."

Padahal Ayash sengaja melupakan kenyataan memuakkan itu. Kenyataan dimana Afifah sudah menjadi calon istri orang lain. Tapi Rafiq dengan tidak tahu dirinya membahas hal itu lagi, Ayash sendiri tahu diri, jika memang bukan jodoh ya apa boleh buat? Mundur lebih baik.

Ayash sendiri tak tahu mengapa ia bisa demikian, mengapa pilihannya harus jatuh pada gadis itu, gadis yang ia ketahui sangat ceria dan sedikit manja. Mungkin itulah yang menjadi daya tarik tersendiri. Hal itu yang membuat Ayash yakin bahwa Afifah pantas di perjuangkan. Namun, masihkah ia tetap ingin memperperjuangkan Afifah setelah mengetahui kenyataan bahwa Afifah sudah di lamar Faiz lebih dulu.

Ah, reality is painful!

"Heh, Yash" Rafiq mengubah posisi duduknya menjadi bersila seakan tengah memberikan Ayash wejangan,  "mungkin, suatu saat nanti, Allah akan ngirim seseorang untuk melengkapi masa depan lo, Allah gak pernah tega membiarkan hamba yang di sayangi-Nya bersedih cuma karena kehilangan. Lo cukup ikhlas dan nerima takdir-Nya, barangkali di kejadian ini Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik."

Ayash bersandar pada headboard ranjang. Pikirannya mengangkasa keluar sana, apa pantas dirinya galau cuma karena kehilangan sesuatu? Ah, kehilangan seseorang tidak bisa dibandingkan dengan perasaan game ataupun drama TV.

"Ambil sisi baiknya aja. Patah hati menjadikan lu pribadi yang lebih tegar. Meski benar, gak mudah untuk kembali percaya pada cinta setelah tersakiti. Lu hanya perlu sedikit waktu untuk menata hati. Dan bukan berarti lu harus menjauh ketika ada seseorang yang mendekat suatu saat nanti."

Ayash hanya menghela napas pelan. Ia memainkan ponselnya dengan absurd sembari menyimak perkataan sahabatnya dalam diam. Kejadian ini sungguh merobohkan dinding harapan di hati Ayash, padahal pada dasarnya ia memang sudah kehilangan semua harapannya.

"Merelakan yang pergi tak semudah menerima yang datang. Betulkah itu? Ada yang bilang, pertemuan adalah gerbang perpisahan. Atau, setiap orang yang bertemu, memang akan ditakdirkan untuk berpisah. Memang menyakitkan," kata Ayash, "semua ini tak melulu harus soal Cinta apalagi wanita. Hidup gue terlalu berharga untuk menangisi sesuatu yang tak bisa di raih, seperti kata lo. Allah gak bakalan tega  membiarkan hamba-Nya sedih, ya gue selalu percaya takdir-Nya selalu baik. Karena sejatinya berharap hanya pada-Nya."

Ayash sih terlihat santai di mata Rafiq, namun dari hati, ah, tak ada yang tahu.

Rafiq ngangguk setuju.
"Karena Pada akhirnya, kita hanya akan bahagia dengan ia yang dibutuhkan, bukan sekedar yang diinginkan. Pun pada endingnya, kita hanya akan nyaman dengan ia yang dipercaya, bukan sebatas yang dicinta."

Mencintai tanpa bisa memiliki itu bukan sebuah pilihan. Menempuh jalan panjang tanpanya hanya membuat raga tanpa nyawa. Bertahan dalam kesendirian tanpa bisa mengungkapkan. Tapi takdirnya memang sudah begitu, maka mau sekuat apapun berusaha jika memang bukan untuknya semua takkan kembali padanya.

"Makanya, dek Ayash. Mencari atau menanti? Laki-laki mencari, wanita menanti. Kalo emang jodoh, ntar calon istri lo juga pasti balik sama lo lagi."

Calon istri katanya?
Rafiq minta di kasih hadiah nih. Bisa aja bikin Ayash seneng.

"Dasar," Ayash menyangkal, tapi dia senyum juga.

Rafiq yang melihat hal itu ikut ketawa, "jadi gimana ni? Lo masih pengen perjuangin ntuh cewek?"

"Jodoh adalah urusan Allah, Fiq. Udahlah jangan di bahas. Mau sekuat apapun usaha gue, kalo emang bukan jodoh gue. Gue bisa apa? Meratapi kekalahan? Ini bukan saatnya galau soal gituan."

Tidak ada yang menarik dalam kisah Cinta Ayash. Karena Ayash adalah sosok lelaki yang ketika perasaannya tidak sampai atau mendapat penolakan. Maka dia lupakan hal itu lalu kembali menyibukkan diri berikhtiar menjemput jodohnya.

Hal itu yang membuat Rafiq gemas sendiri. Ia mengusap wajahnya kasar. Ia akui sahabatnya yang egois ini memang merepotkan, namun sahabatnya yang berada dalam mode galau jauh lebih menyebalkan.

Untung Rafiq adalah tipe cowok penyabar tingkat dewa, Kalau nggak, Ayash udah Rafiq semprot pake pestisida.

"Yaudah, orang ganteng itu kalem. Lo kan idola para akhwat, secara lu itu ganteng kayak gue, lu manis kayak gue. Pokonya lu yang terbaik kayak gue."

"Deuh, entah mengapa gue malah merinding dengernya, horror kayak lu mah," Ayash tertawa.

Bawelnya perempuan itu kan fitrah. Nah kalau Rafiq? Gak beda sama perempuan diamah bawelnya. Makanya Ayash suka ngakak kalau melihat kebawelan Rafiq sembari menirukan gaya Umminya ketika berbicara.

"Malah ketawa. Gue serius ini, Yash!" Rafiq mendengus sebal di tertawakan.

"Yee gimana sih? Lu bilang tadi jangan galau. Ah, hoax lu!" jawab Ayash di sela-sela tawanya.

Kepala Ayash kena toyor, pelakunya Rafiq lagi, "abis lu rese, Yash! sini lu gue tinju. Lu lempar batu gue lempar bunga."

"Kok bunga?"

"Sama potnya."

Ayash menahan tawanya susah payah. Ayash kalau nyengir doang aja ganteng, apalagi kalo terbahak gitu, warbyasah!

Ayash menghentikan tawanya kemudian berubah serius. "Yaudah gue senyum nih, nih. Yak, hepi?"

Rafiq nyengir dalam diam, mau bikin Ayash ketawa tuh gitu. Kudu debat dulu, Rafiq paling gak suka liat sahabatnya itu pasang muka bete, asem banget katanya.

"Fiq, lu bikin minuman gih, gue mau bikin makanan. Lu laper gak?" Ayash bangkit dari posisi duduknya, sepasang kakinya menjejak lantai.

"Tapi lu harus janji jangan galau lagi, gue capek ngelawaq di depan lau!" kata Rafiq, membuat lemparan bantal sukses mengenai kepalanya.

Ayash menatap tajam sahabatnya itu. Rafiq menyerah ia tak mau membuat kegalauan Ayash balik lagi, Rafiq mengangkat kedua tangan di udara.

"Oke, oke. Jangan marah, bos." Rafiq bangkit dari duduknya, "Gue tambahin lah. Mau dicampur apa? Sianida, formalin, boraks, racun tikus, sabun cair, pestisida. Lu mau yang mana?"

"Baygon!"

Dan Rafiq langsung ngibrit keluar kamar sebelum timpukan laptop mengenai kepalanya.

***

Sahabat tuh begitu~ 😎

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Where stories live. Discover now