Move On?

1.2K 196 31
                                    

Yeah, I'm gonna have to move on
Before we meet again
Yeah, it's hard
If you had've only seen

(Move On, JET)

--------------------------------------

"Maaf," gumamku merasa tidak enak pada Jihoon yang saat ini tengah berjalan di sampingku menuju ruang kelas musik instrumental. "Karena aku..."

"Kau tidak perlu meminta maaf," tukas Jihoon memotong ucapanku yang menggantung. "Kau tahu sendiri kalau menjadi pusat perhatian seperti ini juga lumayan sering terjadi padaku. Tenang saja, aku sudah cukup mahir dalam mengabaikan tatapan-tatapan mereka."

Meskipun Jihoon berkata seperti itu, tetap saja aku merasa tidak enak padanya. Karena bersamaku dia ikut menjadi pusat perhatian sejak kami sarapan di kafetaria asrama tadi, sampai dengan saat ini ketika kami tengah berjalan di koridor kampus. Mahasiswa Iris Art University yang kebetulan berpapasan denganku kembali menatapku seperti saat pertama kali kepindahanku ke sini, tidak lupa diikuti juga dengan suara bisik-bisik mereka.

Aku menghela napas lega ketika aku dan Jihoon sampai di kelas musik instrumental. Segera kami menaiki tangga menuju tempat duduk paling belakang, tempat duduk langganan kami selama satu semester di kelas ini.

Seharusnya aku sudah terbiasa dengan tatapan-tatapan yang aku dapat, apalagi dengan aku yang sudah sering menjadi pusat perhatian. Hanya saja mendapati siapapun teman yang kebetulan bersamaku mendapatkan tatapan yang sama denganku, yang mungkin saja membuatnya menjadi tidak nyaman, membuatku merasa terganggu dan tidak enak karenanya.

"Moodku benar-benar menjadi buruk," gerutuku sambil menempelkan keningku di atas meja. "Sial!"

"Mereka hanya tertarik karena kau tiba-tiba muncul dengan penampilan baru," sahut Jihoon. "Nanti kalau potongan rambut pendek barumu sudah sedikit kadaluarsa, mereka pasti dengan sendirinya akan bosan menatapmu seperti tadi."

Tsk!

Ucapan Jihoon sama seperti yang dia katakan padaku ketika kami pertama kali saling berbicara dan berangkat bersama ke kampus. Memang tidak persis, tetapi tetap memiliki makna yang sama.

Apa Jihoon tidak bisa menemukan cara lain untuk menghiburku?

Benar-benar tidak kreatif.

"Sudah dua hari dan mereka masih menatapku seperti itu," menggantikan keningku, kali ini kutempelkan pipi kananku di atas meja, membuat posisi kepalaku menjadi miring dan menatap langsung ke arah Jihoon yang saat ini tengah fokus menatap layar ponselnya. "Dan sampai kapan aku harus menunggu potongan rambutku menjadi kadaluarsa di mata mereka?"

"Mungkin satu minggu?" Jihoon mengangkat pundaknya tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya dari layar ponsel di tangannya. "Entahlah. Aku tidak tahu pasti."

Satu minggu?

Selama itu?

"Sial!" Aku kembali menggerutu dengan pelan.

"Mungkin bisa membuat moodmu menjadi lebih baik, aku akan mengatakan bahwa potongan rambut pendek itu sangat cocok untukmu."

Aloh-alih ucapan terima kasih, aku memutar bola mataku sebagai reaksi atas perkataan Jihoon barusan. Hanya seorang Lee Jihoon yang bisa mengucapkan sebuah pujian dengan nada datar dan sikap tak acuh seperti sekarang ini. Bahkan Jihoon tidak menatapku ketika memujiku.

Aku dan Jihoon kemudian sama-sama terdiam. Dalam kebisuan dia begitu fokus pada ponsel yang entah kenapa begitu menyita perhatiannya, sementara aku masih meletakkan pipi kananku di atas meja sambil menatap wajahnya tanpa benar-benar memperhatikannya.

Bunga Iris dan TakdirWhere stories live. Discover now