Mengobatiku?

1.4K 226 25
                                    

Oh, angels sent from up above
You know you make my world light
When I was down, when I was hurt
You came to lift me up.

(Hymn For The Weekend, Coldplay)

----------------------------------------

"Terima kasih Paman Han!" seruku sebelum akhirnya mengikuti Seungcheol yang terlebih dulu turun dari kursi penumpang belakang mobil Paman Han.

Aku berdiri di samping Seungcheol tepat ketika Paman Han menurunkan kaca pintu depan mobilnya dan menyerahkan kantong-kantong belanjaan, yang telah aku lupakan keberadaannya, termasuk sebuah kotak yang berisi cheese cake dan muffin.

"Jeonghan, jangan terlalu banyak membuat masalah di sini dan membuat kakekmu mencemaskanmu. Dia sudah terlalu tua untuk melakukannya," Paman Han menasihatiku. "Jaga dirimu baik-baik. Kalau ada sesuatu yang menyulitkanmu di sini, segera hubungi Paman."

"Iya Paman, maaf karena sudah merepotkan Paman."

Paman Han mengangguk ke arahku dan Seungcheol. "Paman pergi dulu. Sekali lagi senang bertemu denganmu Seungcheol."

"Senang juga bertemu dengan Paman Han," Seungcheol membungkukkan badan untuk memberikan salam perpisahan. "Hati-hati di jalan."

Mobil paman Han melaju meninggalkan area asrama. Tepat setelah mobil Paman Han menghilang dari pandangan, Seungcheol mengambil alih sebagian besar kantong belanjaanku

"Aku bisa membawanya sendiri," protesku. Meskipun begitu aku tetap menyerahkan kantong-kantong belanjaanku padanya dan mengikutinya memasuki gedung asrama. "Kau tidak menceritakan apapun kepada penghuni asrama yang lain bukan?"

"Aku tidak sempat melakukannya," sahut Seungcheol. "Panggilan telepon darimu jelas-jelas membuatku panik dan tidak bisa memikirkan hal lain kecuali cara tercepat untuk sampai ke kantor polisi."

"Maafkan aku," ucapku pelan, benar-benar menyesal. "Seharusnya aku tidak perlu meneleponmu dan membuatmu panik."

Aku mengernyit bingung dan berhenti ketika dengan tiba-tiba Seungcheol menghentikan langkahnya di tengah undakan tangga menuju lantai dua.

"Jeonghan, kalau kau melakukan itu, aku akan benar-benar marah padamu."

Baiklah, sudah kuduga.

Seungcheol menghela napas setelah melihatku hanya membisu. "Lebih baik kita segera ke kamar, dan kemudian aku bisa mengobati luka-lukamu."

"Tidak perlu," tolakku sambil kembali menaiki undakan demi undakan tangga yang tersisa bersama Seungcheol. "Luka-lukanya tidak begitu parah."

"Bisakah sekali saja kau diam dan tidak membantahku?" Seungcheol menggerutu pelan. "Kalau aku bilang akan mengobati lukamu, itu berarti aku akan melakunya."

"Dan kalau aku bilang tidak perlu, berarti tidak perlu."

Seungcheol hanya diam tidak meresponku dan melirikku dengan jengkel. Aku tahu Seungcheol keras kepala, tapi aku juga bisa sangat keras kepala.

Kenapa urusan mengobati lukaku malah menjadi seperti kompetisi 'siapa yang paling keras kepala' di antara kami?

"Masuklah!" perintah Seungcheol ketika kami sudah sampai di depan kamar. Dia membukakan pintu untukku.

Tanpa protes aku menurut dan melangkahkan kakiku memasuki kamar. Aku letakkan barang belanjaanku di atas meja kemudian duduk di atas tempat tidurku.

Sementara itu setelah kembali menutup pintu kamar, Seungcheol mengikutiku meletakkan kantong-kantong belanjaan yang dibawanya di atas mejaku. Dia kemudian menuju mejanya untuk mengeluarkan sebuah kotak, yang aku duga adalah kotak obatnya, dari dalam laci sebelum akhirnya mengambil duduk tepat di sampingku.

Bunga Iris dan TakdirHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin