5. Pria Tak Bersalah

45.3K 2.4K 7
                                    

"Kamu... bukankah kamu yang sudah menabrak mobil Arika?"

Hah? Apa? Apa maksud Raffa?

"Kamu pria yang membuat Arika meninggal."

Aku merasa pusing seketika. Rasanya tak percaya apa yang aku dengar barusan. Jason... pria yang menabrak Kakak?

"Benarkah itu, Pak?" tanyaku dengan suara gemetar.

Raffa langsung memeluk bahuku. Jason hanya diam dengan wajah sulit ditebak.

"Ya, saya ingat. Saya pernah menabrak mobil seorang wanita bernama Arika dan wanita itu meninggal tapi saya tidak."

Aku menutup mulutku, ingin segera menumpahkan air mataku tapi... aku benar-benar tak menyangka.

"Saya sudah meminta maaf kepada keluarga kalian. Itu bukan hanya salah saya. Kami sama-sama bersalah tapi sayangnya wanita itu meninggal dan saya hanya mengalami koma." Jason masih dengan nada datarnya.

"Heh, walaupun kalian sama bersalahnya tetapi calon istriku meninggal, sedangkan kamu tidak. Apa kamu memikirkan itu!? Arika akan menikah denganku keesokan harinya setelah kecelakaan itu, kamu tidak tahu kamu sudah menghancurkan seseorang!" Raffa berteriak marah sambil mencengkram kerah jas Jason.

Aku menekan dadaku yang sesak. Air mataku sudah tak bisa ku tahan. Ini benar-benar menyakitkan. Bosku selama ini adalah orang yang sudah membuat Kakak meninggal dan satu kenyataan yang membuat perasaanku hancur.

Raffa... Raffa sangat terluka dan begitu terlihat bahwa dia masih mencintai Kakak. Aku sakit, aku kira semuanya sudah ada kemajuan namun aku salah. Aku tidak ada di hatinya. Aku hanya seorang istri yang menggantikan, aku bukan istri yang sebenarnya.

Aku terduduk di lantai rumah sakit yang dingin. Kepalaku terasa berdenyut dan pandanganku bergerak tak tentu arah. Dadaku sesak. Aku menarik baju Raffa dengan lemas. Sayup-sayup aku mendengar sebuah teriakan.

-

Bau ruangan yang tidak pernah aku suka menusuk kedalam hidungku. Aku tahu aku sedang berada di ranjang rumah sakit sekarang. Raffa mengatakan kalau aku pingsan.

Aku mencari keberadaan Jason, namun tak menemukannya di dalam kamar ini.

"Kamu mencari bosmu?" tanya Raffa.

Aku ingin memeluknya dan menangis disana tapi memikirkan bahwa di hatinya masih ada Kakak, aku tidak ingin menyakiti diriku sendiri.

"Tidak," ucapku berbohong.

"Minumlah." Raffa menyodorkanku segelas air.

Aku langsung menghabiskannya dan berniat beranjak dari ranjang.

"Mau kemana? Kamu masih lemas. Istrihatlah dulu." Raffa mencegahku turun.

"Aku mau kembali ke kantor. Nanti bosku marah," kilahku. Padahal jelas aku ingin menjauhinya agar hatiku tak bertambah sakit.

"Aku sudah bilang pada bosmu untuk izin rehat dulu. Biar aku antar kamu pulang."

"Nggak apa, Mas. Aku bisa pulang dengan taksi.

Raffa mencengkram tanganku. Membuatku berjengit sakit.

"Kamu kenapa jadi keras kepala begini? Menurutlah pada suamimu."

Aku terdiam mendengar kata "suami" dengan penekanan darinya. Dia mendudukkanku di tepi ranjang.

"Kamu perlu istirahat. Biar aku yang antar kamu pulang dan jangan membantah. Aku ini suamimu, sudah kewajibanku mengurus istriku sendiri," ujarnya dengan tegas.

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang