12. Calon Pacar

41.4K 2.1K 26
                                    

Waktu berlalu dengan cepat. Pekerjaan yang menumpuk, rumah yang berantakan karena kami bercinta di mana-mana, jalanan yang macet. Entah kenapa semua itu membuatku penat dan ingin muntah.

Sekarang, di sinilah aku. Dirumah mewah yang dibeli Raffa. Setelah pulang dari Gorontalo, aku dikejutkan dengan hadiah paling besar darinya. Tentu aku senang karena ini sebagai tanda bahwa kami telah memulai yang baru bersama-sama mulai sekarang.

Aku merebahkan diri ke kasur, lelah setelah bekerja sampai malam alias lembur. Jason benar-benar mengerjaiku. Hubungan kami sudah semestinya sekarang, yaitu hubungan bos dan karyawan. Jason sudah berbaikan dengan Raffa. Hanya aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Tian semenjak saat itu.

Ketiga pria yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupku, aku tak pernah memikirkan itu sebelumnya. Tapi yang terpenting sekarang Raffa adalah pria yang paling aku cintai, tidak ada yang lain aku inginkan.

Pintu kamar terbuka, memperlihatkan wajah Raffa yang lelah sehabis dari rumah sakit. Dia sama denganku pulang begitu larut. Sekarang sudah jam 11 malam, aku ingin segera tidur.

"Lembur lagi?" tanyanya. Raffa menguap, aku ikut menguap. Memang menguap itu menular ya.

"Hm. Ada operasi ya?" Jika Raffa pulang larut, itu artinya ada operasi yang di lakukannya.

"Iya."

Aku tak lagi canggung dan malu-malu sekarang, begitupun dia. Padahal kami baru menikah satu tahun. Yah... satu tahun sudah berlalu.

Kami jarang bermasalah, kecuali hal-hal kecil seperti keuangan rumah tangga dan pekerjaan. Raffa sering mengeluh karena aku sering lembur. Dia bilang aku harusnya tidak terlalu fokus ke pekerjaan karena aku adalah seorang istri yang nanti akan mengurus anak.

Mau bagaimana lagi, aku ingin bekerja. Aku bosan di rumah. Apalagi aku belum hamil. Aku tahu Raffa ingin anak, aku juga tentunya. Hanya menunggu dan berusaha. Semoga cepat saja.

-

Hari ini aku berniat pergi ke rumah sakit, ingin mengecek apa aku baik-baik saja. Kami sudah berusaha tapi masih belum ada tanda aku akan segera hamil.

Aku pergi ke rumah sakit Raffa dan mungkin disini tidak akan ada yang mengenalku sebagai istri direktur. Kami sama-sama sibuk dan tidak ada waktu untuk memperkenalkan ke teman-teman.

Setelah mendaftar antrean, aku duduk menunggu. Oh ya, ruang direktur dimana ya? Aku sungguh tidak tahu dimana ruangan Raffa. Apa di lantai paling atas ya?

"Permisi, Mbak. Ruangan direktur rumah sakit ini di lantai berapa ya?" tanyaku pada perawat.

Dia melihatku dengan tatapan tidak suka. Ini orang kenapa sih? Apa matanya sedang sakit?

"Maaf, Bu tapi anda siapa ya? Kenapa bertanya ruangan direktur rumah sakit kami?" tanyanya sinis.

Astaga, perawat ini menyebalkan sekali. Rasanya aku ingin menyuruh Raffa memecatnya. Sungguh tidak sopan.

"Apa saya salah jika hanya bertanya? Bukankah itu adalah hak saya? Lagipula anda ini cuma karyawan di sini. Kenapa tidak sopan dengan pasien?" Aku balas memandangnya keji.

Dia terdiam. Kelihatan salah tingkah, lalu pergi tanpa mengatakan apa-apa. Aku tidak percaya Raffa memperkerjakan orang sepertinya. Tapi, Raffa tidak mungkin juga tahu siapa saja dan bagaimana karyawannya secara langsung kan? Ah, mood ku hancur.

Keluar dari ruangan dokter yang memeriksaku, aku cukup lega karena dokter bilang tidak ada masalah dengan reproduksiku. Aku belum hamil mungkin karena pembuahan yang gagal. Aku harus menunggu lebih sabar lagi. Lagipula aku masih ingin bekerja dan bergerak bebas sebelum aku membawa bayi di dalam perutku.

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang