13. Keposesifan

36K 2K 19
                                    

"Dia Nevara, dokter baru disini dan teman SMA ku dulu."

Oh, jadi namanya Nevara? Namanya bagus, tapi tidak seperti orangnya. Aku masih memandangnya kesal. Enak saja di mengaku sebagai calon pacar suamiku.

Tak lama dari perseteruan kami di depan ruang Raffa, si punya rumah sakit pun keluar dan bingung melihat kami berdua di depan pintu. Dan tanpa basa basi Raffa langsung memperkenalkan kami berdua.

"Neva, ini istriku, Tissa."

Aku menoleh ke arah Raffa yang seketika merangkulku. Raffa tersenyum ke arah Nevara. Aku mengikuti pandangannya. Wajah sombong Nevara sekarang tergantikan dengan raut terkejut. Haha, rasakan itu. Apa kamu masih ingin mengaku-ngaku? Dasar perempuan tak tahu diri.

"Oh, bu-bukannya pacar kamu-"

"Dia adalah istriku," potong Raffa.

Ku rasa barusan Nevara ingin mengatakan bahwa dulu Raffa bukannya berpacaran denganku, melainkan Kakak. Tapi Raffa langsung memotongnya. Raffa... tidak memikirkan Kakak lagi kan?

"Ah, begitu ya. Baiklah, aku hanya ingin berbincang sesuatu sama kamu. Kalau kamu sibuk sekarang, aku pamit dulu."

Nevara langsung berlalu dan Raffa membawaku ke dalam ruangannya. Raffa masih diam. Menuntunku duduk di sofa.

"Wanita tadi..."

"Kenapa?"

Aku melihat ke dalam manik mata Raffa. Menelik setiap sisinya. Hanya ada diriku. Kenapa aku jadi merasa takut begini? Wajar kalau Raffa tidak ingin membicarakan hal yang menyangkut Kakak lagi. Tapi sepertinya ini bukan tentang Kakak. Melainkan Nevara.

Kenapa dia bertanya seperti itu? Yah, mungkin saja dia memang pernah bertemu Kakak sebelumnya dan tentang perkataannya... calon pacar Raffa. Jadi saat Raffa masih berpacaran dengan Kakak, Nevara sudah menyukai Raffa?

"Mas, Nevara itu sudah berapa lama temenan sama kamu?" tanyaku pada Raffa yang dari tadi melamun.

"Hm? Sekitar 13 tahun mungkin. Kenapa?"

"Jadi, Mas selama ini berhubungan terus sama dia?"

Raffa menaikkan sebelah alisnya. "Sayangku ini mikir apa sih? Cemburu ya?" Ia menyeringai.

"Mas, aku serius." Aku memasang wajah sebal.

"Iya deh. Mas nggak berhubungan kok sama dia. Ketemu juga cuma pas reuni 3 tahun sekali. Nah baru-baru ini dia jadi dokter psikolog disini."

"Terus, dia kenal sama Kakak?" tanyaku tak sabar. Ekspresi Raffa seketika berubah. Raffa mengubah posisi duduknya.

"Mas pernah ajak ke reuni. Jadi dia kenal."

Aku tidak bertanya lagi. Sebaiknya aku tidak ikut campur dalam urusan masa lalu Kakak dan Raffa. Aku tidak mau Raffa jadi memikirkan Kakak lagi. Kami sudah dalam hidup yang baru sekarang.

-

Setelah makan siang bersama rekan-rekan Raffa, aku kembali lagi ke ruangan Raffa. Saat makan tadi, banyak dokter wanita yang memujiku dan mengatakan aku pantas untuk Raffa. Namun banyak juga yang berbisik di belakangku.

Aku merasa tidak nyaman karena terdengar olehku mereka menyebutkan bahwa aku merebut Raffa dari pacarnya dulu. Hatiku terasa ngilu. Sungguh aku tidak ingin menjadi penghancur hubungan orang lain. Aku tidak merebut siapa-siapa. Ingin rasanya aku berteriak seperti itu kepada mereka.

Posisiku tidak nyaman sekali. Tapi karena aku duduk di samping Raffa, walaupun dia sibuk dengan dokter pria lain, dia tetap memperhatikan aku. Mungkin dia juga sedikit mendengar perkataan dokter wanita yang tak menyukaiku, salah satunya Nevara.

After The WeddingWhere stories live. Discover now