16. Kedatangan Badai

33.5K 1.8K 36
                                    

Kemarin adalah hari terindah bagi ku, bagi Raffa juga tentunya. Pagi dimana Raffa memeriksaku dan mengatakan aku hamil, siangnya kami langsung ke rumah sakit dan aku di periksa oleh teman Raffa, dokter Giana.

Kami diberi tahukan bahwa aku memang hamil dan sudah masuk minggu ketiga. Aku menangis saat melihat setitik kecil janin di perutku. Rasanya aku tidak sabar lagi menunggu kelahirannya walaupun masih ada 9 bulan lagi.

Aku sudah menelepon keluargaku mengenai kabar menyenangkan ini. Semuanya mengucapkan syukur dan ikut berbahagia, terlebih Mama. Mama menangis saat aku meneleponnya. Beliau mengatakan ia sangat bersyukur karena pernikahanku membuahkan hasil.

Di pikir-pikir memang aku sudah tidak bertemu mereka lagi. Aku hanya menelepon dan menanyakan kabar mereka satu bulan dua kali.

Raffa juga sudah mengabari keluarganya. Wajah cerah Raffa tidak luntur sedari kemarin siang. Mama dan Papa mertuaku mengucapkan selamat padaku dan berpesan untuk terus menjaga diri dan calon anak kami.

Hari ini Raffa menemaniku pergi ke mall. Aku sedang ingin berbelanja, kata nya hasrat seorang bumil alias ngidam. Dan sekarang aku sudah berada di mobil bersamanya. Jalanan cukup ramai karena hari ini minggu.

"Kok pengen makan sushi ya," gumamku.

Aku tadi melihat resto makanan jepang di pinggir jalan. Raffa diam saja. Aku menoleh padanya dengan kesal.

"Kok Mas diem aja?" tanyaku.

"Hmm." Dia masih fokus pada jalanan tak memperdulikan aku.

"Iih, Mas nyebelin. Malah diem aja. Aku mau makan sushi," seruku lebih keras. Aku melipat kedua tangan di depan dada.

"Udah lewat, Sayang. Masa harus putar balik?"

"Nggak mau tahu, aku mau makan sushi. Sekarang," kata ku dengan penekanan.

Raffa melirik padaku. "Katanya mau belanja ke mall? Nanti kita cari sehabis dari mall aja."

Aku semakin memasamkan wajahku. Dia menyentuh pipiku dengan jarinya.

"Muka nggak usah di tekuk gitu. Nggak cantik lagi."

"Apa kamu bilang? Nggak cantik? Oh jadi maksudnya karena aku nggak cantik lagi, Mas mau nikah sama orang lain? Nevara hm?" tukas ku dengan wajah menantang.

Dia hanya diam tanpa melihatku. Aku semakin sebal. Dia malah mencueki ku. Tiba-tiba aku merasa mataku memanas. Dadaku sesak seperti di tekan benda berat.

"Lho, lho, kenapa malah nangis? Tissa, ada yang sakit?"

Aku menggeleng. Aku tidak tahu kenapa aku menangis. Emosi ku sedang tidak stabil hari ini. Tapi dia malah membuatku kesal.

"Maaf, deh. Kita putar balik sekarang."

Tangis ku langsung berhenti. Aku tersenyum lebar padanya. Dia ikut tersenyum dan menggenggam tanganku. Aku senang dia mengerti apa mau ku seperti ini. Sedikit egois memang, tapi aku harap dia akan seperti ini seterusnya.

-

Hari ini aku pergi ke rumah sakit membawa bekal makan siang untuk Raffa. Aku sengaja membawa mobil karena aku ingin bertemu salah satu teman kuliah ku dulu yang sedang liburan ke Jogja.

Sampai di sana aku di sapa para perawat yang melintas. Mereka sekarang lebih sopan dari kemarin-kemarin, mungkin karena sudah tahu aku adalah istri Raffa.

Tiba di depan ruang Raffa, saat aku ingin membuka pintu, pintu juga ikut terbuka dari dalam. Sosok Nevara yang tengah membawa beberapa map di tangannya. Dia sedikit terkejut melihatku dan aku juga ikut terkejut.

After The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang