Part VI

9.3K 613 0
                                    

Happy reading!^^

*****
BRIAN

Malam ini aku memutuskan Vano, head-chefku di cabang Bali, untuk mengurus menu makan malam. Entah mengapa badanku terasa sangat lelah. Mungkin karena begitu sampai di Bali aku langsung bekerja, lalu pernikahan Vica, kerja lagi. Dan sekarang badanku seperti mau remuk. Sial.

Aku merengangkan badan sambil berjalan menuju lift. Mungkin besok aku akan menyerahkan restaurant ke Vano kembali, karena memang Vano yang mengurus restaurant ku di Bali. Dan aku bisa menikmati Bali, mungkin berjalan-jalan di pantai sampai malam. Aku keluar dari lift dan melihat Devon sedang di depan pintu kamar Sarah. Kenapa dia? Di usir Sarah?

"Pon, lo kenapa?" tanyaku setelah di sampingnya.

Devon berdecih lalu menjawab, "tuh si Sarah, dia bilang mau girls time. Padahal kan kalau gue di dalem juga nggak akan ganggu mereka."

Aku berjalan menuju kamarku, membuka pintu dengan keycard. Aku melirik Devon yang mengikutiku masuk ke kamar.

Aku melepas sepatu lalu bertanya padanya, "lo ngapain di sini?"

"Trus gue di mana lagi? Lo ngusir gue juga? Lo jahat." Devon berjalan ke sofa mendahuluiku. Aku menyusul Devon tidak lama kemudian.

"Tumben lo udah pulang jam segini." tanyanya

"Capek gue. Badan gue kayaknya butuh di pijat deh." jawabku

Devon menyeringai, "Lo mau gue panggilin tukang pijat?"

Aku menatapnya curiga, "siapa? Laki atau perempuan?"

"Perempuan. Lo mau nggak? Dia lagi di kamar Sarah sekarang." jawabnya

Di kamar Sarah? Pantesan Devon di suruh keluar orang girls time mereka kali ini mau massage.

"Boleh. Jangan yang genit tapi." balasku tanpa rasa curiga.

Devon tertawa dengan keras. Aku menatapnya bingung, dia kenapa? Emang perkataanku ada yang lucu?

"Are you crazy?" cibirku padanya.

Devon berhenti tertawa lalu berdeham, "gue yakin bukan dia yang genit. Tapi lo yang genit sama tukang pijatnya."

Aku mendengus lalu memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.

*****

"Sarah belum selesai juga?" tanyaku padanya.

Kami menonton film action yang sedang di tayangkan di televisi. Kalau aku tidak salah film ini di tayangkan di bioskop setahun yang lalu dan aku sudah menontonnya.

"Mau ngapain emang lo nanya-nanya Sarah?" tanyanya curiga. Apakah Devon jadi bodoh sekarang?

"Lo bilang tadi ada tukang pijat di kamar Sarah, lo bener apa bohong sih!" kataku lalu menatapnya tajam.

"Bener. Coba gue liat dulu ke sana." Devon berjalan menuju pintu kamar.

"Kalau udah selesai suruh cepetan ke sini, pon." suruhku padanya

"Iya Louise." balas Devon kesal. Pintu tidak di tutup rapat olehnya.

Semoga saja tukang pijatnya tidak yang aneh-aneh. Seperti misalnya genit atau bisa-bisa waria? Sial semoga tidak tuhan. Sebenarnya aku bisa ke tempat spa, tapi aku terlalu malas untuk berjalan ke sananya. Aku menutup mataku sebentar.

"Bray, tukang pijatnya lagi jalan ke sini. Gue balik ke kamar ya. Enjoy." Entah mengapa aku tahu bahwa sekarang Devon sedang menyeringai. Apa benar tukang pijatnya waria? Eh tapi kalau waria Devon sudah kabur duluan, karena dulu dia pernah di kejar waria waktu masih kecil.

Aku membuka mataku lalu melirik ke arah pintu, melihat Devon sedang berbicara dengan seseorang.

Aku berdiri bermaksud untuk merapikan tempat tidurku ketika seseorang masuk ke kamarku. Aku kaget melihatnya. Demi? Ternyata dia juga sama kagetnya melihatku.

"Kamu mau ketemu aku?" tanyanya

"Lo tukang pijat?" tanyaku balik

"Hah?"

Kami sama-sama saling terpaku. Dan aku menyadari sesuatu. 'Devon brengsek!' umpatku dalam hati

"Kamu tukang pijat?" tanyaku untuk memastikan.

"Bukan." jawabnya kaku.

Ternyata benar, Dedep sialan mengerjaiku. Liat saja nanti, Dep.

"Terus kamu ngapain di kamar Sarah?" tanyaku ingin tahu.

"Emm girls time?"

"Ada tukang pijat di sana? Atau kalian manggil pelayanan spa ke kamar?" tanyaku "ah duduk sini." lanjutku.

Aku kembali duduk di sofa dan Demi duduk tidak jauh dariku.

"Engga ada tukang pijat atau spa di sana." jawabnya

"Devon bilang apa sama kamu?"

"Dia bilang ada yang mau ketemu sama aku." katanya

"Dan kamu percaya gitu aja?" Aku menatapnya tidak percaya. Apa dia bodoh? Mengapa dia bisa langsung percaya gitu saja dengan orang lain? Bagaimana kalau ternyata itu orang lain yang brengsek? Demi tuhan, ini hotel! Tidak ada yang bisa menolongnya.

"Katanya Devon, temannya ada yang mau ketemu." balasnya gugup.

Aku mendengus mendengar jawabannya. Apakah dia tidak tahu? Semua teman Devon yang berarti kami semua adalah orang brengsek? Kecuali Vica tentu saja.

"Kamu ngapain mau ketemu aku?" tanyanya kaku

"Aku nyari tukang pijat, bukan kamu. Devon bilang kalian lagi girls time dengan manggil tukang pijat." jelasku

Dia mengangguk mengerti, "kamu butuh tukang pijat?"

"Menurut lo? Kalau nyari berarti butuh apa engga?" jawabku ketus.

Aku yakin bahwa dia benar-benar bodoh sekarang. Buat apa aku nyari tukang pijat jika tidak butuh? Aku meliriknya yang berdiri dari sofa.

"Emm aku pulang dulu. Lee pasti sudah pulang." ujarnya menatapku

"Siapa Lee?" Apakah dia sudah mempunyai pacar? Aku melihatnya menegang. Ada apa dengannya?

"Permisi." Dengan terburu-buru Demi pergi dari kamar meninggalkan ku yang sedang berfikir. Siapa Lee? Mengapa dia gugup seperti itu ketika kutanya tentang Lee? Sial aku penasaran!

To be continued...
*****

Thank your for read, don't forget to Vote, guys!😁

Be FamilyWhere stories live. Discover now