Part VII

9.3K 631 1
                                    

Happy reading!^^

*****
BRIAN

Hari ini aku memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar pantai tidak begitu jauh dari Mou's. Aku dan Alif memutuskan untuk pulang besok, anak-anak sudah pulang semalam.

"Lo ngeselin banget sih, gue bilang kan tungguin!" kata Alif kesal di sampingku.

"Lo lama." balasku singkat

"Lama apaan! Lo nya aja yang nggak sabaran," sungutnya "mau kemana kita?" lanjutnya

"Ke mana kek. Yang penting ngilangin penat." jawabku santai

Aku melihat keliling pantai yang cukup ramai walaupun ini masih terlalu pagi, mungkin sekarang sekitar jam sepuluh atau sebelas aku tidak tahu.

"Lo nggak mau kepang rambut, Lip?" tanyaku iseng

"Sialan lo! Lo pikir gue cewe!" kesalnya

"Lah kali aja lo mau gitu. Gue bayarin deh."

"Eeq Bray."

Aku tertawa melihatnya kesal seperti itu. Lalu tanpa sengaja mataku melihat Demi yang sedang duduk di pantai sendiri, memakai dress selutut berwarna kuning dan sedang melamun. Aku berjalan menghampirinya. Alif mengikutiku dengan bingung di belakang.

"Hai." sapaku berdiri di hadapan Demi

Demi mendongak menatapku terkejut, "kok kamu di sini? Kok nggak pulang ke Jakarta?" tanyanya bingung

"Besok." jawabku lalu duduk di sampingnya.

Aku menatap Alif yang juga sedang menatapku. Matanya seakan-akan bertanya 'ini Demi yang itu?' Ya, aku sudah menceritakan pada mereka tentang kejadian di Singapore lima tahun yang lalu. Dan tanggapan mereka sama yaitu, 'lo pake pengaman kan?' Dan tentu saja jawabanku sama ketika Devon bertanya hal yang sama padaku. Mereka berkata aku gila, bagaimana jika Demi hamil? Sebenarnya itu juga yang aku pikirkan sekarang. Apa Demi hamil? Tapi jika dia hamil, pasti begitu bertemu denganku lagi dia langsung mengenalkan anakku padaku kan? Kecuali dia egois.

"Gue mau nyari objek foto dulu ya." pamit Alif lalu langsung berjalan kembali.

"Kamu ngapain di sini?" tanyaku pada Demi

"Nunggu Lee pulang." jawabnya pelan.

Aku langsung menoleh padanya. Lee? Siapa sebenarnya Lee ini?

"Lee? Siapa Lee, Demi? Kenapa kamu nungguin dia?" tanyaku padanya

"Anakku." jawabnya pelan

Aku menegang. Siapa tadi katanya? Anak? Apakah dia sudah menikah? Atau ternyata benar kata anak-anak, dia hamil lima tahun yang lalu?

*****
DEMI

Aku melirik Brian yang menegang. Apa jika aku memberitahu bahwa Lee anaknya, Brian akan menerimanya? Atau jangan-jangan malah menolaknya? Karena aku tahu, aku tidak akan pernah siap sampai kapanpun. Jadi aku harus memberitahunya sebelum keberanianku hilang, sebelum dia mengetahui hal tersebut dari orang lain.

"Kamu punya anak?" Aku menatap Brian yang seperti kebingungan. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Berapa umurnya sekarang?" tanyanya tajam.

"Lima tahun" jawabku pelan

Aku kaget melihat Brian yang berdiri dengan tiba-tiba. Aku melihat Brian yang berjalan mondar-mandir di depanku. Apa yang terjadi padanya?

Lalu dia berhenti dan bertanya padaku, "kamu udah menikah Demi?"

"Not yet." jawabku jujur

Brian menatapku tajam lalu kembali duduk di sampingku. Memegang pundaku, "Demi jawab yang jujur, anak siapa itu?"

Tiba-tiba saja keberanianku hilang entah kemana, aku ketakutan sekarang. Oh tuhan, apa aku harus jawab jujur atau tidak? Bolehkan aku egois sekali lagi?

"Demi!" panggil Brian tajam. Aku menelan ludahku. Apa yang harus ku jawab?

"Demi sekali lagi aku tanya, anak siapa itu?"

"Louise." jawabku pelan

"Siapa?" tanyanya memastikan.

"Louise. Brian Louise. You."

Brian melepaskan tangannya dari pundakku dengan lemas, menatapku sendu.

"Aku mempunyai anak?" tanyanya yang lebih kepada dirinya sendiri.

"Kamu marah?" tanyaku hati-hati

"Kenapa kamu nggak pernah bilang padaku!"

"Aku tidak tahu siapa kamu dulu! Kamu cuma bilang namamu Louise!" kataku kesal

Memang benarkan? Dia dulu cuma berkata namanya Louise, bahkan ketika aku menanyakan dari mana asalnya dia tidak menjawab. Jadi bukan salahku kalau aku tidak bisa memberitahunya bahwa aku hamil anaknya.

"Vica tahu?"

Aku menelan ludahku gugup, lalu mengangguk. "Baru kemarin."

Dia menghela napas, "apa kalau kita tidak bertemu di sini sekarang, kalau aku sudah pulang ke Jakarta kamu tidak akan memberitahu tentang ini?"

Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. Ya, jika dia sudah pulang ke Jakarta, aku yakin tidak akan memberitahunya tentang Lee entah sampai kapan itu.

"Bolehkah aku bertemu dengannya? Laki-laki atau perempuan? Siapa namanya?"

"Perempuan. Lee. Lilou Pearl Louise. Aku memakai nama Louise supaya ketika kamu tidak sengaja bertemu dengannya, kamu sadar bahwa Lee anakmu." jelasku

"Mengapa nama panggilannya Lee? Tidak Pearl?" tanyanya bingung

Mengapa semua orang protes ketika ku beritahu nama lengkap Lee? Bagiku 'Lee' cukup bagus kok, cocok untuk dengan nama 'Lilou'.

"Karena Lee cocok untuknya."

"Tapi itu seperti laki-laki!" Brian menatapku tajam.

Aku meringis mendengar pernyataannya. Bahkan ayahnya saja protes padaku.

"Kamu boleh panggil dia Lily atau Pearl juga, terserah kamu." kataku pelan.

"Di mana Lee sekarang?" Jadi dia memutuskan untuk memanggil anaknya 'Lee' sama sepertiku.

"Sekolah. Nanti jam satu pulang." jawabku

"Bolehkah aku bertemu dengannya?" tanyanya hati-hati

Aku mengangguk, "kamu ayahnya."

"Apa dia tahu aku ayahnya?" tanya khawatir.

"Tidak. Tapi jika di jelaskan pelan-pelan. Aku yakin Lee akan mengerti. Lee anak yang cukup dewasa, penuh semangat dan ceria." kataku, mencoba menenangkannya.

Aku tersenyum membayangkan pasti Lee akan kecewa sedikit, lalu setelah itu dia akan sangat senang dan kembali semangat lagi.

Aku sudah terlalu egois sudah menjauhkan Lee dari ayahnya. Kali ini aku kan biarkan Brian dan Lee bertemu satu sama lain.

To be continued...
*****
Thank you for read, don't forget to Vote, guys!😁

Be FamilyWhere stories live. Discover now