Mercury [COMPLETED]

Chapter 9 - Tertangkap

Suasana menjadi sunyi. Tak ada obrolan diantara kami. Tiba-tiba Naliu memulai obrolan dengan pertanyaan konyol.

"Mer, mengapa orang tuamu memberi namamu Mercury? Setahuku Mercury itu suatu zat kimia yang berbahaya." Tanya Naliu dengan penasaran.

"Ya, memang itu suatu zat kimia. Kata ayahku, ibuku adalah seorang pengoleksi zat kimia entah untuk apa tujuannya tetapi itulah hobinya. Ayahku tak pernah cerita bagaimana ia mendapatkan semua larutan dan zat kimia tersebut. Tetapi ada satu zat yang ia tak pernah temukan atau mungkin belum sempat ia temukan yaitu mercuri. Jadi ia menamakan putrinya Mercury, setiap ia melihat putrinya rasa keinginan memiliki larutan tersebut hilang karena ia sudah merasa memiliki larutan itu. Dan eelnaina-ku kuberi nama Listy karena... itu nama ibuku. Jadi setiap aku melihat eelnaina-ku aku merasa sedang bersamanya setiap hari dan hatiku selalu hangat."

"Hiks... aku tidak menangis karena ini lautan, air mataku hanyut begitu saja. Ibumu sungguh luar biasa, Mer." Ucap Naliu dengan menahan tangisnya. Mendengar ceritaku, Lim merasa tersentuh lalu dia menghampiriku untuk memberiku pelukan dengan tangan anjing laut mungilnya.

Seumur hidupku, aku belum melihat wajah ibuku dengan jelas. Hanya cerita-cerita ayah yang dapat memberiku gambaran tentang ibuku. Kata ayah, ibu memiliki wajah yang sangat mirip denganku dan ekornya juga mirip denganku hanya saja rambutnya lebih ikal dariku. Dulu ia juga menjadi bahan cemooh perempuan dikota karena ekornya yang langka dan mempesona. Mungkin nasibku sama dengan ibuku.

Kami hanya berenang sekitar 5 meter dari permukaan laut, ini dilakukan untuk melihat arah tujuan juga untuk melihat matahari dan juga karena daerah laut dalam yang dikenal mengerikan dan dipenuhi binatang dan makhluk buas. Saat malam tiba kami beristirahat di bawah air tepatnya kami bersembunyi dibalik batu karang agar tidak dilihat manusia dan makhluk laut lainnya.

Untuk makanan sementara, kami hanya memakan biskuit yang kubawa dari rumah. Kalau biskuitku sudah habis kami akan menantikan kejutan besar dari tas selempang kecil milik Lim. Kuharap tas kecil itu memberi kejutan besar.

Sudah seminggu kami mengarungi lautan tetapi belum ada tanda dari negeri utara atau lebih tepatnya kerajaan Kranken. Seringkali aku merindukan rumah dan ayahku. Aku tidak tahu bagaimana ekspresi ayah ketika mengetahuiku kabur dari rumah, aku merasa seperti anak nakal dan liar. Begitu juga keluarga kerajaan yang sedang kehilangan pangerannya. Aku yakin Seashania sedang sangat heboh mencari kami disana dan disini, dan yang aku takuti mereka melepas pasukan untuk mencariku dan Naliu, itu kemungkinan besar terjadi.

Saat aku sedang melamun, tiba-tiba saja ada sesuatu yang sangat cepat melintas didepanku, aku berhenti seketika. Kami bertanya-tanya apa yang lewat tadi, itu sangat cepat dan kelihatannya seperti... "ANAK PANAH!" Teriak Naliu. Dengan cepat aku mengeluarkan busur dan anak panahku dan bersiaga, Naliu juga dengan cepat mengeluarkan pedangnya. Listy dan Gullveig mengumpat dibalik pemilik mereka masing-masing dan Lim hanya ketakutan sambil memegang lenganku. Kami melihat sekeliling lalu terlihat banyak pasukan mendekati kami dan mengepung kami, mereka sangat banyak dan membawa senjata berupa busur dan panah sama sepertiku, semua anak panah mereka tertuju pada kami. Itu adalah suku dari bangsa 'Meliotzen' (manusia setengah kuda laut) aku pernah membaca buku tentang mereka, seingatku mereka tergolong suku yang berbahaya dan handal dalam peperangan juga sangat waspada terhadap orang asing.

"Dua putri duyung beserta eelnaina-nya dan satu selkie. Sedang apa kalian berada diwilayah kami? Dan oohh tampaknya ada pemanah juga disini." Ujar meliotzen pria yang bertubuh kekar, berambut hitam panjang dan diikat, tampaknya ia seorang kepala pasukan tersebut. Sebenarnya aku belum bisa memanah dengan tepat. Aku belatih memanah sebulan sekali dihalaman belakang rumahku, hanya memburu ikan liar dan terkadang meleset.