Part 1 (Bunga)

98K 7.2K 141
                                    

Semua orang selalu membanding-bandingkan aku dengannya, kakak kandung ku sendiri. Namanya Zeeta, dia lebih tua empat tahun dari ku. Profesinya model yang sedang naik daun. Semua orang mengelu-elukannya. Dia memang cantik, putih bak iklan body lotion ternama. Well, sebenarnya aku tidak cemburu. Hanya saja, aku kesal kenapa selalu dibandingkan. Dia ya dia, aku ya aku. That's it!

Banyak yang bilang kalau aku ini tomboy. Ku akui aku memang suka memakai kemeja longgar, ripped jeans dan sepatu. Aku juga sangat menyukai boxing dan mengendarai motor besar sejenis harley davidson. Sangat jauh berbeda dengan kak Zeeta, dia begitu feminin dengan gaun-gaun mahal yang terus melekat di tubuh rampingnya.

Tak jarang mereka mengatakan langsung pada ku kalau aku ini tidak secantik, seanggun dan semenawan kak Zeeta.

Memangnya aku perduli?

"Serius kamu kayak gini?" tanya kak Zeeta yang sudah cantik dengan gaun malamnya yang berwarna biru laut. Dia meneliti tubuh ku dari atas sampai bawah.

"Memang kenapa sih kak? Kok heran aku pakai gini. Kan emang biasanya gini"

"Ya ampun Bunga! Ini kita mau makan malam sama keluarga teman bisnis papa. Kenapa kamu malah kayak gini? Mama kan udah naruh gaun di kamar mu. Kok nggak dipakai?" tanya mama yang tiba-tiba menghampiri kami. Raut wajahnya terkejut, dan sekarang mata mama pun sudah sebesar labu.
Oh ya ampun!

"Tapi ma, Bunga nggak nyaman pakai gituan"

"Mama nggak mau tahu kamu pokoknya harus ganti sekarang. Papa sama mang wawan udah nunggu di mobil tuh"

"Tapi ma.."

"Se-ka-rang!"

Kalau nyonya besar yang bawel sudah begini, se-tomboynya aku kata orang-orang, mana berani membantah mama.

Dengan kesal aku naik ke atas, lalu masuk kamar dan langsung ganti baju dengan gaun malam berwarna maroon yang sudah mama siapkan khusus untuk ku malam ini. Kak Zeeta pun bantu memoleskan make up di wajah ku.

Lima belas menit perjalanan akhirnya kami sampai juga. Disana sudah berdiri menunggu sepasang suami istri yang seumuran mama papa, dan juga... ada mas Gilang. Aku pernah beberapa kali bertemu dengannya di kantor papa. Perusahaan mereka berkerjasama dengan perusahaan milik papa. Seperti biasa, dia kelihatan tampan dengan kemeja warna mocca dibalut jas warna hitam.

"Hai Zeeta.." mas Gilang menyapa kak Zeeta dengan senyumnya yang menawan sambil mengulurkan tangan.

"Hai mas Gilang" kak Zeeta tersenyum menerima uluran tangannya.

Mama papa dan orangtuanya mas Gilang sudah duduk dan entah membicarakan apa. Hanya kami tiga yang masih berdiri, dan hanya kak Zeeta yang disapa sama mas Gilang. Bahkan aku sama sekali tak dilirik olehnya.

Nasib muka upik abu gini nih.

***

Setelah makan malam dimulai. Aku sempat melirik mas Gilang yang curi-curi pandang pada kak Zeeta. Sementara aku masih setia menyomoti semua makanan yang masih ada di atas meja. Aku memang sejenis perempuan rakus yang tidak khawatir dengan bentuk tubuhnya.

"Papa aja yang ngasi tahu pa" kata mama. Aku langsung menoleh ke arah mereka. Mama kelihatan begitu bersemangat.

Ngasi tahu apa sih?

"Iya pak Ramlan saja yang beritahu anak-anak kita" balas papanya mas Gilang. Mama sama mamanya mas Gilang malah senyum-senyum seperti anak ABG lagi double date saja.

"Begini, kami sudah sepakat.." ucap papa menggantung. Semua mata sudah fokus hanya ke papa.

"Kami akan menjodohkan nak Gilang dan Bunga" lanjut papa tenang.

Apa???!

Aku tersedak makanan dalam mulut ku. Uhh.. aku butuh minum sekarang! Orangtua ku dan orangtua mas Gilang malah senyam-senyum. Mereka tidak tahu apa gadis belia seperti ku bisa gagal jantung mendengar berita ini?! Menyebalkan sekali.

"Ini minum dulu.. yang anggun dong untuk malam ini aja" kak Zeeta memberiku minum. Ya ampun.. demi apa papa menjodohkan ku sama mas Gilang. Aku kan baru dua puluh satu tahun. Ayolah! Aku butuh senang-senang dan melanjutkan studi S2 kan? Ku lirik sekilas mas Gilang yang jadi kaku, dari raut wajahnya sepertinya ia sangat terkejut juga.

Aku tidak tahu jika makan malam ini adalah acara perjodohan ku dan mas Gilang. Ku pikir ini hanya makan malam biasa antara keluarga pebisnis yang sedang berkerjasama.

"Tapi pa.. Bunga masih muda" aku mencoba untuk menolak.

"Jadi kalau kamu muda nggak bisa nikah gitu? Gilang kan pria baik dan udah mapan. Apa kurangnya Bunga? Dia bisa bimbing kamu jadi wanita sesungguhnya" potong mama langsung.

Apaan sih mama, orang aku bicara sama papa, yang nyahut malah mama. Bawel!

"Bunga ini yang terbaik, percaya sama papa" ucap papa sebelum aku protes.

Aku tidak bisa bicara apapun lagi. Kenapa bukan kak Zeeta saja? Firasat ku mengatakan kalau mas Gilang itu tertarik dengan kak Zeeta. Tapi rasanya ada sesuatu yang tidak enak di dada ku dengan pernyataan ku barusan.

***

Ku lirik mas Gilang yang di samping ku sedang menyetir. Tadi setelah selesai, mereka memaksa ku ikut mobil mas Gilang untuk diantar pulang.

"Mas Gilang kenapa nggak nolak sih tadi?" kata ku membuka pembicaraan.

"Memangnya kalau aku nolak mereka mau nerima?" ucap mas Gilang dengan wajah datar.

"Aku sama sekali nggak nyangka, om Ramlan nyebut nama mu bukannya Zeeta"

"Kalau sukanya sama kak Zeeta bilang aja tadi. Biar mereka tahu" entah kenapa aku jadi makin sewot setelah mendengar langsung jawaban mas Gilang.

"Kamu sama Zeeta itu beda banget" lagi, aku dibanding-bandingkan dengan kak Zeeta.

"Kak Zeeta model, cantik, putih mulus, sementara aku nggak terawat, tomboy dan pengangguran. Itu kan maksudnya?" kata ku yang mulai terpancing.

"Zeeta lebih cocok dijadiin istri, bukan gadis barbar begini" gumam mas Gilang yang masih bisa didengar jelas oleh telinga ku.

Bub!

Ku layangkan satu tinju ke wajahnya. Ini kebiasaan ku saat ada orang yang mengusik ku. Dia terkejut dengan wajah memerah. Salah dia sendiri mengatai ku gadis barbar. Aku sudah bersiap menunggu balasan tinju darinya. Aku bisa bela diri, bukan gadis menye-menye yang suka menangis disaat seperti ini. Dan tiba-tiba mas Gilang menghentikan mobilnya.

"Kamu turun"

"Apa?"

"Turun" katanya dengan wajah datar menahan kesal.

Dia pikir aku tak bisa pulang sendiri? Meski disini tidak ada taksi, angkutan umum pun tidak masalah bagi ku.

"Oke!" aku keluar dari mobilnya kemudian menutup pintu mobil dengan keras. Setelah itu dia langsung tancap gas meninggalkan ku.

Sial!

Tbc..

Thanks for reading.

Love you,

lotuscrown

Bunga Si Gilang ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang