Part 10

78.3K 6.6K 103
                                    

"Kamu masak?"

Hampir saja Bunga menjatuhkan piring berisi beberapa potong ayam yang telah digorengnya itu. Gilang kini berdiri menjulang tinggi di depannya, setelah tiga hari pria itu tidak pernah pulang. Entah Gilang selama itu masih liburan dengan Zeeta atau entah berada dimana.

"Ngagetin aja! Emang kamu lihat aku lagi nyuci?" Bunga meletakkan piringnya di atas meja makan. Kemudian kembali melanjutkan memotong sayuran.

Sebenarnya Bunga tidak bisa memasak. Bahkan ini adalah perdana baginya. Ia hanya mencoba mengikuti instingnya saja, serta melihat resep dan cara-cara memasak di google. Bunga memilih yang simple, ayam goreng dan sayur rebus. Semoga saja rasanya tidak mengecewakan.

"Jadi perempuan galak banget" Gilang menarik satu kursi dan duduk di meja makan, berhadapan dengan Bunga.

"Jadi laki-laki kejam banget" Bunga membalas ejekan Gilang.

"Bunga.." tatapan Gilang seolah-olah memperingatkan Bunga. Bunga mengangkat bahunya tak perduli.

"Tumben kamu masak?" tanya Gilang lagi.

"Tiga hari ini kamu nggak pulang, nggak ada makanan. Kalau beli di luar kan boros. Jadi aku masak aja" jelas Bunga sewot.

"Lumayan.." Gilang manggut-manggut sambil mencomoti ayam goreng yang dimasak Bunga.

"Lumayan nggak enaknya" lanjut Gilang tertawa.

Bunga mencebik ke arah Gilang. Dasar pria kejam, berlidah tajam! Bunga malas menanggapi ejekan Gilang itu. Tapi ia menumpahkan emosinya pada wortel yang dipotongnya sambil menghentakkan pisau hingga mengenai jari telunjuknya lalu berdarah.

"Is..." Bunga meringis menahan perih. Segera dicarinya kain yang bisa menghisap darahnya yang keluar.

Gilang yang melihat jari Bunga terluka mengeluarkan darah, langsung berdiri dari tempatnya. Dihampirinya Bunga yang tengah celingak-celingukan mencari sesuatu.

"Kalau masak cuma mau lukai diri sendiri. Mending nggak usah masak! Nggak usah makan sekalian!" Gilang meraih telunjuk Bunga yang berdarah lalu menghisapnya.

Bunga begitu terkejut menerima perlakuan Gilang itu. Bunga menarik nafas dalam-dalam, dan berharap semoga Gilang tak mendengar degup jantungnya yang mendadak kencang.

Setelah menghisapnya Gilang mencari obat tetes luka di laci, lalu meneteskannya di jari telunjuk Bunga. Ditatapnya lekat Bunga yang meringis menahan perih. Ketika padangan mata mereka bertemu.... Gilang berubah menjadi canggung.

Kenapa ia melakukan ini?

"Darah mu pahit, sama kayak ekspresi muka mu yang selalu pahit" Gilang berusaha menutupi rasa canggungnya. Ia melepaskan pegangannya di jari Bunga dan langsung pergi ke kamar.

Bunga mendengus kesal mendengarnya. Pria itu selalu saja berhasil membuatnya jengkel dan berdebar di waktu yang bersamaan.

***

Setelah pulang kerja dari toko kue milik Billy, Bunga menemani Denis makan malam di salah satu restoran yang terletak di jantung kota. Ia tidak mungkin menolak Denis yang sudah berbaik hati padanya kan?

Denis sudah meminjamkan motor besar milik adiknya itu untuk Bunga. Meski awalnya Bunga menolak, tapi Denis terus memaksanya untuk menerimanya. Bunga sangat senang bisa mengendarai motor besar lagi. Ia tidak perlu naik angkutan umum lagi dan tidak perlu susah-susah bangun cepat di pagi hari.

"Bunga maaf.. soalnya mas nggak suka makan sendirian. Kalau ada kamu kan jadi ada teman ngobrol" Denis tersenyum sembari memotong-motong steak nya.

Bunga Si Gilang ✔️Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt