Part 9

72.9K 6.1K 103
                                    

Kejadian minggu lalu itu membuat tangan kanan Gilang sakit dan tak bisa digerakkan. Zeeta yang khawatir saat itu langsung membawa Gilang ke rumah sakit terdekat. Lalu selang beberapa hari ke depannya Zeeta selalu menjenguk Gilang di apartment pria itu. Memberikan perhatian khusus untuk Gilang, merawatnya sebaik mungkin, bahkan menyuapinya makan sampai tangan Gilang pulih kembali.

Dalam hati Gilang sangat senang dengan perhatian yang Zeeta berikan itu.

Dan semuanya tak luput satu pun dari pandangan Bunga...

Seharusnya mereka yang menikah, Bunga membatin.

"Melamun lagi.. fokus dong Bung! Hampir aja ini nimpa kaki kamu" omel Sri yang ikut menahan kardus yang sedang Bunga angkat.

"Kamu kenapa sih?" tanya Sri heran.

"Nggak papa. Udah ayok buruan, nanti pak Jaka marah. Habis ini kita harus turun ke lapangan lagi. Promosiin produk barunya" ujar Bunga yang sudah kembali seperti biasa. Ia tak ingin memperlihatkan bagaimana keadaannya pada orang lain.

Mereka pun menuju ruangan pak Jaka sambil mengangkat kardus berat itu. Ternyata di samping pintu, pak Jaka dan Gilang tengah berdiri entah membicarakan apa.

Sri membungkuk sambil menyapa kedua atasannya itu. Lain dengan Bunga, ia tidak menghiraukan sama sekali.

"Ehem!" Gilang melirik Bunga yang sedari tadi enggan menyapanya, bahkan saat keluar dari ruangan pak Jaka juga.

"Pak.." lagi-lagi hanya Sri yang menyapa atasannya.

Gilang jadi merasa tidak dihargai sebagai atasan oleh tingkah cuek Bunga itu.

"Kamu tahu kan setiap ada atasan itu wajib diberi salam?" tegur Gilang dengan tegas sambil matanya memicing menatap Bunga.

"Siang pak.." kata Bunga akhirnya meski berat hati. Lalu ia segera melenggang melewati mereka dan kembali ke mejanya.

Selain kejam ternyata pria arogan itu gila hormat juga.

***

Usai pulang berkerja biasanya Bunga langsung ke toko kue milik Billy. Namun hujan deras yang tengah mengguyur kota membuatnya berteduh di sebuah halte kecil sambil menunggu angkutan umum yang tak tampak juga sedari tadi.

Sebuah mobil mewah tiba- tiba berhenti di depannya, lalu si pemilik mobil menurunkan kaca jendelanya.

"Bunga ayok naik!" Denis berteriak untuk mengalahi derasnya suara hujan.

"Mas Denis? Nggak usah mas, makasih!" Bunga mengeraskan suaranya juga.

"Udah ayok! Mau sampe kapan kamu disana?"

Akhirnya Bunga menerobos hujan dan langsung masuk ke dalam mobil Denis dengan keadaan yang cukup basah.

"Motor kamu kemana?" Denis bertanya sambil mulai menjalankan mobilnya.

"Aku udah lama nggak make motor mas" Bunga menghela nafas, seperti pasrah pada hidup ini.

"Loh kenapa?" Denis mengernyit, tapi matanya tetap menatap lurus ke depan sambil mengemudi.

"Motor ku disita papa, katanya aku udah tanggung jawabnya mas Gilang" Bunga tersenyum kecut.

"Oh.. kenapa nggak minta sama Gilang aja?"

"Mas kayak nggak tahu dia aja! Boro-boro beli motor, gajiku aja dipotong lima puluh persen" desis Bunga sebal.

Mendengar penuturan Bunga barusan membuat Denis tersadar, ternyata Gilang tidak main-main dengan ucapannya waktu itu.

Bunga Si Gilang ✔️Where stories live. Discover now