Part 5

75.1K 6K 50
                                    

Bunga benar-benar kesal dengan ulah Gilang. Selain Gilang yang sudah membentaknya di parkiran karena ketidak sengajaannya menabrak mobil pria arogan itu, ditambah lagi sekarang pak Jaka mengatakan bahwa Gilang sudah memotong lima puluh persen gajinya setiap bulan.

Dasar pria arogan menyebalkan!!!

Bagi Bunga tidak masalah seberapa besar gajinya, toh papanya masih bisa membiayai kebutuhannya. Hanya saja ia tidak suka dengan sikap arogansi calon suaminya itu.

"Dasar!" gumamnya setelah keluar dari ruangan pak Jaka dan kembali ke meja kerjanya.

"Bunga.." ucap seseorang yang berada di sebelah meja kerjanya.

"Habis keluar dari ruangan pak Jaka kamu kelihatan kesal banget, kenapa?" tanya gadis itu sambil menarik kaca mata besarnya. Dia itu Sri Ningsih yang berpenampilan kuno dari kampung yang mencoba mengadu nasib di ibu kota. Dia satu-satunya yang bisa disebut teman di kantor ini bagi Bunga.

"Iya Sri. Gaji ku dipotong lima puluh persen. Gimana aku nggak kesal?" Bunga mengepalkan tangannya.

"Sekarang aku benar-benar pengen mukul dia Sri!" Bunga memukul mejanya walau tak kuat. Tapi cukup menggambarkan kekesalannya.

"Astaga Bunga! Kamu nggak boleh mukul Pak Jaka. Dia udah berumur. Pamali, istigfar..." ucap Sri seraya mendekati Bunga lalu mengusap pundaknya.

"Sriii..." Bunga menarik nafas dalam-dalam.

"Yang motong gaji ku itu pak Gilang" ucapnya sewot. Bunga langsung membayangkan wajah Gilang dan ia ingin sekali melayangkan tinjunya ke wajah pria itu hingga tak berbentuk.

"Pak Gilang? Tapi kenapa?" Sri tampak berpikir keras. Ia tak yakin dengan yang didengarnya.

"Dia-"

"Kenapa pak Gilang tiba-tiba mengurusi bagian marketing?" gumam Sri memotong ucapan Bunga dan ia masih tampak berpikir untuk mencari jawabannya.

"Sri dia i-"

"Aneh. Biasanya pak Gilang kan ora-"

"Kalau kamu ngoceh terus, nggak ngizinin aku buat ngejawab. Mending kamu balik ke meja mu dan kerja Sri!" Bunga menatap Sri jengkel, lalu memperbaiki posisi duduknya lurus ke depan dan mulai beroperasi dengan komputernya.

"Oke. Nanti pas makan siang kamu harus cerita ke aku ya?" ucap Sri dengan senyum konyolnya dan segera kembali ke mejanya.

Gilang, pak Jaka dan Sri benar-benar perpaduan yang pas untuk merusak mood Bunga pagi ini.

***

Meeting yang berlangsung sejak pagi berakhir di jam makan siang. Gilang dan Denis pun memutuskan untuk makan. Kantin untuk petinggi dan karyawan biasa bersebelahan, dipisahkan oleh dinding kaca tebal tembus pandang. Hanya saja kantin petinggi perusahaan itu lebih elit dan full AC.

Tak sengaja arah pandang Bunga dan Gilang bertemu saat sedang menikmati makan siang mereka masing-masing. Keduanya mengirimkan sinyal-sinyal perang satu sama lain.

"Udah lah, Lang. Apa untungnya kamu dendam gitu. Kayak mau makan Bunga hidup-hidup" Denis melihat arah pandang Gilang sambil menyesap kopi hangatnya.

"Aku nggak mau makan dia, Den. Tapi mau mengulitinya" Gilang tersenyum sinis. Ia masih belum bisa terima kalau mobil kesayangannya ditabrak, apalagi oleh Bunga. Meski itu hanya goresan.

"Jangan terlalu benci nanti jatuh cinta baru tahu rasa"

"Aku? Jatuh cinta sama gadis barbar itu?" tanya Gilang sembari menunjuk dirinya sendiri, memastikan maksud ucapan Denis yang dijawab anggukan mantap oleh sepupunya itu.

Bunga Si Gilang ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang