Part 12

88.8K 6.7K 142
                                    

Bunga tak pernah bangun lebih pagi lagi semenjak Denis meminjamkan motor besar itu untuknya. Malah Gilang yang lebih dulu bangun darinya dan pergi ke kantor. Seperti pagi ini, pukul tujuh ia baru saja selesai mandi. Karena Gilang tak ada, ia berani keluar kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit tubuh.

Saat sibuk mencari bajunya di lemari tiba-tiba pintu kamar terbuka. Bunga refleks berbalik mendengar suara pintu itu. Bola matanya membesar menatap Gilang yang berdiri mematung di ujung pintu sana. Entah mengapa.. Bunga mendadak merasa saat ini kakinya sangat sulit untuk digerakkan.

Sial!

Bunga langsung berbalik menghadap lemari. Ia sudah tak fokus lagi mencari baju kerja serta pakaian dalamnya.

Astaga ia berdiri membelakangi Gilang hanya memakai handuk dan tanpa dalaman..

Bunga menarik nafas perlahan, ia harus tenang tidak boleh gugup. Bunga memutuskan pura-pura tak peduli dengan kehadiran Gilang itu. Tak selang berapa lama.. justru ia merasakan hembusan nafas menerpa lehernya. Membuat sekujur tubuhnya menjadi kaku tiba-tiba.

Gilang menyentuh lengan polos Bunga sembari mengendusi leher putih mulusnya. Apalagi wangi sabun yang masih jelas tercium itu membuat Gilang lupa diri.

"Hmm...."

Gilang memutar tubuh Bunga menghadapnya. Bunga bisa mendengar deru nafas Gilang berubah berat. Perlahan pria itu menipiskan jarak diantara mereka. Gilang merunduk, mencium pipinya. Lalu pindah mengecup sudut bibirnya. Jantung Bunga pun berdegup kencang menerimanya. Bunga berniat melayangkan tinju pada Gilang seperti biasa. Tapi lagi-lagi sekujur tubuhnya kaku begitu saja.

Tak diduga-duga Gilang menyentuhkan bibirnya di bibir Bunga. Sontak Bunga terbelalak kaget, tak menyangka dengan kejadian ini yang begitu tiba-tiba. Gilang menarik lembut pinggang Bunga untuk memperdalam ciumannya. Bunga ingin sekali mendorong Gilang, tapi tubuhnya kini seperti jeli di dekapan Gilang. Tak berdaya dan pasrah. Malahan ia terhipnotis untuk mengikuti gerakan bibir Gilang sambil memejamkan mata.

Suara ponsel Gilang menghentikan ciuman itu. Gilang mengangkat kepala, membuat bibir mereka yang sebelumnya menempel terlepas. Terdengar sangat jelas nafas keduanya memburu. Dan saat mata mereka bertemu... wajah Bunga merona serta menghangat.

Gilang berbalik membelakangi Bunga. Sebelum mengangkat teleponnya ia berdehem untuk menormalkan suaranya yang serak.

"Halo pa?"

"Iya, berkasnya sama Gilang." Gilang melangkah mendekati tempat tidur, mengambil map cokelat yang tinggalkannya itu ada di atasnya. Masih sambil bertelepon Gilang langsung keluar dari kamar tanpa berbicara sepatah kata pun pada Bunga.

Bunga melongo tak percaya menyaksikan kepergian Gilang. Harusnya tadi ia meninju Gilang! Harusnya ia menampar Gilang! Harusnya ia menginjak keras kaki Gilang! Harusnya ia memaki Gilang! Harusnya... ia tidak hanyut dengan perlakuan Gilang tadi. Pasti Gilang sekarang sedang menertawakannya karena dengan mudahnya ia jatuh dalam dekapan Gilang.

***

Gilang terus menggelengkan kepala dalam perjalanannya menuju kantor. Kenapa ia sampai lepas kendali begitu? Ia memang pria normal yang punya nafsu. Terlebih Bunga itu sudah halal baginya. Tapi.. bukankah ia hanya tertarik dan menyukai Zeeta saja? Hanya menginginkan Zeeta saja? Jujur, tadi ia begitu menikmati ciuman itu. Rasanya sangat berbeda saat ia melakukannya dengan Zeeta. Bersama Bunga ia merasakan debaran-debaran aneh yang menggelitik, yang tak ia rasakan bersama Zeeta.

Ponsel Gilang berdering dan memunculkan nama Zeeta di layarnya. Ia melirik ponselnya sekilas di jok mobil lalu membiarkannya saja. Ponsel itu terus berbunyi. Zeeta terus menghubunginya. Gilang pun memutuskan membuat mode silent.

Bunga Si Gilang ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang