Chapter 9

22.4K 2.2K 92
                                    

Ruang perjamuan dipenuhi oleh para gentleman yang sedang mengambil minuman dan makanan ringan. Entah untuk dirinya sendiri atau untuk pasangannya.

Jordan mengambil dua gelas limun yang ditata rapi di atas meja. Ia membelah kerumunan tamu undangan yang sedang berbincang satu sama lain. Tubuh tingginya berhasil melewati kerumunan tersebut dengan sedikit bersusah payah.

Tiba di depan dua lady-nya, ia memberikan gelas limun tersebut. Jordan menyeringai ketika ia melihat Eliza meminum limunnya hingga tandas. "Berjalan-jalanlah denganku, Eliza," ujar Jordan bukan dengan nada bertanya tapi dengan nada memerintah.

Jordan melihat Eliza menatapnya dengan mengerutkan alis indahnya. Alis yang warnanya lebih gelap dari rambut tebal sehalus sutra milik Eliza. "Berdua, Your Grace?" tanya Eliza. Alisnya masih mengerut tanda ketidaksetujuan.

"Apa kau mengizinkan, Ibu?" Jordan mengalihkan tatapannya pada Elizabeth yang masih betah duduk di kursinya.

"Oh, bersenang-senanglah, Anakku. Ketahuan jalan berdua tanpa pendamping tidak akan membuat suatu skandal yang lebih besar daripada ketahuan bercumbu. Pergilah! Aku akan menunggu kalian di sini. Sedikit bergosip dengan para ibu membantu menyegarkan pikiranku," jelas Elizabeth seraya melambaikan kipas sutranya ke arah mereka.

Jordan kembali menyeringai mendengar perkataan ibunya. Sungguh, Jordan harus bersyukur ibunya bukan bangsawan kolot yang dibencinya. Ibunya sangat mengerti kebutuhan anak muda.

Terkekeh pelan, Jordan mengulurkan lengan kanannya pada Eliza yang masih menatap tak percaya ke arah ibunya. Jordan menggamit lengan Eliza ke lekukan lengannya.

Tamu undangan yang hadir tidak memerhatikan kepergian mereka karena terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Membicarakan gosip dilakukan para lady. Membahas revolusi industri yang mereka anggap sebuah kemunduran karena rakyat menengah berkuasa dilakukan oleh para gentleman idiot.

Dengan luwes, Jordan menuntun Eliza melewari pintu samping aula. Langsung menuju taman milik Laura yang tertata indah.

Bunga-bunga cantik berjajar mewarnai taman tersebut. Hyacinth, mawar, tulip, bahkan bunga liar seperti cornflower tertata apik di taman. Menyegarkan mata seseorang yang melihat jajaran warna tersebut.

Mereka berjalan di antara tanaman mawar putih dan tulip putih. Terus berjalan ke arah rimbunan pohon dan pagar tanaman yang berada pada sudut tergelap. Tempat pasangan pria dan wanita menghabiskan waktu berdua tanpa terpasung dengan aturan masyarakat yang ketat.

"Mengapa kau membawaku ke tempat tersembunyi, Jordan? Aku sangat meragukan niatmu ketika kau mengajakku keluar untuk berjalan-jalan. Dan ternyata benar. Tempat tersembunyi adalah tujuan acara jalan-jalan kita?" tanya Eliza dengan nada jengkel yang tidak ditutupi.

"Bukankah udara segar diperlukan setelah menghirup udara stagnan di dalam aula? Dan tempat ini bukan tempat tersembunyi, Cantik. Tempat ini menawarkan privasi," jelas Jordan dengan tersenyum licik.

Eliza memandangnya dengan waspada. Melepaskan lengannya dari lekukan lengan Jordan, Eliza berjalan mendahuluinya. Menuju ke arah taman yang akan membawanya kembali ke dalam ruang pesta.

Dengan cepat, Jordan menyusul Eliza. Ia menarik lembut lengan Eliza. Menyebabkan tubuh Eliza membentur dadanya yang liat. Jordan merasakan Eliza menegang dengan kedekatan mereka. Ia menyeringai.

"Bu-bukankah kita se-seharusnya kembali ke dalam? Set dansa kedua akan segera dimulai. Aku tidak mau mengecewakan para gentleman yang sudah bersedia mengajakku," jelas Eliza dengan gugup.

Jordan memutar tubuh Eliza yang masih bersandar di dadanya. "Aku yakin set dansa kedua masih sekitar lima belas menit lagi. Cukup lama agar kita bisa melakukan pembicaraan penuh privasi mengenai pertunangan kita," ucap Jordan yang sudah kembali menggiring Eliza ke arah pagar tanaman.

Pleasures Of a Wicked Duke [Revisi]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ