Chapter 11

26.9K 2.4K 162
                                    

Ruang kartu penuh dengan gentleman yang menginginkan hiburan lain selain berdansa bersama para wanita. Taruhan banyak dipasang di meja judi. Meja biliar juga penuh para pria yang bermain.

Jordan menenggak wiskinya. Tidak berniat merasakan rasa pahit yang menyentuh lidah dengan menyesap perlahan minumannya. Ia butuh merasakan rasa panas yang akan langsung membakar tenggorokannya. Rasa panas yang Jordan harapkan bisa menenangkan kemelut yang saat ini terjadi di hatinya.

Menambah wiski di gelasnya, Jordan kembali meminumnya hingga tandas dalam sekali tegukan. Ia menyugar rambutnya. Lalu mengacaknya dengan frustrasi.

Ia tahu kata-katanya tadi begitu kejam pada Eliza. Tapi ia tidak bisa menahan dirinya saat Eliza mulai mengucapkan kata pernikahan. Ia tidak ingin memberikan harapan pada Eliza. Tidak untuk siapa pun.

Rasa takut selalu menghantuinya saat kata pernikahan disebut. Membuat Jordan terlempar pada dirinya di masa lalu. Pada saat usianya 12 tahun. Kenangan itu selalu menyerbunya dengan kata kunci pernikahan. Membuat perutnya mual dan kepalanya berdentum.

Jordan menghela napas. Sekali lagi menenggak wiskinya. Tidak memedulikan tatapan penasaran para gentleman tukang ikut campur.

Sungguh, saat kata pernikahan terucap oleh salah satu keluarganya, Jordan masih bisa menahan masa lalu yang seakan ingin mengoyaknya. Karena ia tidak harus menikah dengan keluarganya sendiri, bukan? Tetapi ketika kata pernikahan terlontar dari para ibu yang menawarkan anak gadisnya, para wanita yang mengincarnya, serta simpanan yang mengarapkan hubungan lebih dari dirinya, kata itu menjadi momok yang menakutkan bagi Jordan.

Ia kembali menuangkan wiskinya. Tetapi tangannya ditahan oleh seseorang yang ikut duduk di sampingnya.

"Apa yang membuatmu ingin menjadi pemabuk? Ini pesta dansa bukan klub yang sering kita datangi, Devon," ujar Will. Ia juga menyingkirkan gelas yang tadi sudah hampir ditandaskan isinya oleh Jordan.

"Sudah berapa gelas yang kau minum? Aku tidak akan kaget jika kau meminum langsung dari botolnya sebentar lagi," lanjut Will dengan sinis.

"Menjauhlah, Durham. Urusi urusanmu sendiri," geram Jordan. Ia kembali meminta botol wiski dan gelas baru pada pelayan Weddington yang siap di sudut ruangan.

Will dengan sigap membatalkan permintaan Jordan dan menyuruh pelayan itu kembali ke tempatnya. "Menjadi urusanku karena aku menyadari Eliza hilang dari aula dansa. Begitu juga dirimu, Sobat. Aku sudah memintamu untuk menjaga Eliza selama perjanjian konyol kalian. Bukan untuk mencemarinya, Devon!" bisik Will dengan geram. Ia menurunkan nada suaranya ketika melihat para gentleman gosip memerhatikan dengan tertarik interaksi mereka berdua.

"Dia baik-baik saja," ujar Jordan dengan malas.

"Lalu di mana dia sekarang?" tanya Will yang masih belum bisa menerima penjelasan singkat dari Jordan.

"Entahlah. Kau bisa mencarinya di ruang ganti atau di lantai dansa atau di samping ibuku jika memang ia akan menggunakan alasan sakitnya. Pergilah, Durham. Aku ingin sendiri," jelas Jordan.

"Baiklah aku akan mengecek ke tiga tempat yang kau sebutkan. Jika dia tidak baik-baik saja, aku tidak akan melepaskanmu, Sobat. Dan satu lagi, aku pikir kau harus menjaga janjimu  untuk tidak menjadi pemabuk agar kau tidak kehilangan kendali atas dirimu sendiri. Atau kau akan berakhir seperti dirinya." Will menepuk pundak Jordan dan berlalu dari ruang kartu. Meninggalkan Jordan sendiri.

Jordan kembali memikirkan kata-kata Durham. Benar. Ia sangat membencinya. Dia yang pemabuk. Dia yang menyakiti. Dia yang membuat Jordan kehilangan masa kecilnya. Dia yang membuat Jordan takut akan pernikahan.

Pleasures Of a Wicked Duke [Revisi]Where stories live. Discover now