RINDU

32.8K 1.9K 15
                                    


Alvin POV

Aku melihat air mata itu, jatuh di pipinya, tepat di hadapanku. Aku benci setiap air mata yang keluar dari mata seorang wanita, apalagi air mata itu adalah hasil perbuatanku yang membuat seorang wanita menangis.
Nadja meninggalkanku yang masih terpaku disana dengan berlari kecil menuju kamarnya. Aku tahu betapa sakit hatinya atas perbuatanku tadi. Aku memang belum bisa berlaku adil kepada kedua istriku, karena aku masih belum bisa mencintai Nadja. Entah kenapa rasanya sulit sekali untuk berlaku adil. Aku sangat membenci kehadiran wanita itu di dalam keluargaku.

Nadja POV

Aku masuk ke dalam kamarku, terisak di balik selimut. Hatiku berkecamuk, egoku terus memaksaku untuk terus mengeluarkan semua yang aku pendam sedari lama. Aku juga seorang wanita, sama seperti Sofie, tapi kenapa aku tidak mendapatkan seperti apa yang Sofie dapatkan dari Alvin. Kenapa?!

***

Author POV

Setelah kejadian beberapa hari lalu yang kembali membuat pipi mulus Nadja harus 'banjir' air mata, sepulang dari kantor Nadja memutuskan untuk tidak kembali ke rumah itu. Ia seperti sudah muak dan ingin sejenak menenangkan hati dan pikirannya.

Nadja berdiri di pekarangan sebuah rumah bercat nude. Ia merindukan rumah ini–harum aroma bumbu masakan Ibu, secangkir kopi yang selalu Ibu sajikan ketika cuaca sedang memburuk, dan pastinya suasana di dalam rumah itu yang kini tak dapat lagi di temukan.

Rumah yang lumayan besar ini ditempati seorang diri. Ya, hanya Ibu dari Nadja yang menempati rumah ini. Sang Ibu harus rela ditinggal sendiri ketika anak perempuannya sudah menikah dan suaminya telah meninggal dunia.

Nadja beberapa kali mengetuk pintu rumah itu yang tertutup rapat, namun tidak ada jawaban dari dalam. Ia melirik arlojinya yang lima belas menit lagi menunjukkan pukul sembilan malam.

Mungkin Ibu sudah tidur.

Nadja mencoba memutar engsel pintu tersebut untuk membuka pintu. Pintunya tidak dikunci! Ia masuk ke dalam ruangan pertama di rumah itu yang gelap dan terasa dingin. Beberapa kali ia memanggil sang Ibu namun tidak jua ada jawaban.

"Bu? Ibu?"

Lalu langkah Nadja terhenti di depan pintu kamar yang terbuka, melihat sang Ibu sedang menangis di lantai sembari memeluk foto keluarga kecilnya.

"Bu, I'm home."

Nadja membuka suara dengan mata yang berkaca-kaca sembari merentangkan tangannya. Sang Ibu langsung mendongak melihat ke arah pintu, seorang perempuan yang masih lengkap dengan pakaian kantornya sedang tersenyum lebar sambil merentangkan tangannya, lalu tak lama setetes air mata jatuh di wajah perempuan itu.

"Nadja? Anak Ibu?"

Nadja mengangguk dan langsung menghampiri sang Ibu. Memeluknya erat seakan takut kehilangan.

"Ibu kangen banget sama Nadja."

"Maafin Nadja, Bu. Nadja terlalu lama meninggalkan Ibu sendirian disini. Nadja jahat biarin Ibu sendiri dan kesepian disini."

"Ssstt... Nadja nggak boleh bicara begitu. Ibu bahagia kalau lihat Nadja juga bahagia. Iya, kan?"

Nadja hanya mengangguk lesu sambil terisak di pelukkan Ibunya tanpa melepaskan pelukan rindu itu.

"Nadja kangen banget sama Ibu."

Sang Ibu melepaskan pelukan itu dan menghapus air mata yang membasahi pipi anak semata wayangnya, lalu tersenyum bahagia.

"Kenapa kamu datang tiba-tiba begini, Nad?"

"Biar kejutan."

Ibu kembali mengulas senyum, "Yaudah. Nadja pasti baru pulang kerja, kan? Makan, yuk? Biar Ibu yang masakin buat Nadja."

"Ibu, ini udah malam. Tenang aja, Ibu nggak perlu repot-repot lagi masak buat aku. Aku bawa makanan kesukaan Ibu." Nadja mengangkat tangannya yang menggenggam sebuah kantong plastik putih berisi dua bungkus makanan, " Ketoprak Pak Udin! Ibu pasti udah lama nggak makan ini, kan?"

Sang Ibu mengangguk sambil tersenyum kepada sang anak, lalu ia mengajak anaknya untuk makan bersama di meja makan.

***

"Nad, kamu datang kesini sudah izin sama Alvin?"

Deg!

Nadja sama sekali tidak memberitahu Alvin jika hari ini ia berkunjung ke rumah Ibunya.

Untuk apa aku izin, kalau telpon aku aja nggak pernah diangkat sama Alvin.

"Nad, Ibu ini nanya, lho."

Nadja tersadar dari lamunannya, "Hmmm... Tenang aja, Bu. Alvin udah pasti ngizinin aku kesini, kok. Toh aku, kan mau ketemu sama Ibu aku, masa nggak boleh."

"Nad, dengerin Ibu. Sesibuk apapun kamu atau sesibuk apapun Alvin, kalau kamu mau pergi izin dulu. Sekarang, kan sudah ada telpon. Kamu bisa telpon dia, kalau nggak diangkat bisa SMS. Intinya kalau kamu mau kemana-mana izin dulu sama Alvin, biar dia juga nggak nyariin kamu. Dan satu hal lagi. Jangan pernah kamu keluar rumah atau pergi tanpa seizin Alvin. Sekalipun mau ke rumah Ibu. Paham, Nad?"

Rasanya sedikit perih ketika Ibu mengatakan hal itu. Nadja tersenyum tipis lalu mengangguk mengerti. Detik berikutnya Nadja langsung menyendokkan ketoprak tadi kedalam mulutnya.

Peduli apa Alvin denganku, Bu? Toh istrinya dia, kan juga nggak cuma aku aja. Alvin memang punya dua istri, tapi dimatanya dia hanya punya satu istri, yaitu Sofie. Lalu aku? Hanya seseorang yang telah menghancurkan masa depan keluarganya dengan Sofie.

"Tapi Ibu yakin, kamu pasti bahagia sekali, ya menikah dan membangun rumah tangga bersama Alvin."

"Ibu tahu darimana?"

"Lho, kok kamu nanya gitu? Buktinya kamu gendutan sekarang, lebih berisi sampai buncit gitu perutnya." Ibu tertawa, "Katanya, kalau orang lagi bahagia itu pasti suka makan dan badannya jadi lebih berisi."

"Ibu bilang aku gendut?" Nadja mulai cemberut sambil melipat kedua tangannya di atas meja.

"Anak Ibu yang ini memang nggak ada bedanya dari dulu. Kalau dibilang gendut pasti wajahnya selalu berubah cemberut."

Lalu seisi ruangan tersebut penuh dengan gelak tawa. Rasa rindu itu tergantikan oleh kebahagiaan yang sangat sederhana.

***

HALOHAAAAA.... Author sedikit kaget dan aahhh... Sudahlah. Intinya author seneng bgt, knp? Karena blm seminggu vote nya udh lebih dari 40! Yipiiii.... Karena author sedang berbaik hati jadi langsung dehhh jadiah new chapter dikasih malem2 begini hehehe... Selamat membaca!

With ❤,

MEI

2 Hati 1 Cinta - Ketika Aku Mencintaimu Setengah Mati (OPEN PO)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon