Part 12 (B) - Hope and Despair

2.7K 173 2
                                    

Happy Reading :):) Jangan Lupa tinggalkan Vote dan Comment.
Terimakasih :)))

()()()()()

"Aku senang, kau menjalani harimu dengan baik. Tetaplah tersenyum seperti ini." Saat bibir itu mengucapkan hal itu dengan begitu tulus, juga iris mata hijaunya yang begitu teduh aku pun tak hentinya menyunggingkan senyum terbaikku padanya.

Aku mengulurkan tanganku menerima bucket bunga mawar. Memejamkan mata menikmati aromanya dengan menarik napas dalam, lalu mengembuskan sembari kembali tersenyum padanya.

"Apapun yang kulakukan tanpa sepengetahuanmu, kuharap tidak membuatmu cemas."

Anehnya, aku tak menanyakan kemana perginya dia beberapa hari lalu. Aku tak bertanya apa yang ia lakukan selama ketiadaannya. Aku hanya bisa tersenyum sembari menganggukkan kepala. Bukan aku menjadi perempuan dengan sejuta pengertian yang memahami kekasihnya. Hanya saja aku percaya bahwa apapun yang ia lakukan bukanlah hal yang patut untuk kucurigai. Melalui mata itu, sudah cukup membuatku yakin bahwa ia selalu bisa memperbaiki permasalahannya dan menjalani harinya dengan baik melalui caranya sendiri.

"Andrew, semoga kepergianmu selalu memiliki alasan untuk membawamu kembali."

Membuka kelopak mata perlahan, penglihatanku mendadak buram layaknya efek blur pada kamera. Setelah berkedip lalu mengucek bagian mata perlahan, penglihatanku akhirnya kembali normal. Kupandangi sekelilingku, ruangan yang sangat kukenali. Ruang tidur di mana aku biasa menghabiskan waktu untuk berguling dan memandangi kumpulan foto. Kupegang kepalaku saat terasa berputar. Aku tak ingat jelas apa yang kualami. Namun satu yang kuingat bahwa aku berusaha untuk kembali ke tepian kolam renang saat kudengar seseorang memanggil namaku. Namun setelahnya, aku tak ingat apapun.

"Kenapa kau lakukan ini? Kau harusnya tak perlu mendengarkan ucapan Sonya!"

"Andrew...."

Apakah benar itu dirimu?

Melihatmu lagi setelah aku melakukan hal buruk membuatku merasa kecawa. Ternyata, perasaan kecewa ini untuk pertama kalinya merupakan salah satu pengalaman emosional dalam kehidupanku yang paling sulit untuk kuhadapi seorang diri. Seperti dopamine, bagian di dalam otak yang menciptakan rasa bahagia, yang akan memengaruhi seseorang untuk terus mendapatkan kebahagiaan melalui obat, rasa kecewa pun bekerja dengan sistem yang sama.

Rasa kecewa pun akan bermain dengan tindakan yang terus mengingatkan akan hal tersebut, entah kecanduan ataupun tidak. Jika saja aku berhasil menemukan sebuah alasan untuk mengurangi kadar kekecewaan dalam diri sendiri, mungkin akan membuatku lebih bahagia ketika melihatnya lagi. Namun, nyatanya kali ini aku tidak dapat menemukan alasan untuk menghapus kekecewaan.

Apa kau baik-baik saja, Andrew? Kenapa kali ini kau datang dengan wajah yang tidak menyenangan? Apa kali ini kau tak menyelesaikan urusanmu dengan baik? Apa waktu ini merupakan waktu yang tepat saat kau kembali? Setelah memikirkan masa lalu yang terulang tidak dengan formula dan akhir yang sama, hal inilah yang akhirnya membuat kekecewaan seringkali bertahan lama dan tidak tertahankan.

Apa kau mendengarkan pesan suaraku?

Ia pun berjalan mendekat ke arahku. Tak ada sebuah senyuman menawan yang kudapat setelah kami bertemu. Raut wajahnya yang nampak murung, juga pakaiannya yang sedikit berantakan. Rambut cokelat gelapnya pun tak tersisir rapi. Tak kupungkiri bahwa aku begitu ingin memeluknya saat ia duduk di sebelah ranjang. Namun, kuurungkan keinginanku itu. Meski begitu, aku tak boleh membuat keadaan hatiku kali ini terlihat kentara di depannya. Aku akan selalu tersenyum, seperti apa yang ia harapkan.

"Dia Ibumu, mengapa kau tidak sopan padanya? Ada apa denganmu? Katakan! Aku akan mendengarkanmu," ucapku.

Aku pun berniat untuk duduk. Sedikit mengalami kesusahan karena aku kehilangan banyak tenaga, Andrew pun membantuku. Aku merasakan tangan kekarnya memelukku begitu erat secara tiba-tiba, ia tak mengatakan apapun dan langsung menghujaniku dengan sebuah pelukan. Ada yang aneh dengan rasa dekapan ini. Hatiku terasa begitu nyeri tepat ketika ia semakin mempererat pelukannya.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang