Part 14 - Laugh

1.5K 92 4
                                    

Kudorong tubuhnya sekuat tenaga, namun ia sama sekali tak berpindah dari tempatnya. "Men-njauh ummphhhh d-dari mmpphhhhhh." Semakin memperdalam ciumannya, bibirku terasa begitu sakit karena Gregory memaksa mulutku agar terbuka. Berkali-kali ia memberiku gigitan ringan.

"G-ggrregorryy ummphhhh...." Berusaha mendorong tubuhnya lagi yang mengunci diriku saat kurasakan oksigen di paruku mulai mengikis. Seolah menyadari diriku yang kehabisan napas, Gregory melepas pagutannya. Mengusap bibirku pelan, ia mengendus di area leherku.

"Andrew selalu menciummu, mengapa reaksimu seolah aku baru saja menidurimu, Bella?" Tangannya mulai menyentuh pipiku. Kutepis tangannya dengan kasar.

"Oh kumohon jangan menangis lagi." Mengetahui mataku yang mulai berkaca-kaca, ia sedikit melonggarkan kunciannya. Lalu membenarkan anak rambutku ke telinga. Aku masih diam, tak hanya membenci Gregory aku pun begitu ingin memberi dia sebuah tinjuan di wajahnya.

"Bicaralah sayang! Tak biasanya kau tak memaki diriku jika aku membuatmu marah...,"

Tak kunjung mendapatkan jawaban dariku. Ia menepuk pipiku pelan, lalu menarik daguku hingga kini kami beradu pandang.

"Ahh ya, aku tahu bagaimana membuatmu bicara. Terimakasih telah memberiku ide yang begitu fantastik, sayang." Saat aku hendak memalingkan wajahku, kini aku menatapnya ragu. Kuharap apa yang sempat kupikirkan tidak akan pernah terjadi. Gregory, jangan lakukan itu.

Gregory kembali tertawa kecil. "Aku suka saat kau menatapku seperti itu...." Dan sial, ia terlalu percaya diri dengan caraku memandangnya.

"Bella, aku akan membuat Andrew membayar untuk waktu yang sudah ia habiskan denganmu selama hampir seminggu ini," ucapnya. Seperti biasa kulihat senyum miring diakhir ucapannya.

"Kau tahu itu bukan kesalahannya. Kita sudah membuat kesepakatan, Gregory," balasku. Aku berusaha mengingatkannya kembali mengenai perjanjian yang sudah kami buat beberapa hari lalu. Sungguh, aku begitu takut kali ini. Bagaimana jiika Gregory akan melakukan sesuatu hal yang tak kuinginkan. Mengingat Gregory yang begitu tenang kali ini, kuyakin ia tak main-main dengan ucapannya.

"Tepat! Kaulah yang melanggar kesepakatan itu, aku tak mendapat timbal balik apapun darimu...,"

"Dan tak ada cara lain lagi untuk....." Menggantungkan ucapannya, ia tersenyum licik padaku. Maka seperti itulah Gregory. Pria yang begitu angkuh juga arogan, dan hanya untuk mendapatkan apa yang ia mau maka akan dilakukannya dengan segala cara. Sepertinya, ini memang salahku karena aku mengunjungi ajalku sendiri di neraka Gregory. Harusnya sebelum aku melakukan kebodohan ini, aku sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Bodoh! Aku begitu bodoh karena membiarkan perasaan menguasai diriku untuk mesekian kalinya.

Masih menatapku, saat ia mulai mendekat kembali. Aku buru-buru pergi dari hadapan Gregory melangkahkan kaki menuju pintu. Kupikir, memang tak ada gunanya aku pergi ke mari. Hanya membuang-buang waktuku untuk mendengarkan omong kosong makhluk tak waras ini.

"Apa maksudmu Gre-" Ia menarik lenganku. Lalu tanpa aku sempat menyelesaikan perkataanku, bibir milik Gregory kembali membungkam mulutku lagi dengan ciumannya. Aku berusaha melepas pagutan ini, namun Gregory menarik pinggangku dan memperdalam ciumannya. Kecupan berulang yang begitu kasar, maka seperti itulah Gregory.

Gregory, kenapa kau begitu memuakkan.

Kugigit bibirnya. Spontan ia mendorongku pelan. Sebelum aku pergi, kulihat ia mengusap bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah. "Dengarkan aku baik-baik Gregory! Kau memang pria tak waras, dan aku begitu membencimu!"

"Dan aku mencintaimu sayang...."

"Dan ya, Bella. Jangan lupa esok malam. Kau akan menjadi milikku," sambungnya saat aku berada di ambang pintu.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang