Part 19 - What Should I Do?

1.2K 83 9
                                    

Tepat di luar kamar ayah, saat air mataku hendak turun segera kuseka karena Davian menyusul kepergianku. Davian menarikku sedikit menjauh dari pintu ruangan ayah. Melihat wajahnya, kini aku benar-benar sadar ada perubahan sedikit signifikan padanya. Kantung matanya berubah warna menjadi sedikit kehitaman, juga wajahnya yang terlihat pucat.

"Kau mau kemana?" tanya Davian. "Dan kau juga belum menjawab pertanyaan Ayah dengan benar."

"Jangan cemaskan aku, Davian. Mengenai luka di dahiku, ini hanya kecelakaan kecil," jelasku padanya. Aku tak berbohong, bukankah luka di dahi ini memang sebuah kecelakaan? Tapi tidak dengan memar di sudut bibir yang membiru, aku tak mengatakan itu karena Davian tak mengetahuinya. Sedikit alas bedak mampu menyamarkan kebiruan di sudut bibirku.

Saat tamparan tadi melayang dari Ayahku pula, aku pun memutuskan untuk keluar dari kamar Ayah tanpa sepatah katapun. Tak ingin berdebat, walau ayah tak mengerti maksud dari tujuanku, mungkin ini juga yang terbaik agar ia tak terlalu banyak pikiran.

"Rabella. I'm so sorry. I can't help you," ucap Davian menyesal. "Aku harus fokus terhadap penyembuhannya."

"Tak apa, kau tak perlu lakukan apapun lagi. Aku hanya minta jagalah ayah untukku, Davian." Dan kurasakan Davian memelukku lagi dengan begitu erat, aku tahu ia berusaha menguatkan diriku. Nyatanya aku tak bisa sekuat itu Davian, Andrew kekuatanku dan setelah ini aku akan jauh darinya. Begitu jauh.

Mungkin, terlepas dari semua kegundahan hatiku. Setelah ini aku harus membuat logikaku berjalan beriringan dengan perasaan yang kumiliki. Sebab, apapun yang kulakukan dengan hanya mengandalkan perasaan maka akan berdampak sama seperti apa yang Gregory katakan. Seperti boomerang, maka akan menyerangku dengan begitu berang.

"Bella, kau tak perlu lakukan itu. Mengenai permasalahanmu aku pun yakin, jika dia tahu permainan Gregory, maka ia akan memilih masuk penjara daripada melihatmu menikah dengan pria keparat itu."

Dan kenapa bukan hanya mataku, di sisi lain, hatiku juga kini seolah ingin menangis. Tanpa menjawab permintaan Davian, aku pun hendak melenggang pergi meninggalkannya. Namun, ia menahanku.

"Bella, dengarkan aku, kau tak perlu lakukan itu," ucap Davian meyakinkanku. "Aku akan selalu mendukungmu, tapi setelah kupikir tidak dengan cara itu. Benar yang ayah katakan."

Kupikir, bagaimanapun kita menghindar dan berusaha mencari cara, takkan semudah membalikkan telapak tangan untuk menghadapi pria seperti Gregory. Takkan mudah, karena terakhir kulakukan itu berujung diriku yang semakin terikat dengan pria itu. Setidaknya, aku akan mencari tahu hal yang bisa menepis rasa angkuhnya karena sudah membebaskan Ayah. Apapun yang terjadi, mungkin Tuhan sedang memberiku sebuah ujian hidup di tengah kepiluan keadaanku kini. Kuharap, aku mampu menyongsong badai ini hingga kutemui ombak tenang di lautan dangkal, sebuah dermaga yang menyambut kepulanganku dengan pelukan rindu..., Andrew.

"Hanya aku yang di inginkan Gregory. Jadi, kumohon biarkan aku melakukannya...,"

"Katakan pada ayah, mungkin beberapa hari ke depan aku tak bisa menemuinya," sambungku. Lalu kutinggalkan Davian yang masih diam mematung. Aku tahu Davian, kau mencemaskanku karena tak mudah bagimu menerima semua ini. Lantas apa yang bisa kulakukan selain tetap melanjutkan ke mana arus kehidupan ini akan membawaku? Aku tak memiliki kendali apapun, juga tak kupunyai pilihan lagi. Dan maafkan aku, kali ini aku harus melakukan sesuatu untuk orang yang kucintai.

Entah keberuntungan dari mana, kutemui Gregory ada di depanku, ia sudah duduk di kursi tunggu yang ada di depan lobi rumah sakit ini. Awalnya aku akan menemuinya nanti tapi mungkin akan lebih baik jika aku secepatnya memberi dia sebuah penawaran untuk yang kedua kalinya.

"Ikut aku! " Kutarik lengan Gregory sepanjang lorong hingga kami berada di luar rumah sakit. Dia menurut, namun aku tahu di dalam hatinya ia mungkin begitu marah karena kupermalukan. Aku tak perduli beberapa orang dan petugas rumah sakit yang menatapku tak percaya karena berani menarik lengan seorang pria dengan begitu kasar.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang