Part 3 - Hope

2.6K 123 4
                                    

HAPPY READING 🥰

🥰😍

Masih sibuk dengan berkas di depanku, aku tak menyadari jika ia sudah berpindah dari duduknya semula lalu berjalan ke arahku. Aku gugup saat berada di dekatnya, wajahku begitu panas pun juga punggungku terasa gerah. Pendingin ruangan ini tak memiliki efek apapun saat adanya kehadiran Gregory.

Gregory hanyalah rekan bisnis Ayah, dan kami baru mengenal sekitar enam bulan lalu. Saat aku menggantikan Mr. Roy pada rapat bulanan. Entah mengapa ia yang asing untukku berhasil membuatku terjebak di dalam lingkaran hitam miliknya, seperti takdir yang dengan sukarela menjeratku dalam kubangan dalam seperti sekarang. Pun juga sungguh aneh rasanya, bahwa hingga saat ini otakku tak mendapatkan jawaban bagaimana untuk pertama kalinya Gregory bisa mengetahui bahwa aku adalah putri dari Adamson Chayton.

Setelah tadi ia menanyakan mengenai pertemuan itu, kupikir Gregory akan marah karena aku tak kunjung menjawab pertanyaannya. Dan sekarang, bagaimana Gregory tahu aku baru saja bertemu dengan Andrew? Maksudku, tentunya itu merupakan pertemuan yang tak tersengaja. Walau aku sangat mensyukuri akan hal itu.

"Gregory, kau ingat janjimu padaku?" tanyaku ragu. Aku berusaha mengalihkan fokusnya dari pertemuanku dengan Andrew tadi. Perlu kalian ketahui, aku menanyakan hal itu juga setelah mengumpulkan keberanian yang sempat tandas karena ancaman Gregory mengenai ayahku satu minggu lalu.

Awalnya aku menentang idenya. Aku sempat tak percaya dengan bukti yang ia miliki mengenai ketiadaan Ibuku yang berada di Novotel York Center, yang merupakan sebuah hotel yang dikelola oleh Gregory. Dimana semua fasilitas di kamar kematian ibuku termasuk kamera pengawas lorong akan ia leburkan jika aku tak menuruti semua syarat yang Gregory ajukan. Sudah kukatakan, akan kulakukan apapun demi ayahku. Ayahku bukanlah seorang penjahat seperti gosip yang beredar. Dan di sisi lain-saat ia sudah terbebas nanti, maka akan kuperjuangkan cintaku lagi. Aku akan mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas ketiadaan ibuku.

Sebagian dari kalian pasti bertanya mengapa aku begitu dungu menuruti semua perkataan Gregory. Aku tak ingin, tapi aku harus. Sudah pernah kukatakan bahwa dia adalah pengendali kehidupanku. Kalian tak tahu bagaimana liciknya Gregory. Takdirku, dipermainkan oleh dirinya.

Kulihat ia menunjukkan senyum miringnya. Duduk di kursi depan mejaku, menyingkirkan semua berkas, lalu ia letakkan pena yang terjatuh tadi dalam genggamanku kembali. Selain sebelah alisnya yang terangkat, bibirnya juga membentuk lengkungan tipis. Sebuah garis tak simetris yang selalu ia tunjukkan untuk mengintimidasi lawan bicaranya.

"Tentu saja. Janji untuk pertunangan kita?"

"Kau tahu jika aku tak pernah menginginkan hal itu, Gregory!" Dan saat itu juga aku merutuki diriku sendiri. Mulut bodohku benar-benar lancang mengatakan hal itu. Aku begitu menyesal mengapa tak bisa mengendalikan diri ketika bersama dengannya. Kumundurkan kursiku, aku beranjak dari sana saat ia mulai mendekatiku.

"G-Gregory, apa yang ingin kau lakukan?" Mendorongku ke dinding lalu mengunci tubuhku, ia mencengkeram kuat lengan tanganku. Rasanya ini jauh lebih sakit daripada saat tanganmu terhimpit di engsel pintu. Berusaha melepas tangan besar Gregory, kulihat ia memberiku senyum miringnya lagi.

"Aku tidak suka kau bersikap seperti itu, jadilah gadis yang manis seperti yang selalu kulihat selama ini," ucapnya.

Aku hanya bungkam tak berani membalas perkataannya. Sunguh nyaliku kali ini menyusut perlahan. Bagaimana jika setitik cahaya harapanku redup karena sikap Gregory yang begitu angkuh penuh dengan kuasa?

Tanpa kata ia pun berbalik lalu melangkahkankan kakinya pergi dari ruangan ini. Aku tak mengerti jalan pikirannya. Pria sepertinya tak mudah kutebak apa yang ia mau dengan mengikatku seperti ini? Bukan cinta yang ia punya, aku bisa merasakannya dengan nyata. Gregory hanyalah pria yang hidup penuh dengan obsesi.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang