BAB 07

41.3K 1.8K 78
                                    

Mobil yang dikemudikan Alexandra memasuki pelataran rumahnya setelah dua petugas keamanan berseragam serba hitam membukakan pintu untuknya. Perlu beberapa detik untuk memutari separuh air mancur besar dengan patung kuda di tengahnya agar mobil tersebut sampai tepat di depan anak tangga menuju pintu utama. Setelah benar-benar keluar dari mobil, Alexandra memberi kode agar dua penjaga tadi mendekat ke arahnya.

"Jaga pintu baik-baik. Jangan biarkan Tuan Barsena masuk, sekalipun dia memaksa," perintah Alexandra yang ditanggapi oleh dua orang penjaga itu dengan saling bertatapan. Melihat reaksi keduanya, Alexandra menjadi paham tanpa diminta. Mereka pasti ragu-ragu melaksanakan perintahnya karena tahu tabiat Barsena. Lelaki itu bisa melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang dia mau. Termasuk mendobrak paksa pintu gerbang berukuran raksasa agar dia bisa bertemu dengan Alexandra.

"Tapi—"

"Kalau dia berani macam-macam, laporkan padaku. Aku akan menelepon polisi agar menangkapnya," tegas Alexandra kemudian berjalan meninggalkan dua lawan bicaranya.

Tiba di ruang tamu rumahnya, Alexandra langsung disambut oleh sang ibu yang kebetulan tengah bersama dengan dua orang pegawai rumah tangga yang sedang merangkai beberapa tangkai bunga segar ke dalam dua vas kaca besar. Respon yang segera diberikan oleh Sasmita Angkawidjaja adalah memeluk putri kesayangannya itu dan memberi kecupan ringan di kedua pipinya. Tanpa perlu diberi penjelasan apapun, Sasmita tahu arti kepulangan Alexandra kemari.

"Apa dia menghubungi Mama?" tanya Alexandra lalu melepaskan blazernya dan meminta salah seorang pegawai untuk membawakannya ke ruang cuci yang ada di seberang taman bunga.

"Dia siapa?"

Alexandra memutar bola matanya. "Putra mahkota keluarga Hardjasukmana yang namanya menjadi headline berita hari ini."

"Nggak, memang Barsena perlu menghubungi Mama?"

"Siapa tahu dia mencoba mencari pembelaan, setelah tadi aku menghampirinya di kantor dan selama seharian ini, aku menutup aksesnya untuk bisa meraihku."

"Kamu pasti bicara keras padanya," kata Sasmita sembari membelai rambut panjang Alexandra.

"Ya menurut Mama aku harus bagaimana kalau nggak berbicara keras padanya? Bahkan aku memutuskan hubungan dengannya dan aku bersyukur, karena adanya berita ini, aku jadi punya alasan kuat agar bisa pisah dari si bodoh itu."

Sasmita mengerti sifat putri tunggalnya. Ketika Alexandra tengah terjerembab dalam ruang emosi, tidak ada yang bisa dilakukan selain bersikap tenang dan tidak memberikan perlawanan. Sasmita tidak mau ribut dengan Alexandra. Akan lebih baik putrinya itu menumpahkan kekesalannya baru setelah itu dia akan diam dan memerlukan waktu untuk berpikir.

"Papa dimana, Mam?"

"Ada, di tempat favoritnya. Temuilah dia dulu, sementara Mama menyiapkan makan malam spesial untukmu."

Alexandra tersenyum tipis, lantas mengecup pipi ibunya. "Aku mau bertemu Papa dulu."

Tempat favorit yang dimaksud Sasmita sebagai jawaban atas dimana keberadaan Andriko–suaminya–adalah taman belakang rumah. Disana terdapat tiga kandang besar sebagai rumah tiga anjing herder peliharaan Andriko. Setiap harinya, Andriko akan berada di sana minimal dua kali. Pagi hari saat memberikan sarapan berupa kiloan daging merah segar dan sore hari setelah dia lepas kerja dan ingin melepas penat. Sejak dulu, Andriko gemar memelihara anjing. Tapi kesukaannya terhadap anjing jenis herder baru dimulai satu tahun yang lalu. Andriko bahkan sengaja pergi ke luar negeri demi mendapatkan anjing dengan ras bagus dan jarang ditemui di Indonesia.

Melihat ayahnya sedang asyik melatih tiga ekor anjing dengan permainan lempar tangkap mainan berbentuk tulang besar, mendadak otak Alexandra bekerja dengan sendirinya mencetuskan sebuah ide gila. Pasti akan sangat puas melihat tiga anjing herder milik ayahnya itu mencabik-cabik tubuh Barsena sampai tidak bersisa. Lantas, mereka menjadikan sisa tulang belulang Barsena sebagai mainan.

Secret Pleasure ✔Where stories live. Discover now