BAB 23

27.7K 2K 155
                                    

"Lex, you're so damn crazy!"

Itu suara Genny, berikut tawanya yang pecah serta figurnya yang nampak di layar ponsel Alexandra. Dua sahabat itu sedang melakukan video call, dimana Alexandra menceritakan kejadian tadi siang di kantor Barsena. Dan hal itu sukses membuat Genny tertawa keras.

"Aku benar-benar puas sekarang, G. Akhirnya, setelah sekian lama menanti aku bisa lepas sekaligus membongkar kebusukan tuan besar itu, dan itu didepan keluarganya ditambah di depan Papa. Oh God, sayangnya aku nggak merekam momen berharga tadi."

"Bukan cuma kamu yang puas, aku juga. Sudah lama aku menanti saat dimana si brengsek itu kena batunya dan ternyata memang ada jalan untuk ini semua."

"Untuk sekarang, bukan cuma kita yang merasa puas karena hal ini, G, tapi ada orang lain lagi," kata Alexandra lalu memindahkan ponselnya dari tangan kanan ke kiri karena dia ingin mengambil gelas minumannya.

"Siapa memangnya?"

"Merida," jawab Alexandra lalu meneguk minumannya. "Aku sudah menceritakan rencanaku padanya, dan dia sangat mendukung. Dia bilang, apapun itu asalkan dia bisa membuktikan kalau ancamannya pada Barsena tidak main-main."

"Kamu sempat berkomunikasi dengannya?" tanya Genny. Terlihat dia mengambil sebuah bantal yang digunakan untuk menopang lengannya sementara wajahnya menunjukkan keseriusan dalam menyimak.

"Di dalam flashdisk itu selain ada file berisi rekaman percakapan Barsena dan Merida, juga ada file yang isinya nama dan nomor telepon Merida. Setelah aku membacanya, aku langsung menghubunginya dan dia menceritakan semuanya padaku."

"Oya? Apa saja ceritanya?"

"Kamu tahu, Barsena itu memang sinting. Dia sudah sering datang ke rumah Merida dan memberikan selembar cek padanya, menyuruh Merida pergi dari hidupnya. Dan yang terakhir, paling terakhir yang membuat Merida kesal dan memberi ancaman saat Barsena menyodorkan cek senilai sepuluh milyar padanya."

"What the hell?" seru Genny. Ekspresinya nampak kaget. "Serius? Sepuluh milyar?"

"Yap, dan itu ditolak oleh Merida. Bahkan Merida menyobek cek itu di depan Barsena. Yang dia mau, Barsena bertanggung jawab atas anak yang dia kandung. Merida ingin anaknya nanti punya status yang resmi agar tidak disebut anak haram," jelas Alexandra lantas mengambil gelasnya lagi.

"Oh, Lex, ini benar-benar pembuktian kalau Barsena itu memang gila. Dia sungguh-sungguh menempuh cara apapun agar kebusukannya yang diketahui Merida bisa lenyap begitu saja, bahkan sampai menghamburkan uang sebesar itu. Gila! Tapi untungnya Merida bukan tipe perempuan yang gila harta. Kalau iya, dia pasti sudah menerima pemberian Barsena lalu pergi, dan kita nggak bisa membuat Barsena malu."

"Merida sepertinya tipe perempuan yang kuat dan memegang apa yang menjadi prinsipnya. Dia bilang padaku, kalau setelah mengetahui dia hamil, dia diusir oleh orangtuanya dan sekarang tinggal di rumah peninggalan neneknya. Katanya, dia baru boleh kembali ke rumah setelah berhasil membuat lelaki yang menghamilinya mau bertanggung jawab dan menikahinya. Makanya, dia berusaha sekuat mungkin untuk hal itu."

Genny menganggukkan kepala. Tangannya terangkat naik untuk menyugar rambut panjangnya. "Lex, menurutmu apa Barsena akan menikahi Merida setelah ini? Ya, kamu tahu kan, betapa liciknya dia. Bisa saja dia cari jalan lain lagi untuk menghindar."

"Dia harus menikahi Merida, G. Aku kasihan pada Merida dan aku bersedia membantunya sampai Barsena benar-benar menepati ucapannya."

"Ucapan yang dia sanggah karena sedang mabuk?" Genny tertawa lagi. "Aduh, ada-ada saja si brengsek itu. Kamu memang harus membantu Merida, Lex. Sebagai sesama perempuan, aku pun pasti akan lebih membela Merida. Biar lelaki seperti Barsena nggak bisa main-main lagi."

Secret Pleasure ✔Where stories live. Discover now