BAB 22

22.8K 2.6K 223
                                    

Sebuah napas hangat dan sapuan lembut dirasakan Alexandra di lehernya. Membuatnya harus menggeliat karena makin lama gerakan tersebut makin intens. Bibirnya mengeluarkan racauan tidak jelas. Dan puncaknya, sebuah erangan tertahan lolos darinya ketika dia merasakan sebuah gigitan kecil di bagian pundaknya.

"Ngghh...apa ini sudah pagi?" tanya Alexandra dengan suara seraknya. Matanya masih terbuka setengah.

"Belum, sayang," jawab Ibra lalu merangsek maju dan memberi satu kecupan di bibir perempuan yang berada satu selimut bersamanya. "Ini masih jam delapan malam."

Alexandra melebarkan matanya. Menguap kecil sembari mencari penanda waktu guna mempertegas informasi yang Ibra berikan. Memang benar pagi belum datang, bahkan tengah malam saja belum, tapi pergerakan waktu saat ini membuat Alexandra sadar bahwa dia dan Ibra sudah menghabiskan tujuh jam waktu mereka di tempat ini.

"Kita sudah tidur lama sekali," gumam Alexandra lantas mengucek matanya.

"Karena kita sama-sama kelelahan."

"Rasa rindumu padaku sebesar apa sebenarnya, tuan? Sampai pelampiasannya harus berkali-kali. Huh, dasar." Alexandra mencebik, kemudian gantian memajukan bibirnya untuk menggapai bibir lelaki yang terlihat bak dewa yunani dibawah penerangan lampu kamar hotel ini.

"Ciuman yang barusan apa itu artinya kamu mau melakukannya lagi?"

Alexandra berdecak, memukul pelan pipi Ibra. "Sudah cukup. Kamu mau membuatku nggak bisa berjalan setelah ini?"

"Kalau kamu nggak bisa berjalan aku bersedia menggendongmu kemanapun."

"Merayuku saja terus."

Tawa kecil terdengar, sebelum Ibra setengah mengangkat tubuhnya dan menumpu kepalanya dengan satu tangan. Dipandanginya wajah sempurna perempuan yang terasa sangat dekat dengannya itu. Jemarinya menari halus, mengagumi pahatan yang Tuhan berikan pada wajah Alexandra. Sampai jari itu berhenti di bibir Alexandra dan segera dilumat oleh perempuan itu.

"Kamu menggodaku lagi, sayang."

"Apa?" Alexandra mengeluarkan jari Ibra dari mulutnya. "Aku cuma membasahi jarimu. Mudah sekali kamu ini aku pancing."

"Apa tuan puteri ini lapar?"

"Lapar sekali," jawab Alexandra menyadari kekosongan dalam perutnya. Apalagi tenaganya telah terkuras karena aktivitas ranjangnya bersama Ibra. "Kita pesan lewat layanan kamar saja, ya. Aku masih malas untuk kemana-mana. Malam ini kita menginap disini saja sampai besok."

"Kalau kita menginap disini, aku nggak yakin setelah makan nanti akan ada yang tahan untuk nggak berbuat apa-apa dan langsung tidur."

"Itu kamu pasti, bukan aku."

"Oya?" Ibra melingkarkan tangannya ke perut Alexandra, kemudian menurunkan wajahnya dan mencium pipi perempuan yang begitu dicintainya itu. "Bagaimana kalau kita sebut sebagai kita berdua saja? Karena keinginan kita sama-sama besar untuk hal itu."

"Kamu tahu, aku sedang memikirkan sesuatu," ucap Alexandra pelan. Tangannya bermain di lengan Ibra yang masih membelenggu tubuhnya.

"Apa itu?"

"Bagaimana kalau aku hamil?"

"Aku akan bertanggung jawab," jawab Ibra cepat. "Memang ini kan konsekuensi atas apa yang kita lakukan. Aku sudah memikirkan hal itu jauh sebelum kita mengambil langkah ini. Masih percaya janjiku padamu, kan? Aku akan selalu menemanimu. Termasuk saat nantinya akan terjadi sesuatu diluar kendali kita."

"Apa kamu sungguh-sungguh? Tentang perasaanmu padaku. Maksudku—"

Belum sempat Alexandra menyelesaikan ucapannya, Ibra sudah membungkam bibirnya dengan satu ciuman lembut. Lelaki itu menatapnya lekat, seolah berkata tanpa suara betapa dia benar-benar mempunyai perasaan yang begitu dalam dan besar untuk Alexandra.

Secret Pleasure ✔Where stories live. Discover now