BAB 18

23.1K 1.7K 169
                                    

Tempat pertama yang didatangi Alexandra setelah tiba di Indonesia adalah kediaman orangtuanya. Dia bisa saja langsung pulang ke apartemen, tapi dia tahu, ada yang harus dia pertanggungjawabkan di depan mereka. Tadinya, Ibra berniat menemani Alexandra, tapi niatan itu ditolak karena Alexandra tahu pasti kekhawatiran Ibra akan kondisi ayahnya. Dan akan sangat egois kalau Alexandra membiarkan Ibra ikut dengannya dan bertemu kedua orangtuanya sementara ayahnya pasti sudah sangat ingin bertemu dengannya. Dan lagi, waktunya belum tepat bagi Ibra. Alexandra ingin menjelaskan semuanya sendiri dulu.

Perempuan itu menyeret kopernya, memasuki istana megah milik keluarga Angkawidjaja yang selalu memiliki aroma pengharum ruangan yang khas. Langkahnya sama sekali tidak terlihat gontai. Tidak juga ragu. Alexandra tetap menjadi seorang perempuan penuh kharisma seperti biasanya. Dia siap menghadapi amukan yang nantinya datang padanya, dan dia juga sudah menyiapkan amunisi untuk mempertahankan prinsipnya sendiri.

"I miss you, darling," kata Sasmita saat melihat kehadiran putri kesayangannya kembali ke rumah ini. Wanita itu memeluk Alexandra dan mengecup pipinya bergantian.

"Me too, Mam," balas Alexandra sambil mengusap lengan sang ibu.

"Bagaimana Singapore?"

Perempuan berkemeja flannel merah itu segera mengangkat bahunya. "Masih sama seperti biasanya. Belleza apa kabar, Mam?"

"Semuanya aman, sayang. Pasti Angela juga rajin memberikan laporan padamu, kan? Selama kamu pergi, dia yang selalu membantu Mama. Anak itu memang baik sekali."

"Karena dia Angela yang selalu aku percaya."

"Kamu datang sendiri? Lalu dimana Barsena?"

"Entahlah." Alexandra mengangkat bahunya lagi. "Masih tertinggal di Singapore, mungkin."

"Bagaimana bisa? Kalian tidak pulang bersama?"

"Aku nggak mau pulang dengannya, Mam. Aku sudah malas berdekatan dengannya. Aku pulang ke Indonesia bersama Ibra, kebetulan dia harus menjenguk papanya yang sakit."

"Oya?" Sasmita nampak mengerutkan keningnya. "Dia tidak ikut kemari?"

"Mama sangat ingin bertemu dengannya?" Alexandra tertawa. "Sabar dulu, Mam, nanti akan ada saatnya aku mengenalkan Ibra pada Mama. Sekarang aku nggak mau mengganggu dia dulu, bagaimanapun urusan orangtuanya jauh lebih penting."

"Mama hanya ingin tahu, lelaki seperti apa yang sanggup membuatmu berpaling dari tunanganmu itu."

"Oh, Mam, please—" Alexandra rasanya sudah jengah mendengar Barsena disebut sebagai tunangannya lagi. "—secepatnya aku harus membatalkan pertunanganku dengannya. Aku sudah benar-benar yakin kalau dia bukan orang yang tepat untukku."

"Karena kamu sudah menemukan sosok lain yang dirasa tepat?" Pertanyaan Sasmita ini kontan membuat Alexandra tersenyum, dengan semu merah menghiasi kedua wajahnya.

"Doakan saja yang terbaik untukku, Mam."

Alexandra mungkin sudah meluncurkan pertanyaan mengenai keberadaan ayahnya kalau saja suara deheman berat itu tidak menginterupsi niatnya. Dia sempat memandang ibunya, sebelum membalikkan badan dan berusaha tetap terlihat tenang. Dia tentu tidak mau ayahnya menemukan setitik saja ketakutan dalam raut wajahnya, karena memang Alexandra telah mengubur dalam-dalam ketakutan itu. Semua akan dia hadapi selagi dia yakin dia tidak berbuat kesalahan.

"Anak liar ini masih ingat rumahnya ternyata." Suara Andriko terdengar sinis, sekaligus mendominasi, memaksa Sasmita untuk menghela napas karena dia tahu persis tabiat suaminya. Saat Andriko sedang diselimuti emosi, sosoknya seolah berubah bak singa yang siap menerkam apapun juga. Bahkan anaknya sekalipun.

Secret Pleasure ✔Where stories live. Discover now