BAB 09

36.6K 2.2K 226
                                    

Sejak Ibra berjalan meninggalkan kedai minuman, mata Alexandra seakan tak mau lepas memuja ragawi lelaki itu. Harus dia akui, Ibra ini tipikal lelaki manis. Lelaki yang tadi mampu membuatnya terperangkap dalam tatap matanya. Jenis tatapan mata Ibra seperti mengunci target yang sedang dia amati. Dalam dan terkesan menghargai. Arti tatapan yang dulu sempat Alexandra temukan dalam mata Barsena, namun kini telah lenyap, karena penggambaran dirinya di mata Barsena hanya seperti pemuas napsu belaka.

Berbeda dengan Barsena yang selalu mendominasi, Ibra ini sosok yang tenang. Jika Barsena ibarat laut dengan segala misterinya maka Ibra ibarat danau yang tenang dan tak akan beriak tanpa sebab.

"Maaf, membuatmu menunggu lama," kata Ibra memutus lamunan singkat Alexandra.
Dikejutkan oleh suara orang yang sejak tadi dia amati membuat Alexandra salah tingkah. Yang lantas dia lakukan cuma tersenyum dan menarik gelas berisi lemon tea yang telah Ibra belikan untuknya.

"Nggak masalah."

"Aku nggak menyangka, seorang ibu direktur sepertimu memilih tempat makan sederhana ini."

"Sederhana apanya? Ini tempat makan terkenal di Singapore kalau aku boleh ingatkan."

"Tapi yang seperti ini sama dengan pujasera di Indonesia, Alexandra."

Perlu diketahui, mereka berdua kini tengah berada di tempat makan sejuta umat bernama Maxwell Food Centre. Tempat ini begitu luas dan menyediakan ratusan kedai makanan serta minuman lengkap dari beberapa wilayah Asia. Dan alasan Alexandra mengajak Ibra makan di tempat ini adalah karena dia rindu dengan Nasi Hainan kesukaannya. Makanan tersebut menjadi makanan wajib bagi Alexandra jika berkunjung ke Singapura. Meski tempat ini jauh dari kesan mewah, namun Alexandra begitu menikmatinya.

"Tetap saja beda—" Alexandra menyedot minumannya dulu, melepas dahaga yang sudah bersarang cukup lama di tenggorokannya. Tadi, setelah makan cupcakes di perjalanan, dia tidak mendapatkan minuman karena Ibra lupa membelinya. "—pujasera di Indonesia akan tetap sama sampai kapanpun, tapi disini enggak. Selalu ada kemajuan yang berarti. Setiap kesini, aku selalu melihat ada tambahan kedai baru. Dan lagipula, tempatnya sangat bersih dan nyaman. Lagi-lagi, faktor itulah yang nggak bisa kamu dapatkan di pujasera versi Indonesia."

Ibra mengangguk paham, setuju dengan penilaian Alexandra. "Kamu sering kesini?"

"Lumayan," jawab Alexandra lalu mulai menyantap makanannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ibra. "Kamu sendiri punya restoran favorit disini?"

"Nggak ada. Aku makan apapun yang ingin aku makan dan nggak terlalu terpaku dengan nama restoran atau apalah itu."

"Pemakan segala berarti, ya?" canda Alexandra dengan kunyahan tertahan di dalam mulutnya sebelah kanan. "Ah, rasa nasi hainan ini nggak pernah mengecewakan. Selalu memanjakan lidah."

"Padahal di Indonesia kamu pasti selalu makan di restoran mewah, bukan?"

Alexandra menaikkan dua bahunya. "Nggak selalu. Kadang aku makan junk food. Kadang aku masak sendiri. Kadang juga pesan catering untuk beberapa hari. Aku makan di restoran jika memang ada meeting dengan klien atau acara keluarga."

"Omong-omong soal keluarga, apa kamu sudah menghubungi mereka dan mengatakan kamu tiba disini dengan selamat?"

Seperti mendapat cubitan keras, Alexandra langsung menghentikan gerak mulutnya. Dia menatap Ibra, lalu mengetatkan bibirnya dan menggeleng perlahan.

"Terlalu senang bertemu denganku sampai-sampai kamu lupa, kan?" lanjut lelaki berkemeja biru langit itu sambil menampilkan senyum lesung pipinya yang khas.

"Jangan GR ya, tuan pemusik," ucap Alexandra lalu mengambil ponselnya yang sedari tadi tersimpan rapi di tasnya. Begitu menyalakan layar, ada banyak notifikasi yang mampir ke nomornya. Alexandra meneliti satu persatu dan pesan dari Genny yang pertama dia buka.

Secret Pleasure ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang