BAB 19

23.6K 2.4K 599
                                    

Sudah tiga hari berlalu dan Alexandra belum menerima kabar sama sekali dari Ibra. Sudah berulang kali dia mengirimi pesan pribadi ke instagram Ibra dan juga melalui aplikasi LINE namun sampai detik ini tak kunjung mendapat jawaban. Sosok Ibra seolah lenyap dihempas angin. Membuat Alexandra mulai merasa ragu akan niat lelaki itu untuk membuktikan keseriusan perasaannya padanya.

Hilangnya Ibra memaksa fokus Alexandra menjadi terbelah. Saat sedang berada di apartemen, dia cuma bisa diam dan bolak-balik mengecek ne, berharap Ibra membalas pesannya. Dan saat di kantor, terkadang dia harus merasa kesal sendiri karena pikirannya yang tertuju pada Ibra membuat konsentrasinya tidak dapat sepenuh biasanya.

Kegalauan yang melanda Alexandra itu juga berdampak ketika Barsena berkunjung ke kantornya. Sudah sepuluh menit lelaki itu duduk di depan Alexandra, menanyainya beragam hal terutama kenapa Alexandra tiba-tiba pulang ke Indonesia tanpa memberitahunya dan meninggalkannya di Singapura, tapi sama sekali tidak ada respon berarti dari Alexandra. Perempuan itu sejak tadi sibuk mengutak-atik ponsel, tanpa pernah mengangkat kepalanya hanya sekedar untuk melihat wajah Barsena.

"Alexa." Barsena menyebut nama pendek Alexandra untuk kesekian kalinya dan tetap saja dia tidak mendapatkan wajah Alexandra menghadapnya. Hanya sebuah suara hmm singkat yang dikeluarkan perempuan itu. "Sejak tadi kamu mendiamkanku, apa ada yang sangat menarik di ponselmu daripada aku?"

Alexandra menghela napas. Dia menghempaskan tangannya ke atas paha dan akhirnya mengangkat kepalanya lalu menatap Barsena. "Ada. Kenapa memangnya?"

"Ayolah, sayang, kita sudah lama nggak bertemu dan inikah yang harus aku dapatkan? Aku sangat merindukanmu dan pastinya kamu juga merasakan hal yang sama bukan?"

"Percaya diri sekali," desis Alexandra lantas melirik kembali layar ponselnya. "Aku nggak merindukanmu."

"Bohong sekali." Barsena mendengus. "Kita sudah lama nggak melakukan kebiasaan menyenangkan kita, mustahil kalau kamu nggak merindukanmu."

Alexandra ingin muntah rasanya.

"Kalau aku merindukanmu, mana mungkin aku mencari kepuasan bersama lelaki lain," ucap Alexandra. Sedetik kemudian, dia seperti mendapatkan ide untuk membuat Barsena marah. "Lagipula, tubuh Ibra terasa lebih nyaman dibanding milikmu, apalagi kepuasan yang dapat dia berikan padaku. Teknikmu saja kalah. Dasar payah, padahal kamu sudah sering melakukan hal itu pada banyak perempuan."

Telinga Barsena kontan merasa panas mendengar Alexandra menceritakan pengalaman bercintanya bersama lelaki lain. Tangannya terkepal dan dia hampir menggebuk meja kerja Alexandra andai saja dia tidak berhasil meredam amarahnya.

"Apa istimewanya dia dibanding aku, Lex? Aku sudah mengenalmu lebih lama dibanding dia dan aku yang sudah mencintaimu dari dulu. Sementara dia, kamu dan dia baru mengenal beberapa saat. Kamu seharusnya jangan mudah terlena dengan rayuannya. Bisa saja dia adalah lelaki jahat yang hanya mau memanfaatkanmu saja."

"Memanfaatkan dalam hal apa?"

"Siapa tahu dia hanya mengincar nama besar Angkawidjaja di belakang namamu dan dia punya maksud tersembunyi di balik ini semua."

"Otakmu memang sudah nggak waras," ucap Alexandra. "Ibra bukan lelaki sekotor itu."

"Oya? Apa kamu bisa menjaminnya?"

"Aku lebih tahu dia daripada kamu. Dan aku tahu kamu mengatakan ini semua agar aku lebih waspada padanya, bukan? Ini semua semata-mata hanya karena kamu cemburu dan akhirnya bertindak egois. Sudahlah, Barsena, kita menjadi impas kan sekarang?" Alexandra langsung meralat ucapannya sedetik kemudian. "Belum impas aku rasa, karena kamu sudah meniduri banyak perempuan sementara aku baru dengan Ibra. Tapi, ah, hanya dengannya saja aku sudah merasa sangat puas dan nggak ingin mencari yang lain lagi. Aku kan bukan orang serendah dirimu, tuan besar."

Secret Pleasure ✔Where stories live. Discover now