BAB 10

36K 1.7K 107
                                    

Kelopak mata Alexandra yang telah tertutup selama kurang lebih tujuh jam mulai bergerak samar-samar. Ada beberapa kali kerjapan mata sebelum akhirnya perempuan itu sepenuhnya bangun. Butuh waktu kurang dari tiga detik bagi Alexandra untuk sekedar beradaptasi. Tempat dia bangun pagi ini sungguhlah beda dengan kamar apartemennya. Namun satu yang dia suka—dan sudah dia sadari sejak semalam—yaitu bau pengharum ruangan yang bercampur dengan sedikit wangi parfum Ibra memenuhi ruang udara di tempat ini. Bibirnya bergerak membentuk lengkungan kecil ketika mengingat obrolan ringannya bersama Ibra semalam, sebelum beranjak tidur.

Alexandra mengamati jam yang terpajang di dinding, sekali lagi menyapu keadaan ruangan sampai perlahan ada bau enak makanan yang tersentuh syaraf hidungnya. Bau yang mampu membuat Alexandra lekas menyibak selimut dan bergerak keluar dari kamar demi bisa tahu darimana sumber bau itu berasal.

Langkah kecil tanpa alas kaki kemudian menghantarkan Alexandra ke sebuah ruangan di sisi sebelah kiri dari ruang tamu. Sebuah ruangan yang saat ini sedang dihuni oleh Ibra yang nampak berdiri memunggunginya. Dalam keadaan ini, memunggungi yang dimaksud Alexandra adalah secara harfiah karena Ibra tengah dalam keadaan setengah telanjang. Punggung lebar lelaki itu terpampang jelas. Dan hanya ada celana pendek berwarna biru yang memagari bagian perut sampai ke setengah pahanya.

Melihat sebentuk keindahan lelaki di pagi hari seperti ini, jangan salahkan Alexandra kalau tiba-tiba ada sesuatu yang aneh menyerbak di dirinya. Sesuatu yang tanpa sadar membuatnya harus sampai dua kali meneliti tubuh Ibra dari atas sampai ke bawah.

"Baunya harum sekali."

Kalimat yang diucapkan oleh sebentuk suara serak khas bangun tidur seorang perempuan otomatis memaksa Ibra menoleh. Matanya langsung menuju lurus ke mata Alexandra, sebelum dia nampak tertegun melihat penampilan Alexandra pagi ini. Semalam, saat meninggalkan perempuan itu di kamar, Ibra masih melihat Alexandra mengenakan busana kasual yang nampak membalut tubuhnya secara sempurna. Sedangkan pagi ini, raga molek perempuan itu hanya tertutup oleh sebuah crop tee warna biru tua bersama celana pendek yang kalau boleh Ibra perkirakan ukuran panjangnya, hanya sekitar dua puluh centi dari pinggangnya. Hal lain yang sempat membuat Ibra refleks menelan ludah adalah ketika dia melihat perut rata nan mulus Alexandra yang terumbar begitu saja karena kaosnya yang begitu menggantung.

Sungguh, ini adalah sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya dalam benak seorang Ibra Satria. Bisa melihat Alexandra sebegitu indah dan polos dengan mata telanjangnya.

"Matamu sungguh menelitiku, tuan pemusik," ucap Alexandra, kontan membuat Ibra menyunggingkan senyuman. "Apa aku selezat itu?"

"Sepertinya begitu. Kelihatannya saja sudah sangat menarik."

"Terkadang, penampilan itu menipu."

"Tapi tidak denganmu, Alexandra."

"Dasar perayu!" Alexandra bergerak mendekati Ibra. Ingin tahu aktivitas apa yang sedang digeluti lelaki itu di dapur pagi-pagi begini. "Kamu bisa masak?"

"Tinggal jauh dari keluarga mengharuskanku untuk mandiri. Lagipula, ini hanya omelet. Semua orang bisa membuatnya," jawab Ibra sembari membalik adonan telur yang dicampur dengan irisan daging dan sayuran yang ada di penggorengan.

"Apa aku boleh mencicipi omelet buatanmu?" tanya Alexandra sambil matanya menatap kagum keahlian Ibra menggerakkan sutil. Suatu hal yang tidak pernah dia lihat dari Barsena.

"Tentu saja. Aku sengaja membuat makanan ini untuk sarapan kita berdua. Kamu mau makanan lain lagi?"

"Terserah kamu saja, kan kamu tuan rumahnya. Aku sebagai tamu cuma menerima apapun yang diberikan oleh tuan rumah, bukan?"

Secret Pleasure ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang