Bab 19

55.4K 4.9K 240
                                    


Seorang tabib laki-laki masuk ke dalam kamar Liu wei, bersama seorang dayang membawa sebuah tempat berisi obat-obatan. Liu wei yang sedang duduk melamun di ranjangnya pun terkejut dan menoleh. Ia bangun, tapi ringisan kecil keluar dari bibir mungilnya.

“Liu wei, apa lukamu sudah lebih baik?” tanya tabib itu.

Liu wei tersenyum kecil, “Sudah lebih baik, paman.”

“Aku sudah mendapatkan akar tanaman bunga Long, dan kelopak bunganya yang mengandung racun gatal-gatal bisa dicampur dengan akarnya untuk menghilangkan bekas luka di tubuhmu,” jelas si tabib lagi.

Tabib itu mendekati Liu wei dan hendak menyentuh bahunya, tapi Liu wei beringsut mundur tak mau disentuh. Tabib pun paham dan mengerti, ia mengangguk pada dayang yang bersamanya kemudian berjalan menuju pintu keluar.

Setelah Liu wei ditinggal berdua dengan seorang dayang, ia mulai melepaskan ikatan di pakaiannya, menurunkannya dari bahu. Liu wei mengenakan pakaian sederhan yang hanya satu lapis, karena luka di punggungnya tak boleh tersentuh pakaian yang mengetat.

“Aku obati ya,” kata dayang yang bersamanya.

Kini punggung dan bahu Liu wei terbuka. Ia menutupi dadanya dengan pakaian sendiri, dan membiarkan dayang membantunya mengoleskan obat di punggungnya. Rasa dingin seketika ia rasakan di punggungnya, bersama dengan rasa gatal yang menggelitik, seakan seluruh tubuhnya menjadi gatal. Gadis itu pun memejamkan matanya dengan kedua tangan mengerat pakaiannya.
Setelah dayang itu selesai mengoleskan obatnya, ia berdiri membereskan peralatannya lalu menatap Liu wei lagi.

“Liu wei, kenapa saat itu Kaisar menolongmu? Sekarang semua orang takut mendekatimu, karena takut menyakitimu,” ujar dayang itu sambil mengerutkan dahinya.

Liu wei menatapnya kemudian menghela napasnya. Ia sendiri tidak mengerti mengapa Kaisar membantunya dan membawanya dari tempat hukuman. Tiba-tiba seperti angin dingin datang berhembus dan menerpa wajahnya, memeluk tubuhnya dengan rasa dingin yang menyejukkan. Dadanya berdetak lebih keras lagi, dan getaran di hatinya pun terasa aneh.

Apakah Kaisar peduli padanya? Apa Kaisar memiliki perasaan padanya? Dirinya hanya dayang rendahan, tak mungkin Kaisar menolongnya jika hidupnya tak berarti.

Seketika Liu wei teringat dengan pembicaraannya beberapa hari lalu bersama Pangeran Lian. Kini dirinya sudah beberapa hari mengurung diri di kamar, tanpa bertemu dengan Kaisar.

“Liu wei? Aku keluar ya,” kata dayang itu lagi dan menyentakkan Liu wei dari lamunannya.

Liu wei mengangguk dan tersenyum, ia berbisik pelan, “Terima kasih.”

Setelah dayang itu keluar dari kamarnya, menyisakan dirinya seorang diri. Liu wei termenung kembali, ia melirik jendela kayu yang terbuka dan mengibarkan gorden putihnya. Angin malam yang sejuk masuk ke dalam kamarnya, membawa semerbak wangi bunga ceri. Dengan lilin-lilin di kamarnya yang bergoyang tertiup angin.

Trak!

Suara pintu dibuka dari luar bersama dengan derap langkah yang menggema di lantai. Liu wei pikir dayang tadi datang kembali, namun saat ia berbalik dan menoleh, tubuhnya terpaku. Mata bulatnya semakin membulat dengan kedua tangan mengerat pakaian di dadanya yang terbuka. Sebelah tangannya mencari-cari selimut, kemudian menutupi tubuh bagian depannya.

“Ya-yang Mulia,” bisik Liu wei dengan suara tercekat.

Keadaan di kamar itu menjadi hening dan sedikit menyesakkan bagi Liu wei. Ia melemaskan kedua bahunya dengan tatapan sendu, menatap pada satu sosok yang sedang berdiri di tengah ruangan.
Sosok Kaisar Zhao dengan jubah besarnya berwarna hitam, yang dihiasi dengan sulaman-sulaman naga disetiap garis pakaiannya. Rambutnya hanya diikat di atas kepala dengan tusuk berbentuk naga, tanpa mahkota kebesarannya. Kaisar Zhao melangkah dengan pelan dan tegas, suara langkahnya pun terdengar menggema dan berbahaya. Sedangkan wajah tampannya begitu dingin dengan rahang mengeras. Mata tajamnya semakin menajam dan dingin, bagai ujung pedang yang menghunus tajam.

The Lady Of Emperor Zhao✔[TAMAT] (TERSEDIA DI KUBACA DAN GOOGLE PLAY)Where stories live. Discover now