2

5.9K 608 56
                                    

"Kau oke?"

Taehyung tersenyum manis ketika tangan hangat dengan jemari mungil itu mengusap kepalanya. Lembut sekali tutur kata pria itu, dan Taehyung jadi ingin menangis karena afeksinya yang menghangatkan hati.

"Aku oke." jawab Taehyung pelan. Matanya tak pernah lepas dari pesona kelembutan sosok berjas putih itu. "Kau tidak perlu khawatir, Chim."

"Serius?" Taehyung mengulum bibirnya sendiri begitu mendapat tatapan perhatian dari Jimin padanya.

.

Ah,

Pantas saja Jungkook jatuh cinta pada pria ini.

Jimin itu sempurna,

Memasak bisa,

Mengobati pasien juga bisa,

Pandai berbincang dengan anak kecil,

Bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda,

Sehat tanpa harus ada infus di tangannya,

Bisa memberikan pelukan tiap saat,

Tidak merepotkan orang lain,

Ah,

Benalu seperti Taehyung hanya menyusahkan saja.

.

"Hmm," Angguk Taehyung dengan muka bayinya. "Aku baik-baik saja." katanya dengan nada ceria.

Tapi Jimin hanya terdiam, dan tetap memyimpan senyumnya yang cantik.

"Taehyung," panggil Jimin seraya menggenggam sapun tangan miliknya. "Kalau pusing jangan ditahan."

Bisik Jimin sembari mengusap bibir atas Taehyung yang basah dan berwarna merah pekat.

"Kau sedang tidak baik-baik saja," Taehyung hanya tersenyum begitu Jimin selesai membersihkan wajahnya. "Jangan bohong lagi, ya."

Taehyung meremat selimut yang menutupi kakinya. Kasih sayang Jimin begitu nyata, dan Taehyung serasa tercekik karenanya. Semua hal yang ada pada Jimin begitu menakjubkan, seolah mengolok Taehyung yang hanya manusia terburuk sepanjang masa.

Dan ketika pintu terbuka, Taehyung kembali menarik senyumnya, sebagai topeng andalan.

"Jimin," 

Taehyung mengalihkan pandangan pada boneka kelinci yang ada dalam genggamannya. Memainkannya tak tentu, dan mencubiti pipinya dengan gemas. Seolah ia sedang asyik dengan boneka bunny itu, namun jauh dari kenyataan:

Hatinya tengah nyeri oleh tangisan darah.

Jungkook yang menggandeng Jimin dan menariknya keluar dari ruang inap ini tanpa mempedulikan kehadirannya menjadikan Taehyung sendirian di kamar ini.

.

Ah,

Memang seperti ini seharusnya, kan?

Biarlah Taehyung merana dalam kesendirian,

Karena Taehyung sendiri tahu bahwa pada akhirnya ia akan mati dalam kesepian.

.

Taehyung mematung.

Pikirannya kosong, begitu pula dengan hatinya.

Taehyung menatap datar tangannya, menelisik jemarinya. Cincin emas putih itu masih bertengger di jari manisnya.

Lantas, untuk apa Taehyung masih mengenakannya? Bukankah Jungkook sangat tidak menginginkannya?

"Kau cinta Jimin kan, Kook?"

Taehyung mencabut infus di punggung tangannya.

"Kita sudah putus kan?"

Taehyung melepas infus darah di lipatan sikunya.

"Bukankah aku tak berguna untukmu?"

Taehyung melepas masker oksigennya.

"Dan kehadiranku disini hanya mempersulitmu, bukan?"

Taehyung melepas semua kabel yang menancap di dadanya.

"Oke," bibir Taehyung membiru. "Kau akan dapatkan itu."

Tubuhnya ambruk lemah tak berdaya.

.

Ah,

Sepertinya mati dapat menghilangkan rasa sakit.

Jadi,

Boleh kan, kalau Taehyung memilih menutup hati, mata, dan pikirannya untuknwaktu yang panjang?

Boleh, kan?

.

Dan hembusan lirih juga satu nama muncul sesaat sebelum Taehyung menutup mata.

...

...

...

...

"Jungkook."

...

...

...

...

Dan sebelum Taehyung benar-benar kehilangan nafasnya, tubuh lemah itu diangkat dan diletakkan kembali pada brankar.

Suara teriakan kencang terdengar menakutkan saat pria berambut hitam itu menekan nadi yang melemah di leher Taehyung.

Dan tak lama kemudian, dokter dan suster masuk untuk menangani Taehyung yang kritis.

Dan satu hal yang tidak dapat Taehyung ketahui sebelum tidur panjangnya.

Bahwa sesungguhnya Jungkook masih peduli padanya.

...

...

...

...

END

or

TBC?

Idk

hehe

vote dan komen kalau suka :)

ANGSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang