Please

3.8K 378 38
                                    

"Tunggu,"

Jungkook berhenti. Kemudian sedikit menolehkan kepala ke samping sebelum membalikkan tubuhnya untuk menemukan Taehyung yang berdiri di sana.

"Jangan pergi,"

Jungkook tersenyum pedih mendengar suara penuh getar kesedihan itu. Tapi ia tidak akan bisa menjilat ludahnya lagi. Ia sudah terlanjur menyatakannya secara gamblang.

"Maafkan aku, Taehyung." ucap Jungkook lirih. "Kita sudah berakhir."

Namun, di detik kemudian ia merasakan dorongan beban berat di tubuhnya. Lalu bersitan lirih juga cegukan menyakitkan membuat hati Jungkook semakin terluka.

"Jangan pergi," Taehyung semakin mengeratkan pelukannya. Ingin menahan Jungkook lebih lama lagi. "Aku mencintaimu, Jungkook. Kumohon jangan pergi."

Ingin sekali tangan Jungkook terangkat untuk merengkuh tubuh ringkih itu dalam sebuah pelukan hangat juga bisikan menenangkan. Ingin sekali Jungkook mengecup dahi itu dengan kecupan panjang. Dan ingin sekali Jungkook mengatakan bahwa ia juga mencintai Taehyung luar biasa besar dari pria manis itu mencintai dirinya. Namun, lagi-lagi Jungkook tak akan pernah bisa menarik kembali kalimat sakralnya. Ia tidak mungkin akan pernah bisa lagi memiliki Taehyung seutuhnya, sebab Jungkook sudah terlanjur membuang Taehyung, mengakhiri kisah cintanya untuk selamanya.

"Jangan, Jungkook," Taehyung memukul punggung Jungkook putus asa. "Aku...," Taehyung menjerit kencang. Dadanya sakit sekali menerima kenyataan pelik ini, "Aku mencintaimu..." lirihnya dengan suata yang sangat serak. "Aku masih ingin bergandeng tangan denganmu, makan ramen dn main game sampai larut malam, mengerjakan tugas bersama, mengantar Shiro ke klinik untuk imunisasi," Taehyung menenggelamkan wajahnya di dada Jungkook yang mukai basah karena air mata Taehyung sendiri, "A-Aku masih ingin kau peluk, kau sayangi, dan kau cium," Taehyung memukul dada Jungkook dengan pukulan yang lemah, "Kumohon, jangan seperti ini. Jangan tinggalkan aku..."

"Maafkan aku, Taehyung." Jungkook melepas Taehyung dengan lembut. "Aku bertanggung jawab penuh atas Eunha. Ada darah dagingku di dalam kandungannya."

"Jungkook!" Taehyung meraung saat Jungkook melepas paksa pelukannya. "Jungkook! Jungkook..."

Jungkook meninggalkannya.

"Kumohon, kembalilah..."

Taehyung berlutut di hamparan salju yang turun semakin deras. Ia kemudian terduduk dan memukul aspal putus asa.

"Padahal kau telah berjanji padaku untuk menemani disetiap jadwalku kemoterapi," Taehyung meremat salju penuh dendam, namun tangisnya penuh kesedihan, "Padahal kau berjanji akan selalu ada saat mimpi buruk datang menghantuiku. Dan kau...," Taehyung meraung lagi, memukuli aspal salju dan berbisik lirih, "Dan kau berjanji akan selalu meyakinkanku bahwa aku tidak akan mati..."

Taehyung menangis, tersedu-sedu. Air matanya tumpah bersama lolongan hatinya yang penuh perih sayat tak kasat mata. Ia terluka, dengan luar biasa sakitnya menyiksa. Hatinya berdarah, namun kini tak akan ada lagi obat yang mampu menyembuhkannya. Luka itu tak akan pernah sembuh, meski dilalui oleh masa pun selamanya tak akan pernah tersusun kembali.

Karena kepingan hati Taehyung yang pecah berantakan tekah dibawa pergi Jungkook yang memutuskan untuk menghilang.

Taehyung berusaha bangkit berdiri. Tubuhnya sedikit goyah sebab kehabisa energi. Tak sama dengan hasrat ingin menahan Jungkook lebih lama lagi. Semuanya menumpuk dan terpendam dalam hati.

Hanya Jungkook cahayanya, yang menyinari gelap gulita kehidupan Taehyung selama ini.

Hanya Jungkook kompasnya, yang mengarahkan langkah Taehyung dari sesatnya jiwa dan hati.

Dan hanya Jeon Jungkooklah semangatnya, semangat hidupnya, sehingga meskipun Jungkook telah mengikrarkan perpisahan yang mengerikan Taehyung masih punya nyali untuk bangkut berdiri, dan berteriak memanggil-manggil nama Jungkook, menatap nanar pada mobil yang pria itu kendarai telah pergi sangat jauh dan menghilang di ujung jalanan bertumpuk salju tebal dan suasananya yang sangat sepi.

"Jungkook!" Seperti kesetanan, Taehyung berteriak memanggil nama itu berkali-kali. "Jungkook!"

Kemudian Taehyung melangkahkan kaki.






















Lalu berlari.




















Pada akhirnya bisikan itu pun menginterupsi,

"Percaya padaku, Taehyung. Aku berjanji dan yakin bahwa kau akan selamat."











Dan Taehyung menjawabnya dengan lirih,





















"Ya, Jungkook. Aku pasti bisa hidup lebih lama lagi."






















Namun saat sorotan lampu itu menyilaukan pandangan, lalu disusul suara debuman serta retakan tulang menyakitkan, yang Taehyung tahu adalah salju putih disampingnya sudah berubah warna menjadi merah menyala.

Taehyung mengerjap pelan di balik kelopaknya yang berat karena kantuk. Ia bernafas, lemah, namun yang keluar bukan udara, namun darah.

Taehyung membuka mulutnya yang kaku, mengambil nafas dari sana, namun yang terjadi adalah ia tersedak, terbatuk keras, sebelum darah juga mengalir perlahan dari sana.

Jantungnya berdenyut nyeri, sebagaimana hal yang sama mendera hatinya. Taehyung menitikkan air mata, mengalir pelan sebelum bercampur dengan kubangan merah ditumpukan salju yang tebal.


























Yang bisa Taehyung lakukan adalah tersenyum.




















Lalu batuk itu datang lagi, darah kembali termuntahkan dari sana.




























Belum sempat mampu menyelamatkan diri, gelap pun menyergap Taehyung yang perlahan menutup mata.























"Jungkook..."




















Taehyung membisikkannya sesaat sebelum nafasnya berhenti.

























"Jeongmal saranghae."





















Fin:)

ANGSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang