Break up

5.7K 431 25
                                    

"Berhubung undangan telah disebar, dan hari ini kau mendapat investor baru, mari bersenang-senang!"

Senyuman Taehyung malam ini manis sekali. Bibirnya dipoles lips stain tipis, sehingga terlihat merah natural dan lembab. Ia malam ini memakai make up tipis, hanya sekedar menyembunyikan kantung matanya. Intinya, malam ini adalah malam keberhasilan sang kekasih, dan ia harus tampil segar di depan calon suaminya.

Karena seminggu lagi mereka akan menikah.

"Taehyung, aku ingin bicara sesuatu."

Taehyung meletakkan sumpitnya. Ia memosisikan duduknya senyaman mungkin sebelum mendengarkan Jungkook, putra tunggal dari sahabat Papanya. Pria panas dan luar biasa tampannya itu mengajak dirinya untuk berbicara hal yang serius, mampak betul dari intonasinya.

"Ya, sayang?" Taehyung menaikkan alis penasaran, mata memaku penuh cinta pada Jungkook seorang, dan semakin menarik senyuman yang tak pernah habis.

"Aku harus mengembalikan ini."

Saat Jungkook berkutat dengan sesuatu di jari manis tangan kirinya, Taehyung menahan nafas.

"Tunggu," Taehyung berbisik, memecah rekor keterdiamannya dengan mengucapkan sepatah kata lirih saat Jungkook meletakkan sesuatu di hadapannya, dekat gelas whine merah menyala. Taehyung yang selalu meletakkan tangannya saling bertumpi di atas pangkuan mulai bergerak gelisah. "Apa ini maksudnya?"

"Maafkan aku, Taehyung."

Taehyung mematung, membiasakan diri dengan rasa nyeri yang tiba-tiba datang. Seakan ada bagian darinya dirobek paksa dan dibiarkan terluka berdarah-darah. Taehyung mencoba menerima kenyataan, namun jauh dalam dirinya ia benar-benar menolaknya.

"Aku tidak bisa," suara hembus frustasi Jungkook terdengar gusar di telinga Taehyung. "Perjodohan ini, walaupun kau menyukainya tapi tidak denganku. Jadi, sangat berat kukatakan padamu--"

Taehyung mengeratkan genggaman tangannya. "Tidak, Jungkook..."

"--bahwa aku harus mengakhiri ini." jungkook mendekatkan cincin lithium itu padanya. "Maafkan aku."
Taehyung mencegah kepergian Jungkook dengan mencengkram pergelangannya. Ia tak menangis, terlalu terkejut dengan apa yang terjadi. "Jungkook, mau kemana?" Taehyung menatapnya tepat di mata, dan kali ini Jungkook berani menatap balik padanya, dengan sedikit tak berperasaan. "Bukankah kita akan merayakan keberhasilanmu mendapat investor baru sekarang?" Taehyung mengeratkan genggamannya, "Ayo duduk sini, jangan kemana-mana."

Lalu, pria Jeon itu menepis lembut tangannya.

Taehyung merasa ada yang hendak pergi dari dalam jiwanya.

"Maaf, Taehyung." Jungkook menggenggam lembut tangan itu sebelum mengusapnya tepat di kepala. "Aku harus pergi." Jungkook menatapnya, sedikit kasihan. "Tetaplah di sini, aku sudah menghubungi supir untuk mengantarmu pulang."

Taehyung masih diam. Mata sendunya menatap putus asa pada lilin cantik di atas meja makan. Semua dekorasi yang ia susun sedari pagi sia-sia. Makanan eropa yang dipesannya khusus untuk berdua terbuang sudah. Bahkan dari semua pengorbanannya ini tak ada satu kecupan pun Jungkook berikan padanya.

"Aku pergi," Jungkook tersenyum. "Selamat tingal."

Jungkook melangkah berani, dengan tegas, meninggalkan ruang reservasi itu dalam keterdiaman. Lega sudah dirinya, akhirnya semua ini berakhir. Ia tersenyum kecil saat hendak melewati pintu kaca, dan kemudian terdengar suara berisik sesuatu yang pecah dan bunyi debum yang menyakitkan.

Taehyung mengabaikan rasa kebas di bahunya yang telah membentur porselen. Ia tadi hendak mengejar Jungkook, namun kaki buntungnya tak membantu sama sekali. Ia terjatuh, mempertahankan diri dengan menggenggam taplak meja namun itu malah membuat semuanya pecah menemani hatinya.

"Jungkook," Taehyung menarik tubuhnya dengan kedua tangan yang tegores beling keramik mahal. "Jungkook, tunggu!" tangannya bergerak cepat, mencoba raih merpatinya dalam ketidak berdayaan. Andai ia punya kaki, ia pasti sudah memeluk kuat Jungkook dan mencegahnya pergi. "Jungkook, j-jangan tinggalkan aku..." Taehyung membiarkan kemeja biru langitnya ternoda makanan maupun darahnya sendiri. "Sebentar, Jungkook."

Namun, jungkook membalikkan punggungnya dan melangkah pergi.

"Jungkook!" mata indah Taehyung berkaca-kaca. "Kau mau ini berakhir?" Taehyung menjerit pilu. "Jika ini berakhir, maka jadi akhir juga buatku!"

Dan tangisnya pun pecah. Menyuarakan isi hatinya, merutuki nasibnya yang tidak beruntung, meraung putus asa begitu sadar tiada lagi yang dapat ia harapkan. Tidak ada lagi jalan keluar, karena memang pada dasarnya ia hanyalah pemuda cacat, penuh kekurangan, walaupun ia tutupi sebaik mungkin tetap saja ia menyusahkan.

Taehyung meraba lantai, menggenggam sebuah beling tajam, lalu nekat dengan gerakan frustasi menyentuhkannya pada pergelangan kirinya. Menggoresnya cepat dan dalam. Membiarkan warna merah pekat mengalir deras yang seakan mengoloknya tentang betapa menyedihkannya kisah cinta yang pupus ini.

"Jika kau pergi, jika aku tak bisa memiliki hatimu, tiada alasan bagiku untuk tetap hidup."

Taehyung memindahkan beling itu di tangan kiri, lalu menggenggamnya kuat dan menggoreskannya kasar pada nadi di pergelangan kanannya.

Taehyung menggigil, bibirnya pucat begitu pula wajahnya. "Kau pikir aku kuat hidup tanpamu? Kau pikir aku bisa melewati segala lika-liku hidupku tanpa penuntun, sementara selama ini yang menjadi penggerak hidupku adalah dirimu?"

"Pilihan terbaikku mati." Taehyung menggores luka baru di lehernya. "Kau pergi, maka aku pantas untuk mati."
.
.
.
.
.
End.

fireflees hiraeguk Kittyhyung Clou3elf Cornflakeszz zaet00 macaroonje ryokucha136 sweetverry neutaella

ANGSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang