Cinta

3.1K 271 17
                                    

Mungkin Taehyung terbangun sedikit kurang nyaman pagi ini. 

Selimut merosot serta sampah plastik makanan ringan seolah menjadi penemannya tenggelam dalam dunia khayalan semalaman. Buku-buku berserakan, sama halnya dengan wajah kusut itu. Matanya yang sayu dan bengkak sisa semalam sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan segalanya.

Tubuhnya memang terasa kuyu, namun jauh di dalam dirinya yang lain berbisik halus. Mengatakannya dengan lembut, memantik jiwanya yang terhempas seperti yang sudah-sudah untuk kembali bertapak di muka bumi. Berusaha tak membiarkannya kembali mengawang tanpa arah. Berkelana tiada henti, mencari kunci dari keraguan-keraguan yang menghantuinya selama ini.

Pemuda Kim itu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, kemudian menghela berat untuk yang pertama di pagi ini. Wajahnya tengadah menghadap langit kamar putihnya. Hatinya kembali berbisik: aku tak boleh seperti ini berlarut-larut.

Maka dengan segenap semangat yang susah payah dikumpulnya, dengan serpihan-serpihan keyakinan yang dipungutnya satu-persatu, ia bangkit dari tidurnya.

Siluet mentari mengintip malu-malu dari lembaran sutera di jendela, ia pun menyibaknya dengan gesit dan membuka jendela kamarnya. Udara dingin pagi yang membelai wajah dan nyanyian burung penuh harmoni menyambutnya dengan suka-cita. Terlebih, langit pagi ini sungguh cerah. Awan tipis-tipis berarak sebagaimana dedaunan pohon yang melambai digiring angin: seolah Tuhan mengucapkan selamat pagi padanya dengan cara yang luar biasa manis dan romantis.

Pada akhirnya, ia tersenyum. 

Senyum pertama untuk hari ini. Ia menyadari, ada banyak sekali urusan dunia yang menantinya. Dan sudah seharusnya ia tak berleha-leha lebih lama. Memang benar adanya setelah kesunyian yang berperisa kesepian masih bergelayut tanpa tahu malu dalam hatinya. Namun, jika terus dibiarkan, sampai katak mampu terbang pun tak akan pernah selesai urusannya.

"Oke," gumamnya diiringi senyuman ringkas di bibirnya yang masih kering belum diberi lipbalm, "aku harus bangkit lagi hari ini." lanjutnya sembari menyaksikan luasnya permadani biru di atas sana.

Pada akhirnya, ia bangkit lagi. Kilat netranya menjelaskan segalanya. Ada pancaran kekuatan dibalik senyum getirnya. Kedua tangannya yang menggenggam kusen mengerat, seolah menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh kali ini. Bersungguh-sungguh untuk bangkit lagi dan memperjuangkan kebahagiaan dirinya sendiri.

"Tidak apa," Katanya pada diri sendiri sembari melihat burung camar tengah menyusun sarang di dahan, "Tidak apa jika gagal lagi." Ia tersenyum penuh arti saat burung camar itu menjatuhkan dedaunan kering yang berukuran panjang, melayang-layang dan akhirnya jatuh ke tanah. "Setidaknya untuk saat ini aku masih memegang teguh keyakinan dalam hatiku."

Cicit burung itu menggema hingga ke kamarnya. Ia masih mengamati dengan seksama. Dan saat burung camar itu turun untuk mengambil kembali daun keringnya, kemudian terbang dan berusaha untuk menyusun kembali sarang bagi tempat hidupnya kelak, ia pun tersenyum semakin lebar seraya berkata:

"Karena cinta dan pengorbanan adalah hal yang sama. Begitulah cintaku padamu. Aku siap menanggung rasa sakit itu, aku siap menjadi korban dan jatuh berkali-kali, karena yang aku tahu aku betul mencintaimu."

"Tidak, jangan ada air mata lagi," kekehnya dengan wajah lucu yang seperti menahan sesuatu. Bibirnya tercebik namun menggemaskan di satu sisi, karena ia juga sedang menahan tawa untuk dirinya sendiri.

Yah, meskipun tuturnya penuh ketulusan dari dasar hati yang paling dalam. Ia terlampau mengerti bahwa hidup tak akan pernah berbaik hati pada seseorang yang penuh kekurangan sepertinya.

Bukankah memang begitu aturan mainnya? Siapa saja yang ingin menjadi terbaik, maka masa tempanya harus butuh waktu yang sangat lama dan ekstra menyakitkan. Dunia memang kejam, bukan? Mau bagaimana lagi, ia harus menerima sepenuh hati.

"Aku mencintaimu, walau cintaku harus bertepuk sebelah tangan yang kesekian kalinya."

Dan, yah, air matanya berkhianat padanya kali ini.

Semoga apa yang tengah diperjuangkannya tak akan berkhianat lagi padanya setelah ini.

Semoga. Semoga ia siap untuk terperosok lagi. Semoga.

Jika definisi mencintai Jeon Jeongguk adalah jatuh dan berdarah-darah, maka Taehyung siap menjalani hari-harinya ke depan. 

Tapi, 

Mencintai seseorang yang sudah mengikrar janji suci di depan pendeta, banyak orang, dan Tuhan semalam, bahkan di depan mata kepala Taehyung sendiri, untuk apa dilakukan?

"Semoga bahagia senantiasa memenuhi bahtera keluargamu, Jeongguk." Taehyung berbisik pilu, ia berusaha mengusap kembali pipinya yang sudah basah. 

"Saranghae..."

...

...

..

THE END

...

...

...

Oke, si doi mau nikah muda. Lantas aku bisa apa? Hehe. Jelek dan lusuh sepertiku memang gapantes dapet cinta yang tulus dari siapapun. Aku terlanjur paham luar kepala. Orang sepertiku gapantes buat dicintai. 

ANGSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang