Jimin

3.8K 321 19
                                    

Jimin mengerang rendah saat selimut yang ia gunakan tertarik paksa. Ia merasa terganggu—demi apa—padahal ia baru saja hendak mencium Yoongi-Hyungnya dalam mimpi barusan. Gerakan-gerakan tak beraturan menjadikannya mengusak wajah kantuknya dengan kasar. Seketika ia menoleh ke arah sisi lain di ranjangnya.

"Bisa diam tidak?"

Setelah mengatakan kalimat pedas itu, Jimin kembali menarik selimut hingga kepala. Ia mencoba kembali menutup mata dan menjemput mimpi, namun yang ia dapatkan adalah kaus bagian punggungnya dicengkram kuat.

"Apa, sih?" Jimin mengucapkannya dengan nada terganggu. Ia masih membekap tubuhnya sendiri dengan selimut berwarna biru laut itu. "Diam, Taehyung. Aku ngantuk sekali."

Dan suara engah tertahan dan batuk-batuk kesakitan seolah menampar Jimin untuk bangkit dan menghadapi kenyataan.

...

Jimin tidak pernah mengerti bagaimana skenario Tuhan yang sebenarnya diciptakan untuk jalan hidupnya. Ia juga tidak mengerti kenapa ia bisa mengenal Taehyung yang rapuh. Tapi, yang ia tahu, setelah sekian lama bersahabat dengan bocah dalam pelukannya ini, satu hal yang dimengerti adalah Jimin tidak bisa hidup tanpa Taehyung, bahkan sebaliknya. Taehyung sungguh membutuhkan Jimin.

Saat satu cengkraman di kausnya menguat, serta pelukan itu kian erat, Jimin semakin menarik tubuh kurus itu dalam dekapannya yang hangat. Menghangatkan Taehyung yang merasa sepi. Mengusap punggung berpeluh itu dengan hati-hati. Jimin mencoba untuk menenangkan sahabatnya yang kembali bernafas sesak dengan mengusap surai lembut cokelatnya penuh kasih sayang. Dan berakhir dengan satu kecup halus di puncak kepalanya.

"Masih sakit?" Tanya Jimin seraya membiarkan Taehyung menjawabnya dengan anggukan lemah. "Kalau sakitnya sudah keterlaluan, bilang padaku. Biar kuhajar saja."

Jimin terkekeh, namun berhenti saat Taehyung merengek di perpotongan lehernya. "Uh, jangan membuat lelucon, Jim." Taehyung mendekatkan diri, mencari posisi yang nyaman untuk bersandar sepenuhnya pada tubuh Jimin yang kuat. "Dadaku sakit jika tertawa."

Lalu, keheningan mengisi di antara mereka. Jimin membiarkan Taehyung mengusap dadanya, sebab ia mengerti Taehyung merasakan dingin melalui telapaknya yang seolah beku. Lantas, Jimin meletakkan dagunya di atas kepala Taehyung tanpa menyakiti.

"Sehangat itukah dadaku, Taehyung?" Pemuda Park itu menyeringai jahil saat disadarinya bahwa Taehyung dengan cepat menarik tangannya. Namun, Jimin dengan cepat menarik kembali tangan beku itu untuk ditempatkan kembali pada dada bidangnya yang hangat. "Sudah, tidak apa-apa. Dadaku tempatmu bersandar, Taehyung."

"Dimana-mana tempat bersandar itu bahu." Celetuk Taehyung sembari kembali mengusapkan tangannya pada dada bidang Jimin yang hangat. Kemudian, Taehyung berbisik lirih, "Aku iri dengan Yoongi-Hyung..."

"Maksudmu?" Jimin mengusap punggung Taehyung dengan lembut, "Iri karena bisa sentuh-sentuh dadaku seperti ini?"

Taehyung tak menjawab, namun pelukannya yang mengerat menjawab segala kegundahan Jimin selama ini.

"Mianhae, Taehyung-ah." Jimin berbisik tepat di telinga Taehyung. "Mianhae..."

Dan yang Taehyung mengerti setelahnya adalah kelembutan dan hangat serta basah yang merambat di belah bibirnya menjadikan Taehyung terpejam erat, dan hanyut terbawa irama serta tempo yang melambat. Jimin menciumnya dengan teramat halus, sangat hati-hati, dan penuh kasih. Hembus nafasnya yang tenang, dan rangkuman tangannya di sisi rahang Taehyung begitu menguatkan namun tidak memaksa.

Dan Taehyung,

Dengan sisa hembus nafasnya, kembali terengah sakit disertai air mata.

Mianhae, Yoongi-Hyung.

Taehyung mencengkram kuat kaus di sisi kedua bahu Jimin hingga kusut. Lantas, kembali terpejam saat Jimin kembali menerjangnya, lagi, lagi, dan lagi. Melumat Taehyung dengan penuh afeksi. Menggigitnya dengan penuh minat. Lembab yang Taehyung rasakan, baik di bibir dan juga matanya.

Mianhae, Yoongi-Hyung.

Aku mencintai Jimin—jauh sebelum kau menjadi kekasihnya.

Dan biarkan Taehyung kembali tenggelam dalam egoismenya, dan biarkan Jimin tersesat pada dosa terindahnya. 

ANGSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang