Chingulomania (Afstor)

3.4K 251 71
                                    

Tatap kagum Jungkook bercampur dengan memuja pada sosok mungil nan rapuh yang ada dalam lingkupan telapak tangannya. Kulitnya merah lembab bercampur darah dan ketuban yang melumuri tubuh mungilnya. Jungkook memegangnya hati-hati, sembari bergumam menenangkan kala bayi yang baru lahir itu menangis dengan suara yang kencang. Bayinya sehat, itu yang dokter Jung bilang meski bobot tubuh bayi yang baru lahir itu hanya dua koma dua kilogram.

"Junghyun-ah," panggil Jungkook sambil menahan haru begitu ia tahu bahwa nama itu sungguh indah dan cocok untuk putranya. "Terimakasih sudah bertahan, ya."

Ruang operasi masih berbau menyengat oleh antiseptik dan aroma besi. Jungkook diminta untuk mengembalikan putranya supaya segera dibersihkan dan diletakkan dalam inkubator. Memberinya hangat seperti saat dalam kandungan ibunya.

Setelah menatapi putranya yang dibawa pergi perawat, Jungkook dengan luka hati dan langkah berat mendekat ke arah ranjang operasi yang lampunya sudah dimatikan. Peralatan sudah dibereskan, namun tersisa beberapa perawat dan dokter Jung yang masih sibuk menjahit luka operasi  seseorang yang dikasihinya.

Wajah itu sudah pucat, mata teduh yang biasa Jungkook tatapi itu tertutup rapat. Bibirnya sedikit membiru meski begitu Jungkook tak dapat menyangkal bahwa Taehyung masih cantik seperti sebelumnya.

Seketika rasa rindu itu merasuk ke dalam ruang hatinya, Jungkook rindu Taehyung memanggil namanya dan menyapanya dengan sabar dan penuh perhatian.

Jungkook mengusap aliran air mata yang tersisa di kulit dingin tercintanya, sebelum mengecup lama dahi Taehyung dengan gemuruh dada yang menyiksa. Taehyung meninggalkannya terlalu cepat, bahkan menyaksikan tumbuh kembang Junghyun saja tak akan pernah sempat.

Taehyung telah berjuang hingga batas kemampuannya, meski hati Jungkook rasa tak rela, tetap ia harus kuat kehilangan cinta pertamanya.

Selimut putih terjulur hingga menutup seluruh tubuh jasad Taehyung yang dingin dan kaku, Jungkook sekali lagi mencoba membukanya dan merekam dengan baik dalam memori akan wajah cantik itu untuk terakhir kali. Ia usap pipi Taehyung dengan lembut sebagaimana ia perlakukan si cantik seperti biasa, Jungkook peluk lemah tubuh kaku itu dan berbisik lirih tepat di telinganya yang tak mungkin bisa lagi mendengar.

"Aku mencintaimu, Taehyung," Jungkook mengecup bibir tersenyum ringkas itu dengan lembut. "Aku mencintaimu, Taehyung," Jungkook mengecup kedua matanya bergantian. "Aku mencintaimu, Taehyung," kecupan itu berakhir pada dahinya yang menggelap.

Jauh di luar sana ada Jimin tengah menyaksikan semuanya. Ia menangis hebat sambil memeluk Jikook yang kebingungan. Disampingnya ada orang tua Jungkook yang menahan tangis sebab tak tega dengan adegan yang ada di dalam ruang operasi itu.

...

S

aat itu, jauh sebelum Jungkook ketahui bahwa anugerah pun bencana juga akan datang menimpanya:


Saat itu Jungkook baru selesai mandi di kamar Jimin. Kamar mandi utama airnya mampet dan masih menunggu perbaikan hingga sore nanti. Sambil mengusak rambutnya yang basah, Jungkook pergi menuju dapur untuk mengambil sekotak susu dan mug putih. Perutnya lapar setelah membiarkannya kosong karena melewatkan makan malam.

Sambil mengawasi sekitar rumahnya yang masih sepi, Jungkook meneguk isi dalam gelasnya hingga tandas. Ia mendekat pada tumpukan roti gandum potong begitu pikirannya merasa ganjil akan sesuatu.

"Tumben Taehyung belum bangun?" Kata Jungkook dengan pikiran yang penuh akan pertanyaan. "Biasanya dia paling rajin menyiapkan sarapan."

Jadi, Jungkook dengan segenap hati bersedia untuk menyiapkan sarapan bagi keluarga kecilnya. Beberapa roti panggan dengan selai strawberry juga cokelat. Menyiapkan biskuit bayi untuk Jikook, dan susu formula favorit putranya.

"Astaga Jungkook maafkan aku!"

Sontak menoleh, Jungkook mendapati Taehyung turun dari tangga dengan tergesa. Mengernyit samar, merasa aneh karena Taehyung nampak berantakan dari ujung kepala hingga kakinya. Mata awascsnya memperhatikan Taehyung dengan intens dan masih seperti itu saat Taehyung berusaha mencegah Jungkook menyentuh peralatan dapur.

"Jungkook, kau bisa duduk dan menunggu. Aku akan selesaikan sisanya," katanya dengan nada lembut namun nafasnya terburu. Mungkin lelah sehabis berlari. "Oh iya, ada crackers di toples itu, kemarin aku membelinya di supermarket. Ada lagi regal di kaleng itu," Taehyung menunjuk kaleng berwarna merah di dekat vas bunga kamomil diatas meja. "atau biskuit bola cokelat di toples kecil. Kemarin aku stok semuanya hehe," Taehyung tersenyum sambil mengikat tali apron ke belakang, tangannya bergerak membuka kulkas mengambil beberapa telur. "Omelette dan sosis apa tidak apa? Atau kau mau sarapan yang lain? Aku bisa buatkan--"

"Tae,"

"--siomay buat makan siangmu. Nanti aku masukkan ke dalam bekal, ya? Aku buatkan banyak sekalian untuk sekretarismu, Jungkook. Lumayan kita punya banyak frozen food. Kau pasti suka."

"Taehyung,"

Taehyung menoleh, sementara tangannya sibuk mengocok telur di dalam mangkuk.

Jungkook berdiri, lalu mendekat. "Jangan memaksakan diri, oke?"

"Hah?" Taehyung melongo, namun kembali berkutat dengan urusannya. "Bagian mana yang aku memaksakan diri?"

"Kau terlihat sangat lelah," Jungkook menatap lekat Taehyung yang makin kuyu. Wajahnya menampakkan kelelahan dan mata yang tidak fokus. "Kau harus banyak istirahat," katanya lagi sambil mengulurkan tangan hendak menyentuh pipi Taehyung. "Tidak apa kali ini aku yang buatkan sarapan ya--"

TRAK!

"A-" Taehyung membeku. Ia tarik tangannya ketika ia sadari bahwa tindakannya barusan berpotensi memancing amarah sang suami. "Jung--"

Jungkook diam saja ketika Taehyung menepis kasar tangannya. Namun ada wajah keheranan yang tersirat dalam bola matanya. Jungkook mendekat, hendak meraih sisi wajah Taehyung, "Tae--"

Tubuh Taehyung merosot jatuh, gemetar kentara pada dirinya. Matanya menatap nanar pada tangan Jungkook yang melayang di depannya. Bibirnya bergetar entah kenapa. "M-Maaf, jangan," kedua mata Taehyung mulai berair, nampak ketakutan luar biasa dan seketika sekukur tubuhnya terasa sakit. "t-tidak, jangan s-sentuh," Taehyung bergumam lirih, menyeret tubuhnya ke belakang agar jauh dari Jungkook. "t-tidak Jung, j-jangan dulu... Aku--"

Yang Jungkook sadari saat itu adalah satu: Taehyung mulai takut dengan sentuhannya.

...
end.

ANGSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang