2.6 || Kunjungan

89.4K 5.7K 46
                                    

"Dia baik-baik aja, tapi Aletha yang enggak baik-baik aja."

"Enggak baik gimana maksud lo?" tanya Atha dengan raut wajah kebingungan.

"Aletha khawatir ngeliat kondisi dia yang kayak gitu. Ada selang di mulutnya, muka dia lebam Bang, kayak abis di tonjok. Aletha takut dia kenapa-kenapa," jawab Aletha sembari ia menyenderkan kepalanya di jendela mobil. Dan ia terdiam untuk beberapa saat.

"Tha, jangan diem."

Tidak, Aletha merasa de javu dengan ucapan Atha barusan. Lalu ia menghembuskan napas pelan, itu kejadian beberapa jam sebelum akhirnya ia dan Alfa menjauh karena Alfa yang memintanya.

"Aletha cuma takut bang, Aletha takut kalau misalnya nanti Aletha gak akan bisa liat mata hijau dia itu. Aletha takut kalau misalnya nanti dia gak akan keluarin kata-katanya yang bisa buat Aletha sakit hati," jawab Aletha lalu ia mengeluarkan earphonenya dari tas yang ia bawa dan mulai mendengarkan lagu. Atha hanya bisa terdiam melihat sikap adiknya ini.

Atha tidak heran, sama sekali tidak. Karena ia pernah berada di posisi dimana ia sangat khawatir dan takut kehilangan orang yang ia sayang. Dan mungkin, posisi itu yang sekarang Aletha rasakan.

Kombi...kalau Aletha kangen, pasti Aletha dengerin lagu, karena kombi suka dengerin lagu juga.

Semesta udah sampaikan permintaan maaf Aletha belum? Sudah kan? Setiap malam, Aletha selalu diem di balkon kamar sambil mohon kepada bintang untuk selalu jaga kombi, tapi kenapa hal ini malah terjadi?

Aletha tau, seharusnya Aletha enggak boleh mikirin kombi lagi, karena kombi udah minta Aletha buat pergi dari hidup kombi kan? Satu bulan itu lumayan lama, Fa. Dan selama itu juga otak Aletha selalu dipenuhi sama kombi.

Kombi ngerasa sedih gak? Enggak ya, kombi malah ngerasa bahagia ya ngeliat Aletha menjauh dari kombi?

"Tha, turun."

Aletha menyudahi lamunannya dan turun dari mobil. Tanpa mengucapkan salam atau apapun, ia langsung berjalan menaiki tangga dan masuk ke kamarnya lalu ia mandi.

"Adek kamu kenapa Bang?" tanya Kila ketika Aletha hanya berjalan melewatinya.

"Biasa mah, urusan perasaan," jawab Atha lalu ia melangkah meninggalkan ruang tamu dan pergi menuju kamarnya yang ada di samping kamar Aletha. Saat ia melewati kamar Aletha, ia dapat mendengar sebuah isakan kecil dari dalam dan Atha hanya bisa menghela napas mendengarnya. Adiknya itu kembali menangis.

"Alfa, mimpinya jangan kelamaan. Cepet bangun."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Aletha langsung terpejam ketika ia merasakan kalau ada Alfa di sampingnya sambil memainkan gitar

------- Impressed -------

Bel pulang sudah berbunyi dan Aletha masih membereskan bukunya sampai suara ponselnya menghentikan kegiatannya itu dan ia langsung mengangkatnya.

"Tha, nanti ke rumah sakit?"

"Iya Bas, kenapa?" jawab Aletha sembari ia menempelkan ponselnya di pundaknya dan ia membereskan bukunya.

"Gue baru bisa dateng ke sana agak sore, gue ada latian basket dulu. Lo bisa temenin Alfa sebentar kan?"

"Bisa Bas, lo fokus aja latiannya." Lalu Bastian mematikan teleponnya sepihak. Setelah itu Aletha langsung melangkah keluar kelas dan langsung menuju ke gerbang, ia sudah memesan Go-Car untuk mengantarnya ke rumah Alfa. Sesuai janjinya kemarin, ia akan membawa Prita menemui Alfa.

Go-Car itu datang dan ia langsung menuju rumah Alfa.

------- Impressed -------

Ya, di sini lah Aletha sekarang berada bersama Prita yang menggenggam erat tangannya. Setelah diberi tahu tentang keadaan Alfa, Prita langsung panik. Prita ingin langsung menemui abangnya itu, maka Aletha dengan mudah bisa membawa Prita di sini.

"Kak, Prita ga suka bau rumah sakit. Prita bosen ada di rumah sakit," kata Prita dan Aletha langsung berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan Prita.

"Sayang, kita di sini buat Bang Alfa, Prita harus tahan dulu ya. Suka enggak suka, kita di sini demi Abang kamu juga, mau lihat Abang kan?" tanya Aletha sembari ia mengusap rambut hitam Prita dan Prita mengangguk.

Lalu Aletha menuntun Prita berjalan ke ruang rawat Alfa dan ia sampai di depan pintu cokelat itu lagi. Ia membukanya perlahan, suasananya masih sama seperti kemarin, sepi dan dingin.

"Udah sampai ya kak?" tanya Prita dan Aletha hanya menuntun Prita menuju ranjang Alfa dan membiarkannya duduk di sisa tempat yang ada. Prita langsung meraba-raba ke udara dan Aletha langsung membawanya ke wajah Alfa.

"Abang? Ini muka Abang? Kenapa rasanya beda? Ini mulut Abang? Kenapa ada selangnya Bang? Abang gapapa kan? Abang harus sadar, Prita masih butuh Abang. Cuma Abang yang Prita punya sekarang selain bibi. Cuma Abang yang sayang sama Prita sekarang. Abang bangun...."

Aletha hanya bisa mengusap bahu Prita lalu membawanya ke dalam dekapannya dan mengusap rambut panjang Prita. Kondisinya juga sama seperti Prita. Rapuh. Tapi Aletha tau, Prita lebih rapuh daripada dirinya. Prita ternyata terisak di dalam dekapannya, ia bisa merasakan karena baju yang ia pakai sedikit basah.

"Kak, Abang bakal bangun kan?" tanya Prita kepada Aletha. Sementara Aletha hanya bisa menghela napas.

"Kita cuma bisa berdoa, abang buka mata itu kehendak yang di atas. Tapi kakak percaya kok, kalau Abang kamu bakal bangun. Karena di sini, ada orang yang nunggu dia untuk buka mata."

Sungguh, ia tidak tega melihat keadaan Prita. Bibi Alfa bilang, kalau semalam Prita tidak bisa tidur dan ia terus menanyakan tentang keberadaan Alfa.

Prita masih terisak dalam dekapannya dan Aletha masih berusaha menenangkannya.

"Kak Aletha jangan tinggalin Prita kayak Abang sekarang ya, kalian berdua yang jadi orang paling Prita sayang," ucap Prita masih dengan isakannya.

Gimana caranya kakak enggak tinggalin kamu, kalau Abang kamu sendiri minta kakak buat pergi?

Akhirnya Aletha menghela napasnya, Prita sudah tertidur di dalam dekapannya dan ia langsung berusaha menggendong Prita menuju sofa yang berada di dekat tembok lalu ia membaringkan Prita di sana.

Aletha kembali lagi melihat manusia jelmaannya. Masih sama, belum ada perubahan apapun. Kali ini, tangan Aletha tergerak untuk menggeserkan rambut yang menutupi wajah Alfa. Lalu ia mengusap jambul itu secara perlahan.

"Kombi, bangun, ada Prita di sini yang masih butuh kombi," kata Aletha lalu ia memutuskan untuk duduk di kursi yang ada.

"Cuma kombi yang saat ini dia punya. Buka mata kombi dan bilang ke Prita kalau kombi gak bakal tinggalin dia. Berhentiin mimpi indah itu biar kombi mau bangun. Berhenti mimpi." Aletha memejamkan matanya perlahan lalu setetes cairan bening itu keluar lagi.

Ah, kenapa Aletha jadi suka menangis sih?

Aletha hanya bisa menghapus cairan yang selalu keluar itu, entahlah mungkin ia merasa sangat membutuhkan Alfa untuk kembali. Bukan untuk dirinya, tapi untuk Prita. Karena ia tahu, Alfa hanya menganggapnya sebagai manusia pengganggu.

Perlahan, Aletha menghapus cairan itu lalu membungkuk dan berbisik di telinga Alfa.

"Bangun ya, Aletha ada di sini buat kombi."

****

a.n

Hai gais, kembali lagi dengan cerita alay ini. Hehehe. Selamat hari minggu lohh, siap-siap untuk panas-panasan di keesokan hari yak. Sampai bertemu besokk...

Jangan lupa di vote dan komentar tentang part ini ya....

Salam sayang, Kei.

Impressed [Completed]Where stories live. Discover now