7

1.9K 302 208
                                    

Catatan Penulis: Asal kalian tahu, aku jadi mulai berpikir apakah sebaiknya jadwal rilis kubuat sedikit lebih jarang--jadi dua minggu sekali--tetapi dengan dua bab sekali rilis, jadi kalau ditotal tetap sama jumlahnya. Atau sebaiknya aku tetap dengan jadwal seminggu sekali?

Aku berusaha mengunggah bab ini setelah Sabtu kemarin beberapa kali, tetapi ada saja halangan yang muncul. Yah, plus, aku sedang ada beban proyek wajib baru, yang akhirnya berujung ke pertimbanganku di awal tadi.

On the brighter side of the news, aku kalap di Big Bad Wolf dengan Rin dan kami keluar satu setengah juta setelah didiskon. Uang beasiswaku langsung habis HAHAHAHAH #TiadaPenyesalan

Anyway, berkat hambatan-hambatan tadi, aku tidak bisa menyediakan dulu ilustrasi Rin untuk bab ini dan berikut. Mungkin akan disusulkan? Aku juga tidak tahu. Kita lihat saja nanti.

Hoah. Aku kangen kalian. Apa kabar?

Oh, iya, besok hari terakhir #RCMJReview, lho! Pengingat lagi kalau kamu juga boleh review versi yang di Wattpad karena lombanya terbuka untuk semua pembaca Myth Jumpers. Hadiahnya phone case lho, hehehe.

Selamat membaca!

***

[DUA HARI SEBELUM KEMATIAN.]


PENDARATAN KAMI TERASA lebih mulus ketika kakiku kembali menjejak tanah. Gravitasi masih terasa berat. Kilau putih yang memenuhi pandanganku segera memudar, dan aku segera sadar bahwa aku sedang berada di sebuah bukit berselimut padang rumput. Atau semacam rumput. Pokoknya bentuk dan warnanya mengingatkanku pada padang rumput.

Di sekelilingku, aku bisa melihat sebuah cincin metalik yang menghubungkan bukit tempatku berdiri dan bukit-bukit kecil lainnya di sekelilingku. Seperti itu juga, di puncak setiap gundukan, ada sebuah cincin metalik lain.

Aku tidak sempat menghitung ada berapa bukit persisnya, karena ternyata kami sudah disambut di hadapan kami.

Leluhur itu berambut hitam panjang, setinggi dua meter lebih—akhirnya Leluhur dengan porporsi Leluhur yang benar—dan mengenakan ornamen keemasan di sekeliling leher dan pinggangnya. Dia memakai rompi panjang seperti jubah berwarna kehijauan, dengan berlapis-lapis kain merah sebagai sarung. Kulitnya agak kebiruan, dan yang terpenting, tangannya ada empat.

Dia tersenyum ramah. "Selamat datang," katanya. "Aku Vishnu. Tidak perlu formal, toh sebenarnya pertemuan kita sekarang tidak tercatat."

Aku cuma bisa memberinya tatapan bingung, tetapi Markandeya bisa langsung menyahut. "Terima kasih sudah menerima kami. Ada apa dengan pertemuan rahasia ini?"

"Mungkin kita bisa berdiskusi di tempat lain," kata Vishnu, masih tersenyum. "Lewat sini."

Dia berbalik dan segera bergerak turun dari bukit tempat kami tiba. Seperti di Kahyangan, aku mendengar bunyi dengung mesin melemah. Tidak seperti di Kahyangan, tidak ada mesin mengambang di atas kami. Sepertinya pintu ke jembatan hyperspace di sini adalah lingkaran yang kami pijak. Entahlah.

Vishnu membawa kami meninggalkan kompleks padang rumput ini, yang ternyata terlindung di dalam sebuah kubah kaca yang sangat tebal. Atau mungkin itu bukan kaca, aku juga tidak yakin. Di luar, seperti menanti kami, adalah kawanan burung.

Tunggu. Aku tidak yakin 'kawanan burung' adalah istilah yang tepat. Aku bahkan tidak yakin 'kawanan burung raksasa' cukup untuk menggambarkan makhluk-makhluk di hadapan kami.

Yang paling dekat, dan paling besar, adalah yang tampak seperti seekor elang sepanjang mungkin sekitar sepuluh meter dari ujung paruh ke ujung ekor. Aku merinding sendiri membayangkan rentang sayapnya. Warna bulunya cokelat cerah, bahkan nyaris keemasan, dan kepala hingga ke pangkal lehernya berwarna putih seperti elang botak. Sayapnya berwarna merah darah, dan dia punya beberapa bulu di kepalanya yang menonjol sendiri mirip mahkota, tidak jauh berbeda dengan elang Jawa atau burung merak.

Ragnarökr Cycle: Dark RaidersWhere stories live. Discover now