13

1.4K 234 42
                                    

[DUA TAHUN SEBELUM KEMATIAN.]


AKU BENAR-BENAR berusaha memastikan tidak ada lagi yang akan menghalangi jalanku nanti. Aku berusaha mengatur semuanya: rute jalanku, metode transportasi, segalanya. Aku melatih percakapan dengan Oom Indra di kepalaku. Mencobanya. Mengatakan semuanya pada tembok. Membayangkan reaksi-reaksinya, mengira-ngira reaksi yang kubutuhkan untuk bisa melakukan apa yang kumau.

Aku memutar banyak kemungkinan kejadian, mengulang semuanya, membatalkan semuanya begitu aku sadar bahwa ada langkah yang tidak bisa kuamankan secara pasti. Misalnya, langkah yang memerlukan aku berlari melompati beberapa pagar secara beruntun, atau langkah yang memerlukan aku mencuri dari kamar orang tuaku saat mereka sedang di rumah, atau langkah yang memerlukan aku mengorbankan kunci kamarku. Pokoknya, rencana dengan aksi spektakuler harus disingkirkan. Aku cuma gadis biasa dan aku hidup di dunia nyata, bukan cerita aksi.

Karena itu juga, rencana-rencana yang memerlukan Oom Indra atau orang tuaku bereaksi secara tidak umum dan tidak pasti juga sebisa mungkin kusingkirkan. Aku jelas tidak akan mau jalan dengan rencana yang memerlukan ibuku pulang telat, misalnya, karena aku jelas tidak bisa memanipulasi itu. Atau memerlukan Oom Indra untuk punya bagian tertentu di pakaiannya yang bisa dilalui benang atau sejenisnya, karena aku juga tidak hafal bajunya seperti apa. Aku juga tidak tahu dia akan memakai apa nanti. Bagaimana kalau dia pulang siang sudah dengan pakaian baru yang akan dia pakai untuk berangkat ke Perancis? Apa dia bahkan akan berangkat ke Perancis dengan pakaian yang berbeda?

Semua titik rencana yang terlalu banyak kemungkinannya begini sebisa mungkin kupangkas. Aku tahu cara membuat orang tuaku dan Oom Indra bereaksi dengan cara tertentu, tetapi bahkan itu pun tetap punya batasan.

Sisanya? Rencana yang sangat sederhana, yang cuma terdiri dari tiga langkah umum. Sangat umum, tetapi cukup aman. Ada satu titik yang agak rawan di langkah ketiga, sih, tetapi aku segera membersihkan itu sebelum jam bahkan menunjukkan pukul sepuluh.

"Bapak masih 'narik, Pak?"

Tawa renyah seorang pria menjawab dari ujung lain teleponku. "Wah, masih! Dik Ayu kok 'nggak sekolah?"

"Anu ... ada masalah, Pak." Aku terdiam sebentar ."Ayu mau minta tolong, Pak, bolehkah?"

"Boleh, dong! Pak Sur masih utang budi sama Dik Ayu, nih, hehehe."

Bagus. "'Gini, Pak...."

Aku benar-benar benci berhubungan dengan orang, tetapi aku tetap harus mengakuinya—punya koneksi di tempat yang benar, di saat yang benar, memang sangat bermanfaat.

Ya Allah, lancarkan rencanaku.

Aku tidak bisa mulai dari titik yang terlalu jauh dari rumah, sehingga aku memutuskan berinisiatif dan mulai memasak untuk makan siang nanti. Ponselku segera kembali kutancapkan ke charger-nya, memastikan bahwa aku nanti selalu membawanya dalam keadaan baterai penuh.

Masakan yang kusiapkan? Aku sadar bahwa aku punya sekitar dua jam, jadi aku memutuskan untuk berpesta sedikit. Sekalian menenangkan pikiranku yang mulai berantakan setiap aku teringat lagi pada rencanaku. Detak jantungku yang makin kencang seperti membuat semua jalur-jalur imajiner di otakku bubar begitu saja, seakan-akan mereka burung-burung merpati lapar yang kuusir dengan satu tendangan kasar. Aku tidak mau sekejam itu pada pikiranku sendiri.

Aku sendiri tidak berbakat memasak. Serius. Semua yang kutahu soal memasak aku pelajari dari Ibu dan dari buku. Ada kalanya aku benar-benar kehabisan bacaan sampai tidak punya pilihan selain membaca buku resep Ibu yang sebanyak tiga tumpuk sendiri di gudang, dan jika aku sedang bosan di kamar, atau ketika buka puasa sudah dekat waktu bulan Ramadan, aku terkadang menonton Ibu memasak. Beberapa kali, jika aku sempat, aku iseng menebak masakan Ibu dari bahan-bahan dan durasi masaknya. Aku menyadari satu hal: Ibu memasak secara naluriah. Dia tidak pernah sekali pun melihat jam di dinding atau alat penunjuk waktu lainnya. Terkadang keadaan bahan masakannya juga tidak terlalu persis dengan deskripsi yang ada di buku masak. Ibuku seperti tidak peduli.

Ragnarökr Cycle: Dark RaidersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang